<p>Warga berbelanja di los sayur dan buah  di Pasar Bersih Sentul City, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 15 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

BI Revisi Naik Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia, Tapi RI Justru Turun

  • BI justru menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2021 yaitu akan berada pada kisaran 4,1% sampai 5,1% dari perkiraan sebelumnya 4,3% sampai 5,3%.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Bank Indonesia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 menjadi 5,7% atau lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya yaitu sebesar 5,1%.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini tumbuh 5,7% akan didorong oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan negara lainnya.

“Perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya dengan proses pemulihan global yang semakin tidak merata antarnegara,” katanya dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Selasa, 20 April 2021.

Perry mengatakan perbaikan ekonomi AS diperkirakan semakin kuat sejalan dengan proses vaksinasi yang berjalan lancar dan tambahan stimulus fiskal yang lebih besar.

Sementara pemulihan ekonomi untuk China yang lebih tinggi ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan global.

Tak hanya itu, pemulihan ekonomi global yang lebih tinggi terkonfirmasi oleh perkembangan sejumlah indikator dini pada Maret 2021 seperti Purchasing Managers Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa negara yang terus meningkat.

Perry menuturkan volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga terus meningkat sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang yang lebih tinggi termasuk Indonesia.

Di sisi lain, ia menilai ketidakpastian pasar keuangan dan volatilitas yield US Treasury masih berlangsung seiring lebih baiknya perbaikan ekonomi di Amerika Serikat dan persepsi pasar terhadap arah kebijakan The Fed.

Menurutnya, perkembangan ini berpengaruh terhadap aliran modal masuk ke sebagian besar negara berkembang yang lebih rendah, dan berdampak pada tekanan mata uang di berbagai negara tersebut termasuk Indonesia.

Ia menyebutkan nilai tukar rupiah per 19 April 2021 tercatat depresiasi 1,16% secara rerata dan 0,15% secara point to point dibandingkan dengan level akhir Maret 2021.

Perkembangan tersebut terjadi seiring masih berlangsungnya ketidakpastian pasar keuangan yang menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik.

Dengan perkembangan ini, rupiah sampai 19 April 2021 tercatat depresiasi sekitar 3,42% (year-to-date/ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020 atau relatif lebih rendah dibanding negara berkembang lain seperti Brasil, Turki, dan Thailand.

“BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” tegasnya.

Ekonomi RI Revisi Turun
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. / Facebook @BankIndonesiaOfficial

Sementara itu, BI justru menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2021 yaitu akan berada pada kisaran 4,1% sampai 5,1% dari perkiraan sebelumnya 4,3% sampai 5,3%.

Perry menyatakan revisi proyeksi ini didasarkan oleh konsumsi swasta yang masih terbatas hingga Maret 2021 sejalan dengan pembatasan mobilitas manusia dalam rangka upaya pemerintah mengakselerasi program vaksinasi.

“Kita melihat pada triwulan I dan II meski terjadi vaksinasi tentu ada pembatasan. Pembatasan mobilitas manusia itu menyebabkan kenapa tingkat kenaikan konsumsi swasta tidak setinggi yang diperkirakan,” katanya.

Perry mengatakan sebenarnya konsumsi mengalami peningkatan yang terlihat dari berbagai indikator seperti ekspektasi konsumen dan penjualan ritel namun kenaikan tersebut masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Meski demikian, Perry menuturkan perbaikan ekonomi masih akan terus berlanjut hingga triwulan IV yang didukung oleh perbaikan kinerja ekspor, berlanjutnya stimulus fiskal, dan perbaikan investasi sebagaimana tercermin pada peningkatan PMI manufaktur.

Ia menyebutkan kinerja ekspor diprakirakan terus membaik dan lebih tinggi dari proyeksi awal tahun terutama didorong oleh komoditas CPO, bijih logam, pulp and waste paper, serta kendaraan bermotor dan besi baja.

Peningkatan ekspor tersebut ditopang oleh kenaikan permintaan dari negara mitra dagang utama khususnya China.

Secara spasial, kinerja ekspor yang membaik terjadi di wilayah Jawa dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua).

Sementara itu, Perry mengatakan stimulus fiskal pemerintah dalam bentuk bantuan sosial, belanja barang dan belanja modal juga terus meningkat lebih tinggi dari perkiraan.

“Implementasi vaksinasi dan disiplin dalam penerapan protokol COVID-19 tetap diperlukan untuk mendukung percepatan perbaikan permintaan domestik,” tegasnya. (SKO)