<p>Gedung Bank Indonesia. / Facebook @BankIndonesiaOfficial</p>
Industri

BI Disarankan Tahan Suku Bunga Acuan 4,5%

  • Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memberikan saran Bank Indonesia (BI) agar mempertahankan suku bunga acuan di level 4,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.

Industri

Aprilia Ciptaning

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memberikan saran Bank Indonesia (BI) agar mempertahankan suku bunga acuan di level 4,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.

Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan, hal itu perlu dilakukan BI untuk menjaga yield differential sehingga dapat mengantisipasi kemumgkinan terjadinya pelarian modal.

“Dengan melihat perlunya menjaga stabilitas rupiah dalam jangka pendek di tengah ketidakpastian COVID-19, sebaiknya BI menahan suku bunga kebijakannya,” tutur Teuku dalam laporan yang dirilis di Jakarta, Senin, 18 Mei 2020.

Menurutnya, investor bisa saja memindahkan aset mereka ke negara-negara yang dianggap safe-haven apabila suku bunga kebijakan BI dianggap lebih rendah. Selain itu, rendahnya suku bunga juga dapat memicu fluktuasi nilai tukar rupiah.

Dalam waktu dekat, lanjutnya, BI masih memiliki ruang yang memadai untuk menurunkan suku bunga dikarenakan kondisi inflasi yang stabil.

Ia merinci data inflasi pada bulan April 2020 tercatat lebih landai dari perkiraan, yakni sebesar 0,08% month-to-month (mtm).

“Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi COVID-19 menyebabkan inflasi rendah. Padahal, inflasi biasanya cenderung meningkat menuju periode awal Ramadan,” kata Teuku.

Ke depannya, lembaga akademisi ini memprediksi inflasi akan rendah di dekat batas bawah target bank sentral sebesar 3% plus minus 1%, namun tetap terkendali.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 yang sebesar 2,97% year-on-year (yoy), juga lebih rendah daripada prediksi BI sebesar 4% yoy.

Maka dari itu, Teuku dan kawan-kawan juga memperkirakan masih ada tekanan lebih lanjut di kuartal II dan kuartal III-2020 disebabkan oleh melemahnya permintaan, gangguan rantai pasok global, dan rendahnya harga komoditas global. (SKO)