<p>Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. / Facebook @BankIndonesiaOfficial</p>
Industri

BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,5 Persen

  • Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan (BI-7DRR) di level 3,5% untuk menjaga nilai mata uang rupiah.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRR) di level 3,5%. BI juga menahan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility masing-masing sebesar 2,75% dan 4,25%.

“Keputusan ini menjaga perlu untuk menjaga nilai mata uang rupiah dan pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang berjalan rendah,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, kamis, 19 Agustus 2021.

Perry menilai suku bunga acuan BI yang akomodatif ini harus dilanjutkan untuk menjaga tren pemulihan di industri keuangan dalam negeri. Salah satunya untuk menerus tren pemulihan kredit perbankan di Juni 2021 yang sudah positif 0,5% year on year (yoy).

Selain itu, keputusan ini juga ditempuh untuk menopang pemulihan ekonomi yang diprediksi bakal tumbuh terbatas pada kuartal III-2021. Kendati demikian, BI masih memasang proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 3,5%-4,3% yoy.

Dengan menahan suku bunga acuan ini, BI berharap bisa memacu kinerja perbaikan konsumsi rumah tangga. Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga menguasai 57,6% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Kebijakan moneter ini juga menjadi penguat aliran dana masuk ke dalam negeri. Adapun Quantitative easing yang dilakukan BI pada Juli 2021 nilainya telah mencapai Rp114,5 triliun.

Sejalan dengan hal itu, Perry mengklaim kebijakan BI membuat nilai tukar rupiah tidak mengalami depresiasi terlalu dalam. Secara tagun berjalan (year to date/ytd), rupiah telah mengalami depresiasi 2,24%.

“Depresiasi rupiah lebih rendah dibandingkan Filipina, Malaysia dan Thailand. BI terus berkomitmen melakukan pengendalian nilai tukar rupiah," ucap Perry.

Di level internasional, BI memprediksi perbaikan ekonomi di China, Amerika Serikat, dan Eropa masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi global. Bank sentral pun tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi global di angka 5,8% yoy pada tahun ini

Kondisi itu menimbulkan keuntungan terhadap penguatan ekspor Indonesia yang mengalami surplus hingga US$2,59 miliar.

“Penguatan mata uang, momentum pemulihan ekonomi domestik diprediksi terus berlanjut. Sementara untuk di level global, ekonomi masih ditopang oleh perbaikan di AS, China, dan Eropa,” jelas Perry.