BI Prioritaskan UMKM di Tengah Tekanan pada Rupiah
- Dalam situasi ketidakpastian geopolitik dan tantangan global, termasuk dinamika politik di Amerika Serikat, BI memprioritaskan stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah ini dianggap krusial untuk menjaga daya saing ekonomi Indonesia di pasar internasional sekaligus memitigasi dampak dari tekanan eksternal.
Makroekonomi
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 6%. Kebijakan ini juga mencakup suku bunga deposit facility di 5,25% dan lending facility di 6,75%. Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan berbagai faktor domestik dan global yang memengaruhi perekonomian Indonesia.
Tujuan utama kebijakan moneter ini untuk menjaga tingkat inflasi agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, yakni 2,5% ± 1% pada periode 2024-2025. Di sisi lain, BI berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan kondisi moneter yang kondusif.
Dalam situasi ketidakpastian geopolitik dan tantangan global, termasuk dinamika politik di Amerika Serikat, BI memprioritaskan stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah ini dianggap krusial untuk menjaga daya saing ekonomi Indonesia di pasar internasional sekaligus memitigasi dampak dari tekanan eksternal.
Perry mengatakan, keputusan ini konsisten dengan arahan kebijakan moneter untuk memastikan inflasi dengan sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025.
- OJK Fokus Mitigasi Risiko dan Kepercayaan Lender usai Kasus KoinWorks
- Lindungi Nasabah dari Risiko Finansial Akibat Penyakit Kritis, BCA Life dan BCA Luncurkan STAR
- Harga Emas 19 Desember 2024 Menukik Tajam
Nilai Tukar Rupiah Tertekan Pasca Keputusan Suku Bunga BI
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencatatkan pelemahan signifikan dalam perdagangan terbaru. Tekanan terhadap rupiah terjadi setelah pengumuman suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve (The Fed).
Kebijakan moneter dari kedua bank sentral tersebut memengaruhi sentimen pasar, mendorong pelemahan mata uang Indonesia di tengah ketidakpastian global. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengalami penurunan sebesar 135 poin atau setara 0,84% dibandingkan hari sebelumnya, ditutup pada level Rp16.233 per dolar AS.
Sementara itu, data dari Yahoo Finance menunjukkan pelemahan yang lebih tajam, yakni 160 poin atau sekitar 1%, dengan nilai tukar rupiah mencapai Rp16.244 per dolar AS. Perbedaan angka dari kedua sumber ini mencerminkan dinamika pasar yang sangat volatil.
Pelemahan nilai tukar ini menunjukkan tantangan yang dihadapi rupiah di tengah gejolak ekonomi global, termasuk dampak kenaikan suku bunga The Fed yang memperkuat dolar AS.
Di sisi lain, keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga di level 6% menunjukkan langkah yang hati-hati dalam menjaga stabilitas moneter domestik. Hal ini membuat pasar lebih berhati-hati, terutama dalam menghadapi aliran modal keluar dari pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Pelemahan ini juga memengaruhi berbagai sektor di dalam negeri, termasuk importir yang bergantung pada dolar AS. Pemerintah dan otoritas moneter perlu mengambil langkah proaktif untuk menstabilkan nilai tukar rupiah agar tidak semakin tertekan di tengah tantangan ekonomi global.
- OJK Fokus Mitigasi Risiko dan Kepercayaan Lender usai Kasus KoinWorks
- Lindungi Nasabah dari Risiko Finansial Akibat Penyakit Kritis, BCA Life dan BCA Luncurkan STAR
- Harga Emas 19 Desember 2024 Menukik Tajam
UMKM Jadi Prioritas
Bank Indonesia (BI) juga mengarahkan kebijakan makroprudensial guna mendukung penyaluran kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta ekonomi hijau.
Kebijakan ini tidak hanya bertujuan mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang memiliki peran vital dalam perekonomian nasional, tetapi juga menjaga stabilitas sistem keuangan dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Dukungan terhadap sektor UMKM diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing produk lokal.
Sementara pembiayaan ke sektor ekonomi hijau akan mendorong keberlanjutan lingkungan dan transisi menuju ekonomi rendah karbon. “Serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, dikutip Kamis, 19 Desember 2024.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan digitalisasi, BI juga terus memperkuat infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran untuk menciptakan ekosistem pembayaran yang lebih efisien, cepat, dan terjangkau bagi masyarakat.
Peningkatan ini akan mendukung pertumbuhan sektor perdagangan, termasuk UMKM, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Inisiatif seperti perluasan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan peningkatan akses layanan digital diharapkan dapat mempercepat inklusi keuangan di berbagai wilayah, terutama di daerah terpencil.
Melihat dinamika ekonomi global dan domestik, BI senantiasa memantau perkembangan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan berbagai indikator ekonomi lainnya. Berdasarkan evaluasi yang komprehensif, BI membuka peluang untuk melakukan penyesuaian suku bunga, termasuk kemungkinan menurunkannya guna memberikan stimulus lebih besar bagi perekonomian.
Pendekatan yang seimbang antara stabilitas dan pertumbuhan ini diharapkan dapat memperkuat fundamental ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Dengan mengedepankan sinergi antara kebijakan moneter, makroprudensial, dan digitalisasi sistem keuangan.