Biang Kerok IHSG Tumbang dari Level Psikologis 6.000, Rupiah Jeblok Rp14.525
Kebijakan manajemen Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) yang akan mengurangi porsi investasi pada saham dan reksa dana telah memengaruhi kinerja IHSG.
Pasar Modal
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpental dari level psikologis 6.000 menutup perdagangan periode Maret 2021. Indeks komposit kembali ditutup melemah signifikan sebesar 1,42% ke level 5.985,52 pada akhir sesi perdagangan Rabu, 31 Maret 2021.
Di tengah pelemahan IHSG, nilai tukar rupiah juga mengalami tekanan pada perdagangan hari ini. Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,31% sebesar 45 poin ke level Rp14.525 per dolar AS.
Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang menyebut terdapat beberapa sebab terjadinya kondisi tersebut. Di antaranya kenaikan yield obligasi Amerika Serikat (AS) dan Indonesia dengan tenor 10 tahun.
“Sentimen lain yakni melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta turunnya harga komoditas,” ujarnya saat dihubungi TrenAsia.com, Rabu 31 Maret 2021.
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai sentimen negatif dari dalam negeri adalah proyeksi ekonomi pada kuartal I-2021 yang masih minus.
Kemudian, perpanjangan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro hingga 5 April 2021 juga disikapi negatif oleh para pelaku pasar.
“Aksi terorisme di Makassar dan kebakaran kilang minyak Balongan milik Pertamina yang masih berlangsung turut menjadi perhatian para investor,” imbuhnya kepada awak media.
Secara global, lanjut Nafan, kegagalan Archegos Capital Management yang gagal memenuhi margin call turut memberikan sentimen negatif yang memberatkan kinerja IHSG pada hari ini. Hal tersebut diperparah dengan adanya pertimbangan penerapan lockdown pada beberapa negara di Eropa.
“Memanasnya hubungan bilateral antara AS dengan Tiongkok serta wacana Joe Biden menaikkan tarif pajak juga disikapi negatif oleh para pelaku pasar. Di sisi lain, market prihatin dengan adanya kenaikan kasus COVID-19 secara global dan perkembangan mutasi virus corona,” tambahnya.
Dana Kelola BPJS Ketenagakerjaan
Di samping itu, Nafan bilang kebijakan manajemen Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) yang akan mengurangi porsi investasi pada saham dan reksa dana telah memengaruhi kinerja IHSG. Menurutnya, kebijakan ini menjadi sentimen tersendiri bagi pasar modal.
BPSTK sendiri di klaim sebagai institusi dalam negeri yang memiliki dana kelolaan terbesar di Indonesia dengan nilai mencapai lebih dari Rp450 triliun.
Kendati demikian, porsi yang ditempatkan pada saham dan mutual fund cenderung lebih kecil dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya.
- IHSG Masih Konsolidasi Usai Rilis BI Rate, Simak Saham EMTK, LSIP, ZYRX, dan WIKA
- Saham Pilihan Mirae Sekuritas Juni 2021: BBRI Ditendang Diganti PRDA, Temani ANTM hingga INCO
- IHSG Terancam Bearish Jelang Rilis BI Rate, Rekomendasi Saham AALI, SMRA, BNGA, dan GGRM
Pada kesempatan terpisah, Direktur Perdagangan dan Pengaturan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Laksono W Widodo menilai kebijakan investasi dari para pengelola dana publik merupakan kebijakan yang independen.
“Kami sebagai regulator Bursa menghargai keputusan dari para pengelola atau manajer investasi tersebut,” imbuhnya melalui pesan singkat kepada wartawan.
Ia menjelaskan bahwa besarnya dana kelolaan BPJSTK sebagian besar ditempatkan pada efek bersifat utang pemerintah dan swasta serta deposito. Dengan begitu, kebijakan tersebut kemungkinan besar tidak akan memengaruhi nilai transaksi di Bursa secara signifikan. (SKO)