Berlaku Mulai 1 April, Inilah Jurus PLN Implementasikan Pajak Karbon
- PLN sedang mempersiapkan sejumlah jurus menjelang pemberlakukan pajak karbon yang mulai berlaku pada 1 April 2022 mendatang.
Nasional
JAKARTA -- Pemerintah akan menerapkan pajak karbon melalui regulasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) pada 1 April 2022. Regulasi ini diharapkan menekan emisi karbon sekaligus memberi nilai tambah terhadap ekonomi.
Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Yusuf Didi Setiarto mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan sejumlah jurus menjelang pemberlakukan pajak karbon.
Salah satu inisiatif dekarbonisasi oleh PLN adalah pemanfaatan instrumen NEK yakni perdagangan karbon (carbon pricing).
"Penyelenggaraan implementasi NEK merupakan salah satu pilar strategis untuk memenuhi target penurunan emisi nasional dan aspirasi NZE (net zero emission) 2060," katanya saat memberikan sambutan pembuka acara Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) Talk Seri Pertama di 2022, dikutip Sabtu, 22 Januari 2022.
- 'Booming' Harga Nikel, Antam Cetak Kinerja Positif pada 2021
- Studi Awal di Israel Sebut Dosis Keempat Vaksin COVID-19 Tidak Cukup Lindungi Omicron
- Baru Saja Rilis, Fitur Baru Twitter NFT Justru Disebut Mengganggu oleh Elon Musk
Didi mengakui, masih ada beberapa tantangan dalam implementasi regulasi NEK yang saat ini dihadapi oleh PLN.
Beberapa di antaranya terkait kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang masih perlu dikembangkan; sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (Measurement, Reporting, Verification/MRV) yang belum beroperasi secara penuh; serta perencanaan implementasi nilai ekonomi karbon yang masih belum optimal.
"Oleh karena itu, ketentuan mengenai mekanisme implementasi cap, trade and tax dibutuhkan sebagai rujukan bagi PLN untuk melakukan perencanaan dan strategi yang matang sebagai persiapan implementasi NEK di Indonesia," ujar Didi.
Sejak 2005, PLN telah berpartisipasi dalam perdagangan karbon internasional. Beberapa pembangkit energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong dan PLTP Kamojang telah mengadopsi Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon pada Protokol Kyoto.
"Selain CDM, PLN juga telah mengadopsi mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi, PLTA Renun, dan PLTA Sipansihaporas," imbuh Didi.
Instrumen NEK lainnya yang berhasil diimplementasikan PLN ialah uji coba perdagangan karbon nasional di PLTU Tanjung Jati B dan 25 PLTU lainnya.
Langkah itu diganjar Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi Tahun 2021 Kategori C: Penurunan dan Perdagangan Emisi Karbon di Pembangkit Listrik.
Didi menjelaskan, PLN telah melakukan uji coba perdagangan karbon nasional melalui dua skema, yaitu perdagangan kuota emisi dan pengimbangan emisi.
Perdagangan emisi terjadi antara pembangkit yang melebihi emisi dengan pembangkit yang memiliki alokasi emisi yang tidak terpakai.
"Pengimbangan emisi dilakukan oleh PLTU dengan membeli kredit karbon atau sertifikat penurunan emisi yang dihasilkan oleh suatu aksi mitigasi perubahan iklim," ucapnya.
Hingga saat ini, PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi (kredit karbon) sejumlah 7,9 juta ton CO2 ekuivalen dan memasarkan kredit karbon tersebut pada pasar karbon internasional maupun nasional.
Adapun, nilai perdagangan karbon Indonesia diperkirakan mencapai US$565,9 miliar setara Rp8.000 triliun yang diperoleh dari hutan tropis, mangrove, dan lahan gambut.
Dorong Transisi Energi
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat salah satunya dengan mendorong transisi energi nasional.
Implementasinya berupa penghapusan secara bertahap dari operasionalisasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan subsidi dengan pengembangan energi secara besar-besaran dari energi baru terbarukan.
KLHK telah membahas dan mendapatkan masukan dari kementerian dan lembaga terkait dan pemangku kepentingan untuk melengkapi dan menyempurnakan konsep peraturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggaraan NEK.
Selain itu, KLHK juga mengembangkan berbagai macam modalitas dan sistem pendukung untuk memastikan penyelenggaraan NEK dapat berlangsung dengan tepat, efektif dan efisien.
"Sistem pendukung tersebut di antaranya strategi dan peta jalan mitigasi, dan peta jalan adaptasi perubahan iklim, sistem inventori Gas Rumah Kaca (GRK), Sistem Registri Nasional (SRN), sistem informasi data indeks kerentanan, program kampung iklim, dan program maupun sistem pendukung lainnya," papar Laksmi.
Dia menambahkan, program dan sistem pendukung ini akan terus dikembangkan dan akan terus disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan serta strategi ke depan. Oleh karena itu, KLHK membutuhkan banyak dukungan agar seluruh upaya ini bisa mencapai kondisi yang diharapkan.
"Diperlukan kerja keras, kerja cerdas dan kerja sama seluruh pihak," ungkapnya.