<p>Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional & Dunia

Berkurang Lagi, OJK Cabut Izin BPR Stigma Andalas

  • PADANG – Pencabutan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) kembali terjadi. Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT BPR Stigma Andalas. “OJK mencabut izin usaha PT BPR Stigma Andalas yang beralamat di Jalan DR. M. Hatta Nomor 4 Kelurahan Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, terhitung sejak 27 November 2020,” […]

Nasional & Dunia
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

PADANG – Pencabutan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) kembali terjadi. Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT BPR Stigma Andalas.

“OJK mencabut izin usaha PT BPR Stigma Andalas yang beralamat di Jalan DR. M. Hatta Nomor 4 Kelurahan Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, terhitung sejak 27 November 2020,” tulis Kepala OJK Provinsi Sumatera Barat Misran Pasaribu dalam situs resmi.

Kebijakan ini berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-175/D.03/2020 tanggal 27 November 2020 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Stigma Andalas.

Sehubungan dengan pencabutan izin usaha tersebut, kantor BPR Stigma Andalas ditutup untuk umum dan segala kegiatan usaha ditiadakan.

Sementara itu, mengenai hak dan kewajiban perusahaan, kata Misran, tim likuidasi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menyelesaikan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Pengurus BPR Stigma Andalas dilarang melakukan segala tindakan hukum yang berkaitan dengan aset dan kewajiban, kecuali dengan persetujuan LPS,” tambahnya.

LPS Proses Likuidasi

Di sisi lain, LPS mengaku tengah memproses pembayaran klaim simpanan dan likuidasi BPR Stigma Andalas.

Muhamad Yusron selaku Sekretaris LPS mengatakan, pihaknya akan memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai ketentuan.

“Kami akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya,” jelasnya.

Adapun jangka waktu penyelesaian paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha, yakni paling lambat tanggal 13 April 2021. Untuk pembayaran dana nasabah, lanjut Yusron, dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tersebut.

Kemudian dalam pelaksanaan proses likuidasi ini, LPS juga mengambil alih segala hak dan wewenang pemegang saham.

Yusron pun mengimbau kepada nasabah yang masih melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan, agar menghubungi tim likuidasi LPS.

LPS Cabut Izin Enam BPR

Sebagai informasi, selama periode Januari hingga Oktober 2020, LPS menyebut sudah ada enam BPR yang dicabut izinnya OJK. Namun, pada masa pandemi ini tidak ada bank umum yang ditangani LPS.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, jumlah BPR yang ditangani LPS di tahun ini hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ia juga bilang bahwa tren industri saat ini masih wajar serta tidak membahayakan sistem perbankan.

“Proses likuidasi yang dilaksanakan LPS terhadap enam BPR tersebut tidak mempengaruhi kondisi industri perbankan secara keseluruhan,” ujarnya melalui keterangan tertulis, akhir Oktober lalu.

Purbaya menjelaskan bahwa kondisi perbankan masih stabil yang ditunjukkan oleh kondisi permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga.

Sementara, tekanan pada perbankan selama masa pandemi ini masih dapat dikendalikan dengan baik sehingga tidak membahayakan sistem perbankan.

Sebelumnya, LPS menyebut ada tujuh bank kecil yang mengalami gagal bayar. Bank-bank tersebut merupakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau BPR Syariah.

“Ini belum pada level yang membahayakan karena setiap tahun kami menerima enam hingga tujuh BPR yang harus kami tangani. Jadi walaupun ada yang gagal, tetapi ini masih dalam batas normal,” kata Purbaya.

Secara umum, katanya, dana pihak ketiga (DPK) di seluruh bank sudah mulai membaik. Khususnya DPK pada bank umum kegiatan usaha I (BUKU I) dengan modal inti kurang dari Rp1 triliun. Artinya, dampak negatif dari tekanan likuiditas maupun DPK akibat COVID-19 dapat dikatakan berangsur membaik.