BI Siapkan Instrumen Pinjaman untuk Bank Bermasalah
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tengah menggodok kebijakan instrumen pinjaman likuiditas khusus (PLK) bagi bank yang bermasalah secara sistemik. Asisten Gubernur sekaligus Kepala Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengatakan, PLK tersebut ditujukan untuk bank yang masih membutuhkan tambahan likuiditas. “Penting untuk bank sistemik jika sudah mengakses PLK dan masih […]
Industri
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tengah menggodok kebijakan instrumen pinjaman likuiditas khusus (PLK) bagi bank yang bermasalah secara sistemik.
Asisten Gubernur sekaligus Kepala Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengatakan, PLK tersebut ditujukan untuk bank yang masih membutuhkan tambahan likuiditas.
“Penting untuk bank sistemik jika sudah mengakses PLK dan masih memerlukan tambahan likuiditas,” ungkapnya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis, 23 Juli 2020.
Selain itu, ujarnya, kebijakan PLK ini dibutuhkan untuk menjaga kesehatan bank supaya tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan bank lain.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Juda juga mengungkapkan, BI tengah menyiapkan penyempurnaan kebijakan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) untuk bank yang kekurangan likuiditas, namun masih sanggup membayar utang (solvent).
Instrumen PLJP, jelasnya, diberikan oleh BI kepada bank yang arus dana masuknya lebih kecil daripada dana yang keluar. Bank tersebut membutuhkan instrumen lain selain pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM).
Hingga 14 Juli 2020, diketahui BI telah melakukan quantitative easing di perbankan kurang lebih Rp633,24 triliun, termasuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rp155 triliun dan ekspansi moneter Rp462,4 triliun.
Selain itu, BI juga memangkas suku bunga acuan atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin dari 4,25% menjadi 4%, suku bunga depocit facility dan lending facility masing-masing 25 bps, yakni menjadi 3,25% dan 4,75%.
Juda pun berharap, nantinya kebijakan PLJP dapat mempercepat in case jika bank mengalami masalah likuiditas temporer.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa kondisi likuiditas perbankan saat ini masih cukup baik, tercermin dari rasio Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 25-26% per Juni 2020. Sementara itu, rasio kecukupan modal atau capital adequacy (CAR) sebesar 22,14% dengan pertumbuhan DPK 8-9%.