BI Sudah Guyur Likuiditas Bank Rp662,1 Triliun
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penambahan likuiditas perbankan dilakukan melalui pelonggaran kebijakan moneter untuk mendorong pemulihan ekonomi dampak pandemi COVID-19.
Industri
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menambah likuiditas perbankan hingga 15 September 2020 mencapai sekitar Rp662,1 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penambahan likuiditas perbankan dilakukan melalui pelonggaran kebijakan moneter untuk mendorong pemulihan ekonomi dampak pandemi COVID-19.
“Kondisi likuiditas lebih dari cukup sehingga terus mendorong penurunan suku bunga dan kondusif bagi pembiayaan perekonomian,” kata Perry Warjiyo usai mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode September 2020 di Jakarta, Kamis, 17 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut dia, penambahan likuiditas kepada perbankan itu di antaranya melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp491,3 triliun.
Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 29,22% pada Agustus 2020 dan rendahnya suku bunga Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) overnight, sekitar 3,31% pada Agustus 2020.
Suku Bunga Acuan
Gubernur BI menambahkan rendahnya suku bunga acuan yang saat ini dipertahankan sebesar 4% berkontribusi menurunkan suku bunga deposito pada Agustus 2020 dari 5,63% pada Juli menjadi 5,49%.
Selain itu juga menurunkan bunga kredit modal kerja dari 9,47% pada Juli 2020 menjadi 9,44% pada Agustus 2020.
“Dalam kondisi ini ketersediaan dana itu lebih menentukan daripada suku bunga. Apalagi suku bunga sudah rendah dalam konteks untuk penyaluran kredit,” katanya.
Meski begitu ia mengakui faktor permintaan juga mempengaruhi dengan didorong mobilitas manusia, permintaan domestik, konsumsi, ekspor, dan investasi.
Semua itu, kata dia, dipengaruhi stimulus fiskal yang diberikan pemerintah. Misalnya, kecepatan realisasi anggaran, restrukturisasi kredit, penjaminan kredit, hingga subsidi bunga.
“Ke depan ekspansi moneter BI yang sementara ini masih tertahan di perbankan. Diharapkan dapat lebih efektif mendorong pemulihan ekonomi nasional sejalan percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan,” katanya. (SKO)