<p>Presiden Direktur PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), Tri Boewono (kiri) bersama dengan Komisaris MDKA Garibaldi Thohir (tengah) dan Komisaris Independen MDKA M. Munir (kanan) di sela Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa (RUPST dan RUPSLB) di Jakarta, Rabu, 29 Juli 2020. MDKA mencatatkan kinerja gemilang pada 2019 dengan diselesaikannya proyek ekspansi oksida di Tambang Emas Tujuh Bukit serta produksi emas dan perak perusahaan melampaui target 2019 dibandingkan dari tahun sebelumnya. Dalam RUPSLB hari ini, para pemegang saham MDKA menyepakati untuk melakukan pembelian kembali saham atau _buyback_ sebanyak-banyaknya 2% saham dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan dengan alokasi dana maksimal Rp 568 miliar dilaksanakan secara bertahap sampai paling lama 18 bulan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Korporasi

Biang Kerok Merosotnya Laba Merdeka Copper

  • Biang keroknya ternyata ada di bunga obligasi yang naik jadi US$19,14 juta dari US$6,17 juta.

Korporasi

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Kabar tak mengenakan datang dari PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Laba bersih yang berhasil dikumpulkan pada kuartal I-2023 terjun bebas dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Dilaporkan dalam laporan keuangan, laba bersih MDKA amblas 95% secara tahunan (yoy) menjadi US$2,75 miliar dari posisi sebelumnya US$65,41 miliar.

Padahal, pendapatan usaha Merdeka Copper meningkat jadi US$214,21 miliar dari perolehan pada kuartal I-2022 senilai US$123,08 miliar. Di sisi lain, emiten tambang emas ini juga berhasil menekan sejumlah pos pengeluaran.

Misalnya saja, beban umum dan administrasi sukses diturunkan dari US$16,10 juta menjadi US$13,54 juta. Bahkan, beban pajak penghasilan turun dari US$21,53 juta menjadi US$2,57 juta.

Kenaikan Beban

Sayangnya, di beberapa pos justru terjadi kenaikan yang rupanya berdampak pada berkurangnya keuntungan perseroan. Pertama, beban pokok pendapatan lompat dari US$77,45 juta menjadi US$182,67 juta.

Berdasarkan catatan 34 laporan keuangan kuartal I-2023, Merdeka Copper merinci bahwa kenaikan biaya pengolahan menjadi beban terbesar. Jika tahun lalu biaya pengolahan hanya menyedot US$36,86 juta, pada periode ini nilainya berkali lipat menjadi US$189,08 juta. Selain itu, biaya pertambangan juga naik dari US$15,10 juta menjadi US$25,57 juta. 

Selanjutnya, beban keuangan juga meroket jadi US$22,77 juta dari sebelumnya hanya US$3,56 juta. Biang keroknya ternyata ada di bunga obligasi. Periode ini, bunga obligasi membebani neraca keuangan hingga US$19,14 juta. Padahal periode yang sama tahun lalu hanya senilai US$6,17 juta.

Juga, bunga pinjaman naik menjadi US$6,76 juta dari semula US$833.407 pada kuartal I-2022.