<p>Gedung Bank Indonesia. / Facebook @BankIndonesiaOfficial</p>
Industri

BI &#038; OJK Pastikan Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga

  • JAKARTA – Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan sistem keuangan di Tanah Air masih terjaga hingga Mei 2020 meskipun tertekan oleh pandemi COVID-19. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, stabilitas sistem keuangan masih terjaga, tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan yang masih tinggi sebesar 21,63% pada Maret 2020. Di samping […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan sistem keuangan di Tanah Air masih terjaga hingga Mei 2020 meskipun tertekan oleh pandemi COVID-19.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, stabilitas sistem keuangan masih terjaga, tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan yang masih tinggi sebesar 21,63% pada Maret 2020.

Di samping itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap rendah, yakni 2,77% secara gross dan 1,02% secara net.

Meskipun demikian, terkait penyaluran kredit perbankan, BI akan terus memperhatikan sejalan dengan pelemahan permintaan domestik. Menurut Perry, perbankan harus tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit akibat meluasnya pandemi COVID-19.

Tercatat, pada Maret 2020 pertumbuhan kredit melemah menjadi 7,95% year-on-year (yoy), sedanngkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya 9,54% yoy.

Akan tetapi, hal ini terbantu dengan likuiditas perbankan yang masih memadai sehigga mendukung keberlanjutan penurunan suku bunga. Pada triwulan I-2020, rasio alat likuid terhadap DPK tetap tinggi, yakni 24,16%, dan rata-rata harian volume pasar uang antar bank (PUAB) mencapai Rp9,2 triliun pada April 2020.

Perkembangan tersebut, kata Perry, mendukung transmisi pelonggaran kebijakan moneter ke pasar uang dan perbankan. Di samping itu, kebijakan BI juga ikut andil atas terjaganya likuiditas perbankan.

Sebagai informasi, awal 2020 BI telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan untuk mendorong pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional.

Pada Januari-April 2020, injeksi yang diberikan sebesar Rp415,8 triliun melalui pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder, transaksi term repo perbankan, swap valas, dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah.

Sementara untuk Mei 2020, injeksi kembali dilakukan senilai Rp167,7 triliun melalui penurunan GWM rupiah, tidak diberlakukannya tambahan giro bagi perbankan yang tidak memenuhi Rasio Intermediasi Perbankan (RIM), serta term repo perbankan dan swap valuta asing (valas).

Secara keseluruhan, hingga 15 Mei 2020, total injeksi likuiditas yang telah dilakukan oleh BI mencapai Rp583,5 triliun.

Sementara itu, OJK memperhatikan dampak COVID-19 yang relatif mulai memberikan tekanan terhadap sektor jasa keuangan, meski demikian kondisi stabilitas sistem keuangan sampai Mei 2020 tetap terjaga dengan kinerja intermediasi yang positif.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo menjelaskan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan tumbuh sejalan dengan perlambatan ekonomi.

Kredit perbankan pada April 2020 tumbuh 5,73% yoy, sementara piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 0,8% yoy. Dari sisi penghimpunan dana, dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,08% yoy.

Pada April 2020, industri asuransi berhasil menghimpun pertambahan premi sebesar Rp15,7 triliun. Sampai 26 Mei 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal tercatat mencapai Rp32,6 triliun dengan 22 emiten baru.

Di dalam pipeline terdapat 67 emiten yang akan melakukan penawaran umum (initial public offering/IPO) dengan total indikasi penawaran sebesar Rp1,6 triliun.

Sampai dengan 20 Mei 2020, pasar saham ditutup di level 4.546 atau sedikit melemah sebesar 3,6% (month-to-date/mtd), sedangkan pasar SBN relatif stabil dengan yield rata-rata menguat sebesar 11,9 basis poin (mtd) .

Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp12,5 triliun (mtd) yang terdiri atas pasar saham Rp8 triliun dan pasar SBN Rp4,5 triliun, berbeda dengan April yang masih mencatatkan net sell sebesar Rp10,9 triliun.

Sementara itu, menurut Anto, profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020 masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,89%, NPL net bank umum konvensional (BUK) 1,09% dan rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) sebesar 3,25%.

Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio posisi devisa neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%. Sedangkan likuiditas dan permodalan perbankan terjaga stabil pada level yang memadai.

Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK April 2020 terpantau pada level 117,8% dan 25,14%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Adapun capital adequacy ratio BUK tercatat sebesar 22,13% serta risk-based capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 651% dan 309%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.

OJK senantiasa memantau perkembangan pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian global dan domestik.

“OJK juga akan terus menyiapkan berbagai kebijakan sesuai kewenangannya menjaga stabilitas industri jasa keuangan, melindungi konsumen sektor jasa keuangan serta mendorong pembangunan ekonomi nasional,” kata Anto dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 29 Mei 2020.

Dalam upaya memitigasi dampak pelemahan ekonomi dan menjaga ruang untuk peran intermediasi sektor jasa keuangan, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan stimulus lanjutan yang telah disampaikan OJK pada pekan ini. (SKO)