Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe (aa.com.tr)
Dunia

Bicarakan Restrukturisasi Utang, Presiden Sri Lanka Segera ke China

  • Wickremesinghe, yang juga menjabat sebagai Menteri Keuangan, telah memimpin upaya Sri Lanka untuk mengelola utang yang besar dan menjaga aliran dana dari program International Monetary Fund (IMF) sebesar US$2,9 miliar.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe akan mengunjungi China pekan depan untuk membicarakan restruksturisasi utang dengan pemberi pinjaman terbesarnya tersebut. 

Wickremesinghe mulai menjabat pada bulan Juli tahun lalu, setelah pemberontakan rakyat yang dipicu oleh kekacauan ekonomi, memaksa pendahulunya turun dari jabatannya. Dilansir dari Reuters, Jumat 13 Oktober 2023, kunjungannya ke Beijing pada tanggal 15-19 Oktober akan menjadi kunjungan pertamanya ke China sejak menjabat.

Wickremesinghe, yang juga menjabat sebagai Menteri Keuangan, telah memimpin upaya Sri Lanka untuk mengelola utang yang besar dan menjaga aliran dana dari program International Monetary Fund (IMF) sebesar US$2,9 miliar.

Dia akan menghadiri Forum Belt and Road di Beijing yang akan menandai peringatan 10 inisiatif yang diperjuangkan oleh Presiden China Xi Jinping untuk mengembangkan infrastruktur global dan jaringan energi. Wickremesinghe diperkirakan akan bertemu Xi di sela-sela forum. 

Pemimpin Sri Lanka itu juga dapat bertemu dengan menteri keuangan dan luar negeri China. Kantor media presiden dan Kementerian Luar Negeri Sri Lanka tidak segera memberikan tanggapan atas permintaan komentar. Sri Lanka memiliki utang sekitar US$7 miliar kepada pemberi pinjaman China, baik secara bilateral maupun komersial.

Negara tersebut telah mencapai kesepakatan dengan Export-Import Bank of China pada Kamis, 12 Oktober 2023, yang mencakup sekitar US$4,2 miliar utang yang masih belum lunas, tetapi masih dalam proses bekerja sama dengan pemberi pinjaman bilateral utama lainnya, termasuk Jepang dan India, untuk mencapai rencana restrukturisasi utang.

Sri Lanka mengalami kegagalan dalam membayar utang luar negerinya pada bulan Mei tahun lalu setelah cadangan dolar negara pulau dengan populasi 22 juta jiwa itu turun hingga mencapai titik di mana negara tersebut tidak lagi dapat membayar impor penting seperti bahan bakar dan obat-obatan.

Sri Lanka perlu mencapai kesepakatan dengan para kreditornya untuk melanjutkan tinjauan pertamanya terhadap program IMF, yang akan melepaskan transaksi kedua sekitar $334 juta. Transaksi pertama telah dilepaskan pada bulan Maret.

Negara ini telah menjadi penerima utama pinjaman di bawah inisiatif infrastruktur Belt and Road China, yang telah membantu dalam pembangunan jalan raya, pelabuhan, bandara, dan pembangkit listrik batu bara di Sri Lanka.