Bikin Tekor Negara, Kementerian ESDM Malah Kasih Sinyal Lanjutkan HGBT
- Sejak program HGBT digulirkan, pemerintah telah kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp45,06 triliun
Energi
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif terang-terangan memberi sinyal akan melanjutkan program harga gas bumi tertentu (HGBT) yang akan berakhir tahun ini.
Arifin menyebut, kelanjutan program harga gas khusus industri ini tengah menjadi fokus pemerintah untuk menciptakan daya saing industri yang lebih kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
"InsyaAllah akan dilanjutkan dan kami juga tengah membangun lagi infrastrukturnya," kata Arifin di Jakarta pada Selasa, 7 April 2024.
Sinyal melanjutkan HGBT dari Kementerian ESDM bersebrangan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat ini, Sri Mulyani dan jajarannya sedang melakukan evaluasi terhadap keberlanjutan program HGBT yang telah berlangsung sejak April 2020 dan akan berakhir pada Desember tahun ini.
Evaluasi dilakukan menyusul besarnya penerimaan negara yang hilang akibat program harga gas US$6 per mmbtu yang ditujukan kepada 7 industri tertentu ini. Sejak program ini digulirkan, pemerintah telah kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp45,06 triliun.
Meskipun tidak menjadi bagian dari program subsidi energi yang tercantum dalam APBN, program harga gas murah untuk industri tertentu ini telah menggerogoti pendapatan negara.
Pasalnya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 121 Tahun 2020 tentang penetapan HGBT, penerimaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak boleh berkurang alias kept-whole untuk memasok gas murah kepada industri. Sehingga jika harga gas di hulu diturunkan, maka konsekuensinya penerimaan negara harus dikurangi.
Selama periode 2021-2023, berdasarkan perkiraan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian ESDM, nilai pendapatan negara yang hilang di sektor hulu migas akibat program HGBT mencapai sekitar Rp45,06 triliun.
Perinciannya, penerimaan negara tahun fiskal 2023 sekitar US$1 miliar atau setara dengan Rp15,67 triliun (kurs Rp15.676 per dolar AS), tahun 2021 sebesar Rp16,46 triliun dan Rp12,93 triliun pada tahun 2022.
Sementara selama hampir empat tahun ini, belum ada data riil yang disampaikan oleh kementerian terkait mengenai dampak ekonomi yang hasilkan dari para industri pengguna gas murah.
Mengacu pada Perpres 121 tahun 2020, 7 sektor industri tertentu penerima gas US$6 per mmbtu meliputi kelistrikan, pupuk, petrokimia, keramik, baja, sarung tangan dan oleokimia.