Ilustrasi Bank Indonesia.
Finansial

BI Diperkirakan Baru Akan Turunkan Suku Bunga pada Kuartal II-2024, Ini Alasannya

  • Sebelumnya Bank Indonesia (BI) diproyeksikan menurukankan suku bunga pada penghujung 2023.
Finansial
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan baru akan menurunkan suku bunga acuannya pada kuartal II-2024. Padahal, sebelumnya BI diproyeksikan menurukankan suku bunga pada penghujung 2023.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, saat ini para ekonom memproyeksikan BI baru akan akan menurunkan suku bunganya tahun depan karena alasan tertentu.

Salah satu faktor yang mendasari proyeksi tersebut adalah perekonomian AS yang sudah mulai membaik dan inflasi yang mulai mendekati target 2%.

Akan tetapi, berhubung saat ini inflasi AS masih berada di kisaran 3%, BI belum bisa menurunkan suku bunga acuannya di tahun ini.

"Pergeseran proyeksi ini disebabkan oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kembali melemah. Pasalnya, ini akan berdampak pada inflasi impor," ujar Ibrahim kepada wartawan, Rabu, 13 September 2023.

Dengan nilai kurs rupiah yang tertekan dan pada gilirannya dapat berdampak kepada perkembangan inflasi impor, suku bunga acuan BI dikatakan Ibrahim masih harus di tahan di 5,75%.

Penahanan tersebut masih harus ditempuh meskipun inflasi di dalam negeri sudah mencapai kisaran target BI 2%-4%, yakni di level 3,27% secara tahunan pada Agustus 2023.

Kemudian, BI juga masih menunggu sinyal dari The Fed untuk berhenti dan mulai menurunkan suku bunga acuannya, yang mana ketentuan arah kebijakan tersebut dipengaruhi oleh tingkat inflasi di negeri Paman Sam.

"Semakin memburuknya ekonomi di AS, tentu akan mempercepat sinyal turunnya suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate. Berdasarkan data historis, bila The Fed menaikkan suku bunga secara agresif, maka akan tumbuh kemungkinan terjadinya resesi.

Ibrahim menyebutkan bahwa dampak dari suku bunga The Fed yang ketat itu bisa berlangsung hingga 1-2 tahun ke depan.

"Sehingga para ekonom bisa memperkirakan apabila ekonomi AS mengalami resesi, hal tersebut akan berdampak pada tren hiperinflasi menurun," pungkas Ibrahim.