Aktivitas bongkar muat di terminal petikemas Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 18 April 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Berturut-turut dalam 36 Bulan, Neraca Perdagangan Indonesia Surplus Rp58,3 Triliun

  • Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada April 2023 kembali surplus sebesar US$3,94 miliar atau Rp58 ,3 triliun (asumsi kurs Rp14.800 dolar AS). Surplus ini merupakan yang ke-36 kalinya terjadi selama berturut-turut atau sejak Mei 2020.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada April 2023 kembali surplus sebesar US$3,94 miliar atau Rp58 ,3 triliun (asumsi kurs Rp14.800 dolar AS). Surplus ini merupakan yang ke-36 kalinya terjadi selama berturut-turut atau sejak Mei 2020.

Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS, Imam Machdi mengatakan, terutama berasal dari sektor nonmigas US$5,64 miliar atau Rp83,5 triliun,namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,70 miliar atau Rp25,1 triliun.

"Neraca perdagangan Indonesia sampai dengan April 2023 surplus selama untuk 36 kalinya sejak Mei 2020," katanya dalam rilis BPS pada Senin, 15 Mei 2023.

Dalam sektor nonmigas komoditas penyumbang utama yakni bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja. Ada tiga negara dengan surplus neraca perdagangan terbesar yakni India US$1,12 miliar, Amerika Serikat surplus sebesar US$913,6 juta, dan Filipina sebesar US$656,7 juta.

Adapun untuk nilai nilai ekspor turun menjadi US$19,29 miliar setara dengan Rp285,8 Triliun atau turun 17,62% dibanding ekspor Maret atau secara month to month (Mtm).

Sedangkan impor pada April 2023 sebesar US$15,35 miliar atau setara Rp227,55 triliun. Untuk impor migas April 2023 senilai US$2,96 miliar, turun 1,98% dibandingkan Maret 2023 atau turun 22,52% dibandingkan April 2022. 

Secara kumulatif dari Januari-April 2023, terjadi penurunan impor pada golongan bahan baku/penolong sebesar 11,52% yang nilainya menjadi USD6,81 miliar dan barang konsumsi US$174,5 juta atau 2,77%. Sebaliknya, impor barang modal justru meningkat US$720,9 juta atau 6,51%.