<p>Karyawati menunjukkan mata uang Rupiah dan Dolar di salah satu tempat penukaran uang atau Money Changer di kawasan Melawai, Jakarta, Senin, 9 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Biang Kerok Turunnya Cadangan Devisa RI: Volatilitas Pasar Global dan Kebijakan the Fed yang Bias

  • Tingginya volatilitas pasar global dan ketidakpastian arah suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) menjadi biang kerok menurunnya cadangan devisa Indonesia pada Mei 2023 menjadi US$139,3 miliar dari US$144,2 miliar pada bulan sebelumnya.

Nasional

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Tingginya volatilitas pasar global dan ketidakpastian arah suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) menjadi biang kerok menurunnya cadangan devisa Indonesia pada Mei 2023 menjadi US$139,3 miliar dari US$144,2 miliar pada bulan sebelumnya.

Ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan, penurunan cadangan devisa nasional disebabkan oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi meningkatnya kebutuhan likuiditas valas di industri perbankan seiring dengan terus pulihnya aktivitas ekonomi.

“Penurunan ini merupakan level terendah dalam lima bulan terakhir,” ujarnya melalui riset yang diterima TrenAsia.com, Senin, 12 Juni 2023.

 Selain itu, kata dia, terkoreksinya cadangan devisa Indonesia pada perideo Mei 2023 turut dipengaruhi oleh kebutuhan Bank Indonesia (BI) untuk menerapkan kebijakan stabilisasi pasar mata uang.

Menurutnya, pasar global mengalami kenaikan volatilitas yang cukup signifikan pada periode tersebut sebagai akibat dari ketidakpastian debt ceiling dan data inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan. “Data ketenagakerjaan AS juga melampaui ekspektasi konsensus.”

Volatilitas pasar global dan ketidakpastian atas arah suku bunga AS ke depan memberikan tekanan pada Rupiah yang ditutup pada Rp14.993 per dolar AS, terdepresiasi 2,2% month-on-moth (mom), depresiasi bulanan pertama kalinya dalam tiga bulan.

Kendati begitu, Rully memprediksi bahwa the Fed untuk pertama kalinya akan mempertahankan tingkat kebijakannya dalam kisaran 5,0% hingga 5,25% dalam 10 rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir.

“Pada Juni, kami mengantisipasi penurunan volatilitas pasar global setelah penyelesaian masalah plafon utang AS,” paparnya.

Mempertimbangkan kemungkinan yang meningkat dari resesi pada paruh kedua tahun 2023, Rully memproyeksikan penurunan bertahap dalam inflasi inti AS. “Akibatnya, kami yakin the Fed tidak perlu menerapkan kenaikan suku bunga lagi untuk sisa tahun ini.”