Bank Indonesia
Makroekonomi

BI Diprediksi Tahan Suku Bunga di Level 6 Persen

  • Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada tingkat 6% pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 20-21 Februari 2024. Prediksi ini didasarkan pada penilaian bahwa inflasi di dalam negeri saat ini masih dapat terjaga dengan baik.
Makroekonomi
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mempertahankan suku bunga pada pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, Rabu, 21 Februari 2024. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada tingkat 6% pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 20-21 Februari 2024. Prediksi ini didasarkan pada penilaian bahwa inflasi di dalam negeri saat ini masih dapat terjaga dengan baik.

“BI diperkirakan bakal menahan suku kembali referensi alias BI Rate tetap di level 6% pada pertemuan 20-21 Februari 2024 lantaran inflasi dalam negeri saat ini tetap dapat terjaga,” kata Ibrahim dikutip dari risetnya, Rabu, 21 Februari 2024.

Data terakhir pada bulan Januari 2024 menunjukkan bahwa tingkat inflasi tahunan mencapai 2,57%, menurun signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,2%. 

Meskipun demikian, Ibrahim Assuaibi mengingatkan bahwa ada potensi peningkatan inflasi dalam dua bulan mendatang, terutama akibat kenaikan harga beras dan faktor musiman bulan Ramadhan.

Namun demikian, nilai tukar rupiah yang sempat mengalami depresiasi di awal tahun 2024, kini mengalami penurunan volatilitas seiring masuknya bulan Februari. 

Menurut prediksi, rupiah akan menunjukkan stabilitas nilai tukar yang cenderung menguat sepanjang tahun 2024. Hal ini didukung oleh meredanya ketidakpastian di pasar global, penurunan imbal hasil (yield) obligasi negara maju, dan penurunan tekanan penguatan dolar AS.

Adapun faktor-faktor eksternal yang turut berpengaruh adalah kekuatan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India. Kedua negara ini diharapkan tetap kuat berkat konsumsi rumah tangga dan investasi yang terus mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprediksi melambat karena konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih lesu. Pelemahan sektor properti dan keterbatasan stimulus fiskal menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Dengan demikian, prospek ekonomi global yang lebih kondusif di tahun 2024, bersama dengan kebijakan moneter yang stabil dari Bank Indonesia, diharapkan dapat mendukung stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah di Indonesia. 

Meskipun masih terdapat risiko kenaikan inflasi dalam beberapa bulan mendatang, kecenderungan umumnya menunjukkan arah positif bagi perekonomian Indonesia. Rupiah diharapkan dapat mempertahankan stabilitasnya dan bahkan menguat seiring dengan berjalannya waktu.

Ibrahim pun mengatakan, pelaku pasar belakangan ini sedang mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga lebih awal oleh The Fed setelah melihat serangkaian data inflasi AS yang melampaui perkiraan pada bulan Januari. 

Sementara itu, beberapa pejabat Fed juga memberi peringatan agar tidak mengandalkan penurunan suku bunga yang lebih cepat.

Risalah pertemuan terakhir The Fed, yang dijadwalkan pada hari Rabu, diperkirakan akan menjadi sorotan utama bagi para investor minggu ini. 

Pasar uang memperkirakan penurunan suku bunga The Fed sekitar 90 basis poin tahun ini, mengalami penurunan tajam dari sekitar 145 basis poin pada awal Februari.