Bersejarah, UEA Akuisisi 80 Jet Tempur Rafale Prancis
- Rafale benar-benar menjadi bintang di tahun 2021 ini dalam penjualan jet tempur. Setelah Kroasia terakhir menandatangani kesepakatan untuk membeli 12 jet tempur buatan Dassault tersebut, kini Uni Emirat Arab mengambil keputusan serupa.
Nasional
ABU DHABI-Rafale benar-benar menjadi bintang di tahun 2021 ini dalam penjualan jet tempur. Setelah Kroasia terakhir menandatangani kesepakatan untuk membeli 12 jet tempur buatan Dassault tersebut, kini Uni Emirat Arab mengambil keputusan serupa.
Negara teluk kaya tersebut menandatangani kesepakatan untuk 80 Rafale buatan Prancis. Ini menjadi sejarah karena merupakan pesanan internasional terbesar yang pernah dibuat untuk pesawat tempurtersebut.
Kesepakatan ditandatangani Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan (MBZ) dan presiden Prancis Emmanuel Macron di tengah kunjungannya ke uni emirat arab Jumat 3 Desember 2021. Kunjungan Macron Macron ke UEA adalah bagian dari perjalanan dua hari ke Teluk yang mencakup pemberhentian di Qatar dan Arab Saudi.
Selain Rafale Uni Emirat Arab juga setuju untuk membeli 12 helikopter angkut militer Caracal Kantor kepresidenan Prancis dalam sebuah pernyataan menyebut ini adalah hasil dari kemitraan strategis antara kedua negara dalam mengkonsolidasikan kapasitas mereka untuk bertindak bersama demi otonomi dan keamanan mereka.
- WHO Sebut Pneumonia Penyebab Utama Kematian Anak, Yuk Kenali Gejalanya
- Lowongan Kerja PT Telkom, Simak Syarat dan Posisi yang Dibuka!
- Indonesia Harus Waspada! Malaysia Deteksi Kasus Pertama Omicron
Prancis mengatakan kesepakatan untuk jet dan helikopter bernilai sekitar 19 miliar Euro atau sekitar Rp310 triliun. Laporan lain menyebutkan nilai kontrak adalah 17 miliar euro. Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly dalam tweetnya menyebut kesepakatan itu bersejarah dan mengatakan hal ini akan berkontribusi langsung pada stabilitas regional.
Sebagaimana dilaporkan Reuters, pesanan Rafale ini menjadi yang terbesar dibuat secara internasional untuk pesawat sejak mulai beroperasi pada tahun 2004. Dengan membeli Rafale yang dibangun oleh Dassault, UEA mengikuti jejak pesaingnya di Teluk yakni Qatar yang telah membeli 36 pesawat serta Mesir yang memesan 24 pada 2015 dan 30 pada awal tahun ini.
Pesawat yang dibeli Uni Emirat Arab akan menjadi yang tercanggih karena merupakan model F4 yang masih menjalani program pengembangan dengan biaya 2 miliar euro atau sekitar Rp37 triliun. Pengembangan dijadwalkan selesai pada 2024 dan pesawat akan dikirim mulai 2027.
Negosiasi untuk jet tempur Rafale telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. dengan Abu Dhabi awalnya secara terbuka menolak tawaran Prancis untuk memasok 60 pesawat pada tahun 2011 karena menyebutnya tidak kompetitif dan tidak bisa dijalankan.
Rafale sejak itu membuat terobosan di pasar internasional meskipun ada persaingan dari Amerika dan pabrikan Eropa lainnya. Sekarang pesawat memiliki enam klien asing termasuk Qatar, India, Mesir, Yunani dan Kroasia.
- Pembatasan Dibuka, Garuda Indonesia Teken MoU dengan Singapura Airlines
- ‘Picasso’ Bersepeda Menggambar dengan GPS, Pecahkan Rekor Dunia Guinness
- Habiskan Banyak Uang dan Bikin Stres, 5 Benda Ini Sebaiknya Tak Perlu Dibeli Lagi
Menurut laporan parlemen Prancis UEA sudah menjadi pelanggan terbesar kelima untuk industri pertahanan Prancis dengan 4,7 miliar euro dari 2011-2020. Paris sendiri memiliki pangkalan militer permanen di ibu kota Emirat tersebut.
Sumber-sumber pertahanan mengatakan Rafale akan menggantikan armada Mirage dan tidak mungkin menggantikan F-35 Amerika. Hal ini karena Uni Emirat Arab terus melindungi keamanannya dengan dua pemasok utama Prancis dan Amerika Serikat.
Namun kesepakatan ini dapat dilihat sebagai sinyal ketidaksabaran Abu Dhabi karena Kongres Amerika ragu-ragu untuk menyetujui kesepakatan F-35 di tengah kekhawatiran tentang hubungan UEA dengan China, termasuk prevalensi teknologi 5G Huawei di negara tersebut.
Paris adalah salah satu pemasok senjata utama Uni Emirat Arab tetapi menghadapi tekanan yang meningkat untuk meninjau penjualannya karena konflik antara koalisi yang dipimpin Saudi dan pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman. Perang ini disebut banyak pihak sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.