Politisi PDIP, Said Abdullah mengusulkan penghapusna daya 450 VA karena PLN kelebihan daya. Foto: Parlementaria
Pasar Modal

Berpotensi Krisis, DPR Minta Pemerintah Antisipasi Ketidakpastian Keuangan Global

  • DPR meminta pemerintah Indonesia untuk bertindak lebih baik untuk mencegah krisis keuangan. Hal ini menyusul pasar keuangan global yang diprediksi mengalami ketidakpastian pada tahun 2022 akibat pandemi Covid-19. Ketidakpastian itu mengakibatkan sejumlah bank sentral negara maju harus membuat keputusan. Untuk itu,

Pasar Modal

Yosi Winosa

JAKARTA - DPR meminta pemerintah Indonesia untuk bertindak lebih baik untuk mencegah krisis keuangan. Hal ini menyusul pasar keuangan global yang diprediksi mengalami ketidakpastian pada tahun 2022 akibat pandemi COVID-19. Ketidakpastian itu mengakibatkan sejumlah bank sentral negara maju harus membuat keputusan. Untuk itu,

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menyatakan pemerintah melalui Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) perlu lebih berhati-hati membuat kebijakan. Dengan ketidakpastian keuangan global,  berbagai lembaga keuangan bisa saja terhantam. 

"Komite Stabilitas Sektor Keuangan harus antisipatif terhadap kemungkinan dana keluar, yang memberi dampak tekanan besar terhadap nilai tukar rupiah,” kata dia dalam keterangan resmi seperti dikutip Jumat, 31 Desember 2021.

Seperti diketahui, The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat), mengambil tindakan berupa kebijakan tapering off. Kebijakan ini berusaha mengurangi stimulus moneter ketika perekonomian negara terancam sekaligus membutuhkan suntikan dana likuiditas, di antaranya dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi.

Ditambahkan Said, dampak krisis keuangan juga dipicu gagal bayar yang menimpa Evergrande, perusahaan properti terbesar di Tiongkok. Di sisi lain, ia menilai pemerintah perlu melakukan mitigasi suplai komoditas nasional yang berasal dari luar negeri, guna langkah antisipatif jika terjadi ketersendatan pasokan suplai komoditas utama dalam negeri.

Tidak kalah penting, perlu diingat bahwa beban bunga dan pokok utang konsisten naik sejak tahun 2013, sehingga berpotensi menjadi beban fiskal. Tahun 2020, kenaikan Debt Service Ratio (DSR) mencapai 46,76 persen. Terhitung tahun 2021, rasio kenaikan mencapai 48 persen.

“Tahun depan, perkiraan 49 persen. Tekanan beban bunga dan pokok utang pemerintah ini harus dimitigasi dengan upaya penurunan tingkat bunga utang kita, keragaman sumber pembiayaan serta dukungan investasi, dan meningkatkan tingkat pendapatan negara,” tambah Said.