Bertempur di Perang Ukraina, Ini Kekurangan dan Kelebihan MiG-29 Fulcrum
- Diciptakan untuk mengisi kesenjangan teknologi antara Rusia dan Amerika, MiG-29 telah menjadi salah satu pesawat tempur mutakhir terakhir yang diproduksi oleh Uni Soviet saat itu.
Tekno
JAKARTA-Medan perang Ukraina masih menuntut kerja keras MiG-29. Mereka digunakan di kedua sisi baik Rusia maupun Ukraina. Fulcrum harus diakui sebagai salah satu jet tempur legendaris yang pernah dibangun.
Diciptakan untuk mengisi kesenjangan teknologi antara Rusia dan Amerika, MiG-29 telah menjadi salah satu pesawat tempur mutakhir terakhir yang diproduksi oleh Uni Soviet saat itu.
Fulcrum dijual dalam jumlah besar kepada eks angkatan udara Pakta Warsawa untuk menggantikan MiG-23 Flogger yang sudah tua. Sebanyak 24 di antaranya juga dikirim ke Jerman Timur. Jagdgeschwader (JG) 3 Jerman Timur menerima pengiriman MiG-29 pertamanya pada tahun 1988. Hingga 4 Oktober 1990, Wing mengoperasikan dua skuadron dengan 24 Fulcrum .
- Persiapan Mudik 2022, Pelebaran Jalan Tol Cikampek Ditargetkan Rampung H-10 Lebaran
- SpaceX Berangkatkan Tiga Pengusaha Kaya ke Luar Angkasa
- Sempat Melonjak Naik, Harga Minyak Dunia Merosot Hingga 102,40 per Barel
Batch lanjutan sedang dipesan, tetapi pesawat tidak pernah dikirim. Setelah berakhirnya Perang Dingin dan setelah penyatuan kembali Jerman, Luftwaffe atau angkatan udara Jerman mewarisi beberapa jet-jet tempur ini. Mereka kemudian dibuat sebisa mungkin untuk kompatibel dengan NATO.
Di antara pilot yang mengumpulkan pengalaman di Angkatan udara Jerman yang menerbangkan MiG-29 adalah Letnan Kolonel Johann Koeck. Setelah sebelumnya menerbangkan F-4 Phantom, dia kemudian diangkat menjadi komandan satu-satunya skuadron MiG-29 Jerman.
Dalam buku How to fly and fight in the MiG-29 yang ditulis Jon Lake dia mengisahkan pengalamannya menerbangkan fulcrum.
Dua mengatakan pada 25 Juli 1991 keputusan diambil untuk mempertahankan pesawat dan mengintegrasikannya ke dalam struktur pertahanan udara NATO.
Sebagai pilot Fulcrum berpengalaman, Koeck dapat membedakan mana yang menjadi titik lemah dan kekuatan MiG-29.
Bahan Bakar
Keterbatasan yang paling jelas dari MiG-29 adalah kapasitas bahan bakar internal pesawat yang terbatas yakni sebesar 3.500 kg. Jumlah ini meningkat menjadi 4.400 kg jika menggunakan tangka eksternal yang dipasang di bawah pesawat. MiG-29 tidak memiliki kemampuan pengisian bahan bakar udara-ke-udara, dan tangki eksternalnya akan sangat mempengaruhi kecepatan dan manuvernya.
Jika katakanlah misi dimulai dengan membawa 4400 kg bahan bakar maka start-up, taksi dan lepas landas membutuhkan 400 kg. Sementara 1.000 kg harus disisakan untuk pengalihan ke lapangan terbang alternatif yang berjarak sekitar 100 km jika terjadi masalah di udara.
Sementara 500 kg digunakan untuk pertempuran, termasuk satu menit di afterburner. Ini menyisakan 2.500 kg bahan bakar.
Koeck menjelaskan bahwa Jika membutuhkan 15 menit di wilayah operasi dengan kecepatan 420 knot itu membutuhkan 1000 kg lagi. Itu artinya menyisakan 1500 kg bahan bakar untuk transit. Terbang pada ketinggian 20.000 kaki bahan bakar itu memberi radius sekitar 280 km , dan pada ketinggian 10.000 kaki 185 km.
Jangkauan terbatas Fulcrum juga mengkondisikan bagaimana pesawat dapat melakukan misi tertentu. Pada kenyataannya MiG-29 tidak memiliki jangkauan untuk melakukan misi serangan HVAA (High Value Airborne Asset), dan mereka secara efektif dibatasi untuk melintasi FLOT atau (Front Line of Own Troops) alias melintasi garis depan pasukan sendiri. Keterbatasan jangkauan ini membuat MiG-29 keluar dari misi pertahanan udara yang berarti.
Radar
Keterbatasan lain dari pesawat adalah radarnya. Seperti yang dijelaskan Koeck radar Fulcrum setidaknya satu generasi di belakang AN/APG-65.
Radar juga memiliki tampilan yang buruk, memberikan kesadaran situasional yang buruk. Ini diperparah oleh ergonomi kokpit. Radar memiliki masalah keandalan dalam lookdown/shootdown. Ini menjadikan pesawat memiliki diskriminasi buruk antara target yang terbang dalam formasi. Dan terlebih lagi tidak bisa mengunci target di jejak, hanya di depan.
- Kenapa Tank T-72 Rusia Bernasib Sengsara di Ukraina?
- Progres Jalan Tol Kuala Tanjung - Parapat Capai 68 Persen, Seksi 1 dan 2 Ditargetkan Rampung 2022
- IHSG Berpotensi Tembus 7.600 Tahun Ini, Simak 4 Sektor yang Patut Dicermati
Karena keterbatasan ini, integrasi MiG-29 di lingkungan NATO sangat sulit dan terbatas hanya pada beberapa peran. Pesawat lebih banyak digunakan sebagai aggressor, untuk pertahanan titik, dan sebagai wing tetapi tidak memimpin.
Namun sistem onboard masih terlalu terbatas, terutama radar, radar warning receiver, dan sistem navigasi. Pembatasan ini membawa beberapa masalah yang dihadapi pilot Fulcrum dalam skenario taktis, seperti penyajian informasi radar yang buruk, jangkauan senjata BVR yang pendek dan sistem navigasi yang buruk.
Petarung sempurna
Namun terlepas dari semua keterbatasan ini, Fulcrum tetap petarung yang sempurna untuk terbang. Berkat aerodinamisnya yang luar biasa dan penglihatan yang dipasang di helm, MiG-29 adalah pesawat tempur yang luar biasa untuk pertempuran jarak dekat. Bahkan dibandingkan dengan pesawat seperti F-15, F-16 dan F/A-18.
Seperti yang dikatakan Koeck dalam jarak sepuluh mil laut dia akan sulit dikalahkan. Dan dengan IRST, penglihatan helm dan rudal R-73 dia tidak dapat dikalahkan. Bahkan melawan F-16 Block 50 terbaru, MiG-29 hampir kebal dalam skenario pertarungan jarak dekat.
Dia mengatakan pada suatu kesempatan F-16 memang mencetak beberapa kill, Tetapi itu setelah setelah mereka setidaknya terkunci 18 kali oleh R-73. Keberhasilan F-16 datang setelah mereka memutuskan untuk menggunakan rudal jarak jauh.
- Persiapan Mudik 2022, Pelebaran Jalan Tol Cikampek Ditargetkan Rampung H-10 Lebaran
- SpaceX Berangkatkan Tiga Pengusaha Kaya ke Luar Angkasa
- Sempat Melonjak Naik, Harga Minyak Dunia Merosot Hingga 102,40 per Barel
Terlebih lagi dengan kecepatan putar seketika 28 derajat/detik dibandingkan dengan F-16 Blok 50 yang 26 derajat, MiG-29 dapat mengungguli mereka. Pada kenyataannya Fulcrum mempertahankan keunggulan atas musuh-musuhnya berkat kelincahannya yang tak tertandingi. Dan ini dicapai dengan menggabungkan aerodinamis canggih dengan sistem kontrol mekanis kuno.
Setelah salah satu Fulcrum Jerman dijual untuk evaluasi ke Amerika pada tahun 1991, 22 MiG-29 yang tersisa bertugas hingga tahun 2003. Mereka kemudian dijual ke Angkatan Udara Polandia dengan harga simbolis masing-masing 1 Euro.
Mig-29 eks Jerman itu kemudian ditingkatkan dan mereka saat ini mendapat tugas dalam misi pengawasan udara Baltik melawan ancaman Rusia di Eropa utara.