Prabowo Subianto saat pelantikan presiden RI 2024-2029 di Jakarta, Minggu, 20 Oktober 2024.
Makroekonomi

Berlaku Besok, Prabowo Umumkan PPN 12 Persen untuk Barang Mewah

  • Saya ulangi supaya jelas kenaikan hanya untuk barang dan jasa mewah yang dikonsumsi yang sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi golongan masyarakat berada

Makroekonomi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen  hanya untuk kelompok barang dan jasa mewah. Selain itu akan tetap dikenakan PPN sebesar 11 persen.

Prabowo menjelaskan, membuktikan komitmen pemerintah untuk mendukung daya beli rakyat. Prabowo juga sudah berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Saya ulangi supaya jelas kenaikan hanya untuk barang dan jasa mewah yang dikonsumsi yang sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi golongan masyarakat berada," ungkap Prabowo dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan pada Selasa, 31 Desember 2024.

Dia mencontohkan barang mewah yang dimaksud seperti kapal pesiar, yacht, rumah sangat mewah nilainya. Artinya diluar hal itu tidak ada kenaikan PPN dan tarif berlaku tetap sejak 2022. Namun, hingga saat ini belum ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjelaskan rincian barang yang akan dikenakan PPN 12 persen.

Kenaikan dilakukan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Presiden mengatakan, kenaikan secara bertahap ini bertujuan agar tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, tarif PPN 12 persen juga bertujuan untuk pemerataan ekonomi.

Penolakan PPN 12 Persen

Sebelumnya sejumlah ekonom telah bersuara terkait penolakannya terhadap kenaikan PPN ini. Salah satunya Ekonom Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda. Dia  mengatakan penerapan PPN 12% berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu Celios berharap pemerintah dapat membatalkan kebijakan PPN 12% pada tahun 2025. Seharusnya, pemerintah memberikan insentif berupa subsidi konsumsi bagi kelas menengah.

“Jika diterapkan (kenaikan tarif PPN) akan meningkatkan kerentanan konsumsi rumah tangga. Dalam jangka pendek bisa mengganggu perekonomian secara makro,” kata Huda Berapa waktu lalu.

Lalu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan bahwa Apindo dalam posisi kontra terhadap wacana kenaikan PPN. Shinta menuturkan penolakan tersebut berlandaskan kekhawatiran penurunan konsumsi masyarakat.

“Implementasi kebijakan PPN pada saat seperti ini justru berisiko menekan konsumsi domestik,” kata Shinta seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 22 November 2024.

Tak ketinggalan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12%. YLKI menilai besaran PPN 12% yang dicanangkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya akan menambah berat beban konsumen.

Menurut YLKI, kebijakan ini hanya akan memberi beban tambahan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi.