Gubernur BI Perry Warjiyo
Nasional

BI Tahan Suku Bunga Acuan di 3,5 Persen per Juni 2022

  • "Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara," kata Perry.
Nasional
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5%.

Hal itu diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Penguman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis, 23 Juni 2022.

"RDG Bank Indonesia pada 22 dan 23 Juni 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI-7 Days Reverse Repo Rate tetap sebesar 3,5%," ujar Perry.

Kemudian, suku bunga deposit facility pun dipertahankan di level 2,75% dan suku bunga lending facility di posisi 4,25%.

"Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara," kata Perry.

Perry pun menuturkan bahwa untuk beberapa waktu ke depan, ketidakpastian ekonomi global diperkirakan masih akan tinggi seiring dengan semakin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global, termasuk sebagai akibat dari semakin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan yang ditempuh oleh berbagai negara.

Oleh karena itu, BI menempuh berbagai langkah penguatan bauran kebijakan, yakni sebagai berikut:

1. memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya,

2. mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dan operasi moneter rupiah,

3. melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada komponen overhead SBDK,

4. melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif sistem kliring nasional Bank Indonesia (SKNBI) sebesar Rp1 dari BI ke bank, dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah, dan

5. memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama cross border payment connectivity.

"BI terus mencermati risiko tekanan inflasi ke depan, termasuk ekspetasi inflasi dan dampaknya kepada inflasi inti dan akan menempuh langkah-langkah normalisasi kebijakan moneter lanjutan sesuai dengan data dan kondisi yang berkembang," tegas Perry.