Berlaku Awal 2022, DJP Rilis Tata Cara Tax Amnesty Berserta Ketentuan Repatriasi dan Investasi
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah merilis tata cara pengungkapan harta dalam program Tax Amnesty beserta ketentuan repatriasi dan investasi dan ketentuan lainnya.
Nasional
JAKARTA – Pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II Wajib Pajak pada 22 Desember 2021 dan mengundangkan PMK tersebut pada 23 Desember 2021.
Beleid tersebut merupakan aturan pelaksanaan untuk Tax Amnesty Jilid II yang mulai berlaku per 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2021 seperti tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, berharap wajib pajak (WP) dapat mengikuti program pengampunan pajak tersebut karena program ini memiliki banyak manfaat untuk WP.
- Kilang Terbesar di Indonesia Milik Pertamina Pastikan Pasokan BBM Aman Hingga Tahun Baru 2022
- Keren! PLN Rampungkan 50 Proyek Senilai Rp8,8 Triliun Selama 2021 dan Listriki 81 Juta Pelanggan
- Penggabungan Hutchison 3 dan Indosat Efektif 4 Januari 2022, Simak Jadwal Lengkapnya
Dia menyebut, Tax Amnesty kali ini adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta.
Program Tax Amnesty tahun 2022, lanjut dia, diselenggarakan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP sebelum penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan data instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) yang dimiliki DJP Kemenkeu.
"Banyak manfaat yang akan diperoleh WP, di antaranya, terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP," katanya dalam keterangan pers, Senin, 27 Desember 2021.
Dua Kebijakan
Neilmaldrin menjelaskan, ada dua kebijakan mengenai program Tax Amnesty tahun 2022. Untuk Kebijakan I, pesertanya adalah WP orang Pribadi dan Badan yang harta per 31 Desember 2015 belum diungkapkan saat mengikuti Tax Amnesty tahun 2016.
Tarifnya adalah 11% untuk harta deklarasi Luar Negeri (LN), 8% untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi Dalam Negeri (DN). Kemudian 6% untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi SDA/energi terbarukan.
Untuk Kebijakan II, harta perolehan 2016 sampai dengan tahun 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020. Tarifnya adalah 18% untuk harta deklarasi LN, 14% untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN, 12% untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi SDA/energi terbarukan.
"Untuk kebijakan II, harus memenuhi syarat: (a) tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020; (b) tidak sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan," terang Neilmaldrin.
- Simak! Trik Hemat Minum Kopi di Starbucks Tanpa Menguras Kantong
- RI Produsen Buah Terbesar, Prospek Industri Minuman Sari Buah Kian Manis
- Sudah Tayang, Ini Link Nonton Drakor Moonshine Legal dan Gratis Tanpa di Drakorindo
Tata Cara Pengungkapan
Pengungkapan harta dalam PPS tahun 2022 dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. SPPH dilengkapi dengan:
- SPPH induk;
- Bukti pembayaran PPh Final;
- Daftar rincian harta bersih;
- Daftar utang;
- Pernyataan repatriasi dan/atau investasi.
- Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II:
- Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum);
- Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
6. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.
7. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
8. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
9. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
10. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:
- Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
- Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
- Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
- Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.
Ketentuan Repatriasi
Ketentuan mengenai repatriasi adalah sebagai berikut:
- Repatriasi atau pengalihan harta ke Indonesia dilakukan paling lambat 30 September 2022 melalui bank.
- Harta bersih yang dialihkan ke Indonesia tidak dapat dialihkan ke luar wilayah Indonesia (holding period) paling singkat selama 5 tahun terhitung sejak Surat Keterangan diterbitkan. Holding period ini berlaku pula untuk asset deklarasi dalam negeri.
Ketentuan Investasi
Adapun ketentuan mengenai investasi sebagai berikut:
- Investasi dilakukan pada hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)/renewable energy atau investasi Surat berharga Negara (SBN). Investasi pada hilirisasi SDA/renewable energy dapat dilakukan dalam bentuk pendirian usaha baru atau penyertaan modal. Untuk investasi SBN dilakukan di pasar perdana dengan mekanisme private placement melalui Dealer Utama dengan menunjukkan Surat Keterangan.
- Investasi dilakukan paling lambat 30 September 2023.
- Investasi dilakukan paling singkat (holding period) 5 tahun sejak diinvestasikan.
- Investasi dapat dipindahkan ke bentuk lain setelah minimal 2 tahun. Perpindahan antarinvestasi maksimal 2 kali dengan maksimal 1 kali perpindahan dalam 1 tahun kalender. Perpindahan investasi diberikan maksimal jeda 2 tahun. Jeda waktu perpindahan antarinvestasi menangguhkan holding period 5 tahun.
- Peserta PPS dengan komitmen repatriasi dan/atau investasi wajib menyampaikan laporan realisasi investasi melalui laman DJP paling lambat saat berakhirnya batas penyampaian SPT Tahunan.
Ketentuan Lainnya
Sementara itu, ada beberapa ketentuan lain dalam PPS 2022 seperti berikut:
- Bagi peserta PPS kebijakan I yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan pada saat mengikuti TA 2016 dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 25% (Badan), 30% (OP), dan 12,5% (WP tertentu) ditambah sanksi 200% (Pasal 18 (3) UU Pengampunan Pajak).
- Bagi peserta PPS kebijakan II yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan dalam SPPH dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 30% (Pasal 11 (2) UU HPP) ditambah sanksi Pasal 13 (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
- Bagi peserta kebijakan I yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu repatriasi/investasi yang ditentukan, dikenakan tambahan PPh Final:
- Jika gagal investasi, hanya repatriasi LN atau deklarasi DN maka tarif tambahan PPh Final menjadi Sukarela 3%, dan SKPKB 4,5%.
- Jika gagal investasi, gagal repatriasi, hanya deklarasi LN maka tarif PPh Final menjadi Sukarela 6%, dan SKPKB 7,5%
- Jika gagal repatriasi, hanya deklarasi LN maka tarif PPh Final menjadi Sukarela 4% dan SKPKB 5,5%. - Bagi peserta PPS kebijakan II yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu repatriasi/investasi yang ditentukan, dikenakan tambahan PPh Final:
- Jika gagal investasi, hanya repatriasi LN atau deklarasi DN maka tarif tambahan PPh Final menjadi Sukarela 3% dan SKPKB 4,5%.
- Jika gagal investasi, gagal repatriasi, hanya deklarasi LN maka tarif PPh Final menjadi Sukarela 7%, SKPKB 8,5%
- Jika gagal repatriasi, hanya deklarasi LN maka tarif PPh Final menjadi Sukarela 5% dan SKPKB 6,5%.