Karyawan beraktifitas di dekat logo berbagai asuransi jiwa di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin, 13 Desember 2021 . Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Berlaku 2 Tahun Lagi, Siapkah Unit Usaha Syariah Spin Off Jadi Asuransi Syariah?

  • Keberadaan SDM yang memiliki kompetensi ekonomi dan keuangan yang paham prinsip-prinsip syariah masih sangat minim. Begitupula dengan sektor asuransi syariah dan industri keuangan syariah secara keseluruhan masih kekurangan SDM yang berkompeten.

Industri

Yosi Winosa

JAKARTA -Jika tidak ada aral melintang, Pasal 87 Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian mengamanatkan bahwa paling lambat 10 tahun setelah Undang-Undang ini diberlakukan, semua Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan spin off atau berdiri sendiri menjadi perusahaan asuransi syariah full-fledged

Batas waktu perusahaan untuk memenuhi kewajibannya masih tersisa kurang lebih 2 tahun lagi, mengingat kewajiban tersebut perlu dilakukan setelah UU terkait berlaku 10 tahun atau tepatnya pada tahun 2024. Lalu sudahkah mereka siap?

Pengurus Pusat MES yang juga Ekonom Universitas Paramadina, Handi Risza Idris,  mengatakan berdasarkan data OJK per Juni 2022, jumlah perusahaan asuransi yang masih berbentuk UUS ada sekitar 45 perusahaan, baik itu asuransi umum, asuransi jiwa, maupun reasuransi dengan aset mencapai Rp44,25 triliun serta pangsa pasar 5,3%.

Dari situ, porsi aset asuransi jiwa syariah sebesar Rp34,93 triliun, asuransi umum syariah mencapai Rp7,16 triliun sedangkan perusahaan reasuransi syariah memiliki aset Rp2,15 triliun. Di sisi lain, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK pada akhir 2019 mencatat tingkat literasi asuransi syariah baru mencapai 2,51% dan inklusi asuransi syariah sebesar 1,92%.

“Industri asuransi syariah di Indonesia sebenarnya memiliki prospek dan potensi yang menjanjikan untuk terus berkembang. Selain karena Indonesia memiliki penduduk mayoritas muslim, dalam beberapa waktu terakhir juga terjadi peningkatan halal awareness syariah di kalangan menengah dan generasi muda khususnya milenial,” kata dia kepada TrenAsia, Rabu, 7 September 2022.

Tantangan Asuransi syariah

Menurut Handi, dalam perkembangannya industri asuransi syariah masih menghadapi banyak tantangan sehingga menyebabkan pertumbuhan asuransi syariah secara nasional masih rendah. 

Berdasarkan Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia (LPKSI) 2021, total aset asuransi syariah mengalami penurunan sebesar 1,65% (yoy). Hal ini ditunjukkan oleh penurunan aset yang terjadi di masing-masing subsektor, yaitu sebesar 3,71% (yoy) pada asuransi jiwa syariah dan 6,88% (yoy) pada reasuransi syariah. 

Sama halnya dengan investasi asuransi syariah, yang juga mengalami penurunan sebesar 4,41% (yoy). Hal ini dikarenakan sebagian besar aset asuransi syariah ditempatkan pada instrumen investasi. Kondisi ini tentu tidak bisa dilepaskan dari dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19, di mana sejak tahun 2020-2021 perekonomian nasional mengalami perlambatan yang cukup signifikan.

Masih rendahnya pangsa pasar industri asuransi syariah membuka peluang industri ini untuk terus tumbuh dan berkembang. Begitupula dengan kinerja asuransi syariah yang masih mungkin untuk terus membaik pasca melandainya Covid-19 dan pulihnya perekonomian nasional. Untuk mencapai kondisi tersebut, asuransi syariah perlu terus berbenah dan memperbaiki kinerja perusahaan. 

“Terutama pada aspek Sumber Daya Manusia (SDM), komitmen untuk meningkatkan kepatuhan terhadap syariah (sharia compliance), kemampuan mengelola investasi yang produktif, dan pemanfaatan teknologi digital,” tambah Handi.

Keberadaan SDM yang memiliki kompetensi ekonomi dan keuangan yang paham prinsip-prinsip syariah masih sangat minim. Begitupula dengan sektor asuransi syariah dan industri keuangan syariah secara keseluruhan masih kekurangan SDM yang berkompeten. 

Sementara perkembangan instrumen investasi syariah yang bersifat produktif sangat pesat dalam beberapa waktu terakhir. Peluang ini harus dimanfaatkan oleh asuransi syariah untuk mengembangkan produk dan jasannya. Perkembangan teknologi digital dalam industri keuangan (fintech) yang pesat juga perlu untuk dioptimalkan. 

Dengan teknologi digital, sektor keuangan dan asuransi syariah dapat menyediakan layanan yang lebih cepat dan murah, sekaligus dapat menjangkau konsumen yang lebih luas dalam memanfaatkan bonus demografi yang sedang terjadi. 

Spin Off dan Momentum Kebangkitan Asuransi syariah

Handi menilai Spin off diharapkan menjadi momentum perubahan bagi Industri asuransi syariah di Indonesia. Bagi perusahaan asuransi syariah, spin-off akan dapat melahirkan manajemen perusahaan yang lebih mandiri, terbuka, dan produktif dalam menerapkan strategi penguasaan pasar yang terlepas dari perusahaan induk. 

Tetapi dari sisi operasional, perusahaan hasil spin-off masih memungkinkan untuk tetap bisa memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh induk yang lebih besar untuk mendukung penetrasi pasar. Perusahan asuransi syariah hasil spin-off diharapkan mampu menjadi daya tarik bagi SDM terbaik di industri keuangan syariah untuk bergabung, sehingga bisa memperkuat perusahaan dalam menghasilkan produk dan layanannya.

Pilihan untuk melakukan spin-off bagi perusahaan asuransi syariah, memang tidak bisa serta merta membuat perusahaan asuransi syariah langsung besar dan eksis. Pasca spin-off, perusahaan tetap harus bekerja keras dalam membesarkan usaha dan bisnis yang dilakukan baik secara organik maupun non-organik, terutama aspek keunggulan produk dan layanan terbaik (service excellence), yang masih ketertinggalan standar pelayanan dengan asuransi syariah yang sudah besar dan mapan.

Untuk sukses setelah spin off, kuncinya adalah inovasi produk dan sistem pembayaran yang terjangkau oleh masyarakat. Peluang ini bisa dimanfaatkan oleh asuransi syariah dengan memilih segmen pasar dan diffrensiasi produk yang tepat karena memiliki produk yang tidak banyak ditawarkan perusahaan asuransi induk atau perusahaan asuransi lainnya.  

Melihak perkembangan yang ada, sebenarnya sudah banyak perusahaan asuransi berskala besar dan internasional yang memiliki UUS asuransi syariah yang memenuhi syarat untuk melakukan spin-off

Kebijakan spin-off UUS dari perusahaan asuransi berskala besar tersebut secara psikologis diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap industri asuransi syariah, sekaligus menjadi role model dan motivasi tersendiri bagi para pelaku industri lainnya, bahwa perusahaan asuransi syariah pasca spin-off akan memiliki kinerja yang baik. 

“Tentunya dampak yang ditimbulkan oleh spin-off asuransi syariah tidak hanya sekedar bagi industri keuangan syariah semata, tetapi harapannya memberikan pengaruh besar bagi perkembangan industri keuangan dan perekonomian nasional secara umum,” kata Handi.

Menurut Handi, perusahaan hasil spin-off diharapkan akan menghasilkan pendalaman sektor keuangan yang lebih kuat dan fleksibel sehingga mendorong terbukanya investasi baru bagi industri asuransi syariah di pasar modal syariah. Makin banyak portofolio syariah yang masuk ke pasar modal syariah akan menambah alternatif sumber pendanaan bagi para investor.