BI Yakin Ekonomi Indonesia Tidak Menuju Resesi, Ini Indikatornya
JAKARTA-Bank Indonesia (BI) yakin perekonomian Indonesia tahun 2020 tidak mengalami resesi di tengah pandemi COVID-19. Optimisme ini didukung sejumlah indikator perdagangan global termasuk ekspektasi masyarakat yang mulai menunjukkan tanda perbaikan. “Ini masih dini tapi menggambarkan kita tidak menuju suatu titik resesi sebagaimana dikhawatirkan banyak orang,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam webinar Mengelola […]
Industri
JAKARTA-Bank Indonesia (BI) yakin perekonomian Indonesia tahun 2020 tidak mengalami resesi di tengah pandemi COVID-19. Optimisme ini didukung sejumlah indikator perdagangan global termasuk ekspektasi masyarakat yang mulai menunjukkan tanda perbaikan.
“Ini masih dini tapi menggambarkan kita tidak menuju suatu titik resesi sebagaimana dikhawatirkan banyak orang,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam webinar Mengelola Disrupsi Teknologi Keuangan dan Perubahan Iklim di Jakarta, Jumat 3 Juli 2020.
Menurut dia, berdasarkan survei BI sebelumnya indikator ekspektasi masyarakat pada Mei 2020 berada pada titik yang landai, namun ada harapan penurunannya akan berhenti. Artinya, lanjut dia, ekspektasi positif dan optimisme mulai tumbuh terhadap perbaikan ekonomi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Indeks ekspektasi itu berada pada zona yang optimis dengan indeks 104,9, meski masih turun dibandingkan April 2020 mencapai 106,8.
Data sementara lainnya, lanjut dia, perdagangan dunia yang mulai dibuka salah satunya di China sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
Dampaknya, lanjut dia, indeks manufaktur Indonesia atau Purchasing Managers Index (PMI) berdasarkan data HIS Markit pada Mei naik mencapai 28,6, membaik dibandingkan April 2020 mencapai 27,5.
Sedangkan memasuki normal baru pada Juni 2020 kinerja PMI kembali terangkat menjadi 39,1. “Risiko investasi relatif pada perlambatan tertahan yang menandakan ada beberapa kegiatan manufaktur sudah mulai bergerak karena link dengan dibukanya ekspor ke China,” katanya dilansir dari Antara.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat nilai ekspor Indonesia pada Mei 2020 mencapai 10,53 miliar dolar AS atau surplus 2,1 miliar dolar AS dibandingkan impor 8,44 miliar dolar AS. Sebanyak 17,04 persen ekspor Indonesia menuju China dengan komoditas yang paling banyak diekspor di antaranya besi dan baja.
“Kinerja ekspor itu relatif ada beberapa komoditas emas, besi, dan baja, itu relatif baik dan dalam waktu dekat nikel sepanjang itu segera dibuka akan memberi dorongan ekspor,” katanya. Adapun kategori negara mengalami resesi apabila selama dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya negatif.
BPS sebelumnya mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2020 mencapai 2,97 persen atau menurun dibandingkan pertumbuhan rata-rata di atas 5 persen.
Namun, untuk triwulan kedua tahun ini, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi RI diperkirakan merosot bahkan Kementerian Keuangan memproyeksikan mencapai minus 3,8 persen. “Ini karena ada shock pada suplai dan permintaan juga disrupsi terhadap suplai,” imbuhnya.