BI Sudah Kucurkan Rp503,8 Triliun Pelonggaran Moneter Tangkal Efek Corona
Bank Indonesia menginjeksi likuiditas sebesar Rp503,8 triliun melalui kebijakan pelonggaran moneter atau quantitative easing (QE) untuk mendukung likuiditas perbankan yang diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Industri
Bank Indonesia menginjeksi likuiditas sebesar Rp503,8 triliun melalui kebijakan pelonggaran moneter atau quantitative easing (QE) untuk mendukung likuiditas perbankan yang diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kebijakan pelonggaran moneter telah dilakukan sejak Januari hingga April, terutama selama periode pandemi wabah virus corona (COVID-19).
“Jumlah quantitative easing yang dilakukan BI Rp503,8 triliun semuanya terdiri dari QE yang kami lakukan dari Januari-April 2020 mencapai Rp386 triliun,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keterangan pers secara daring di Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dia merinci total injeksi periode Januari-April 2020 itu terdiri dari pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder yang dilepas investor asing sebesar Rp166,2 triliun.
Selain itu, QE juga bersumber dari term repo atau perjanjian pembelian kembali SBN perbankan termasuk korporasi yang memiliki SBN dengan jumlah mencapai Rp137,1 triliun.
Selanjutnya, penurunan giro wajib minimum (GWM) pada Januari dan April 2020 mencapai Rp53 triliun dan swap valuta asing mencapai Rp29,7 triliun.
Kemudian untuk periode Mei 2020, kebijakan penurunan GWM 2% sebesar Rp102 triliun sesuai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang akan berlaku pada 4 Mei 2020.
Selain itu, tambahan likuiditas dari kebijakan BI yang tidak mewajibkan selama satu tahun bagi bank yang tidak memenuhi rasio intermediasi makro prudensial senilai Rp15,8 triliun.
Meski sudah melakukan injeksi likuiditas, lanjut dia, untuk menggerakkan sektor riil diperlukan percepatan kebijakan stimulus fiskal yang sudah diumumkan pemerintah karena kebijakan moneter tidak bisa langsung berdampak ke sektor riil.
“Ini kemudian perlu pemerintah mempercepat stimulus fiskalnya sehingga QE bisa mengalir dari perbankan kepada sektor riil. Stimulus fiskal diperlukan untuk mendorong sektor riil,” katanya.
Pemerintah sebelumnya sudah menggelontorkan stimulus fiskal senilai Rp225 triliun untuk belanja penanganan COVID-19 terdiri dari kesehatan Rp75 triliun, jaring pengaman sosial Rp110 triliun dan dukungan dunia usaha dan industri Rp70 triliun.
Selain kebijakan fiskal, kebijakan restrukturisasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada perbankan bagi debitur yang terdampak COVID-19 juga berperan menggerakkan sektor riil.
Borong SBN Rp2,3 Triliun
Sementara itu, bank sentral mulai membeli lelang SBN di pasar perdana pada Selasa, 28 April 2020, mencapai Rp2,3 triliun pada tahap pertama dari total nilai lelang yang dimenangkan sebesar Rp16,6 triliun dan akan kembali ikut dalam lelang tambahan pada Rabu ini.
“Jadi untuk BI kami bid (tawar) Rp7,5 triliun, dimenangkan Rp2,3 triliun,” kata pejabat karier di BI ini.
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Iowa State University Amerika Serikat ini menyebutkan, sisa sebesar Rp14,3 triliun lelang SBN dipenuhi dari pelaku pasar.
Dia menjelaskan target lelang SBN yang diumumkan Kementerian Keuangan mencapai Rp20 triliun dan maksimal Rp40 triliun dengan penawaran atau bid yang masuk mencapai Rp44,4 triliun.
Dari target maksimal lelang surat utang tersebut, total lelang yang dimenangkan mencapai Rp16,6 triliun. Imbal hasil atau yield SBN untuk tenor 10 tahun, lanjut dia, sebesar 8,08%.
Dalam lelang SBN di pasar perdana itu, Perry menegaskan bahwa bank sentral itu sebagai non-competitive bidder atau pihak yang tidak ikut dalam perhitungan harga di pasar.
Sesuai kesepakatan antara BI dengan Kementerian Keuangan, di pasar non-competitive bidder itu bank sentral ini maksimum bisa membeli sebesar 25% dari target maksimal atau sekitar Rp10 triliun lelang tahap pertama SBN.
“Tapi kami dahulukan pelaku pasar sehingga dalam non-competitive bidder, kami tawar Rp7,5 triliun,” katanya.
Rencananya, lanjut dia, pemerintah Rabu ini akan kembali membuka lelang tambahan atau greenshoe auction mengingat target lelang SBN pada Selasa, 28 April 2020, masih belum terpenuhi sekitar Rp23,38 triliun dari target maksimum Rp40 triliun.
BI, kata dia, akan ikut terlibat dalam lelang kedua ini dengan penawaran (bid) awal yang sama mencapai Rp7,5 triliun.
Apabila dalam lelang tahap kedua ini target masih belum terpenuhi, pemerintah akan melakukan lelang SBN melalui tahap private placement yang bisa diikuti perbankan dan BI dengan harga yang mengacu pada harga pasar terkini diterbitkan oleh Pedagang Harga Efek Indonesia (PHEI).
Perry yakin, dengan mekanisme tersebut defisit fiskal untuk penanganan COVID-19 bisa dipenuhi dari pasar. (SKO)