<p>Presiden Joko Widodo saat sosialisasi pengampunan pajak alias tax amnesty / Dok. BPMI Setpres</p>
Industri

Bidik Wajib Pajak Kelas Kakap, Pemerintah Buka Opsi Tax Amnesty Jilid II

  • Pemerintah tengah menggenjot penerimaan pajak demi mencapai defisit 3% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2023. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan langkah yang bakal ditempuh adalah membuka opsi pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Pemerintah tengah menggenjot penerimaan pajak demi mencapai defisit 3% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2023.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan langkah yang bakal ditempuh adalah membuka opsi pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.

Tax amnesty bakal dibahas dalam revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Di dalamnya (pembahasan RUU KUP) juga ada terkait dengan pengampunan pajak,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Rabu 19 Mei 2021 malam.

Airlangga mendorong wacana ini untuk segera dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam waktu dekat. Menurut Airlangga, kebijakan tax amnesty jilid II bisa efektif mendatangkan penerimaan negara.

“Presiden telah mengirim surat ke DPR dan segera dilakukan pembahasan. Harapannya begitu,” ujar Airlangga,

Untuk diketahui, tax amnesty jilid pertama digelar pemerintah pada 2016 hingga 2017 silam. Total penerimaan negara pada tax amnesty itu mencapai Rp135 triliun.

Penerimaan itu terdiri dari dana tebusan sebesar Rp114 triliun, pembayaran tunggakan Rp18,6 triliun, dan pembayaran bukti permulaan mencapai Rp1,75 triliun.

Kebijakan tax amnesty ini bergulir sebagai buntut dari rendahnya kesadaran pembayaran pajak di Indonesia. World Bank menempatkan tingkat kepatuhan pembayaran pajak (paying taxes indicator) Indonesia ke-112. (RCS)

Didukung Pengusaha

Wacana tax amnesty jilid II ini menuai dukungan dari kalangan pengusaha. Opsi ini, kata pengusaha, bisa menjadi solusi penerimaan pajak yang anjlok akibat berbagai kebijakan relaksasi.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani mengungkapkan, keberhasilan tax amnesty jilid pertama menjadi cerminan kebijakan ini efektif merangsang penerimaan negara dari Wajib Pajak (WP) kelas kakap.

“Kami dari dunia usaha, memang dari teman-teman pengusaha bagaimana kembali melakukan tax amnesty kedua ini tentunya karena melihat tax amnesty pertama itu berjalan dengan baik,” kata Rosan dalam sebuah Webinar belum lama ini.

Rosan menyebut tax amnesty jadi momentum yang tepat menjaring penerimaan dari ‘orang-orang kaya’. Hasil riset bertajuk Redistribution Via Taxation: The Limited Role of the Personal Income Tax in Developing Countries mengungkapkan pajak harusnya menjadi upaya terdepan bagi pemerintah mematok pendapatan dari masyarakat berpendapatan tinggi.

Riset tersebut juga membahas tax amnesty bisa mengurangi ketimpangan ekonomi di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pasalnya, pemerintah bisa mendistribusikan dana tax amnesty yang diterima kepada sederet program yang bisa menopang kesejahteraan masyarakat berpendapatan rendah.

Apalagi, rasio pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih sangat kecil dibandingkan negara tetangga. Rasio pajak Indonesia baru mencapai 10,8% PDB pada 2018. Angka itu lebih kecil dibandingkan rasio pajak Malaysia sebesar 12,5% PDB dan Singapura 13,2% PDB.(RCS)