<p>Vaksin COVID-19 produksi Sinovac Biothech China. / Bbc.com</p>

Bio Farma: Harga Vaksin COVID-19 Sinovac Rp28.000 Hoax, Aslinya Rp200.000 Per Dosis

  • Jika mengacu pada ucapan Honesti, yakni per dosis vaksin Rp200.000, maka total harga 46 juta vaksin bisa mencapai Rp9,2 triliun. Lagi-lagi, itupun belum ditambah dengan harga produksi dan distribusi.

Fajar Yusuf Rasdianto

JAKARTA – Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir memastikan bahwa kabar terkait harga vaksin COVID-19 US$1,96 per dosis atau Rp28.812 (kurs Rp14.700 per dolar Amerika Serikat) adalah bohong alias hoax.

Harga vaksin aslinya justru jauh lebih mahal dari itu, yakni sekitar Rp200.000 per dosis. Harga ini kemungkinan bisa jauh lebih mahal lagi karena belum ditambah biaya produksi dan distribusi.

“Karena yang kita beli adalah bahan baku dan butuh proses untuk menjadikan vaksin jadi. Jadi ada biaya produksinya, termasuk biaya distribusinya,” terang Honesti saat dikonfirmasi TrenAsia.com, Selasa 13 Oktober 2020.

Adapun ongkos distribusi vaksin ini diperkirakan sekitar US$2 per dosis atau Rp29.400. Namun terkait harga produksinya, Honesti belum bisa menjawab.

TrenAsia.com sudah meminta perkiraan harga produksi dan total biaya pembelian vaksin tersebut kepada Honesti. Tetapi hingga berita ini dirilis, Honesti belum memberikan respons.

Kendati demikian, melalui rilis resmi Bio Farma yang dikirimkan ke sejumlah media, Honesti memastikan bahwa harga vaksin COVID-19 yang dibeli Bio Farma ini tidak akan membebankan keuangan negara.

“Intinya, Bio Farma berkimitmen untuk mendukung upaya pemerintah menghadirkan vaksin COVID-19 dengan harga yang terjangkau untuk memberi perlindungan bagi penduduk Indonesia,” ungkap Honesti.

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir, / Twitter @Menlu_RI
Total Biaya Capai Rp9,2 triliun

Di sisi lain, Honesti juga memastikan bahwa berita terkait ongkos pembelian 46 juta dosis vaksin Sinovac Biotech dengan harga US$90 juta atau Rp1,32 triliun juga tidak tepat. Pasalnya, harga per dosis vaksin yang dibeli Bio Farma tidak sebanding dengan perkiraan harga pembelian itu.

Jika mengacu pada ucapan Honesti di atas, yakni per dosis vaksin Rp200.000, maka total harga 46 juta vaksin bisa mencapai Rp9,2 triliun. Lagi-lagi, itupun belum ditambah dengan harga produksi dan distribusi.

“Informasi harga vaksin COVID-19 di Brasil, telah kami klarifikasi ke pihak Sinovac. Mereka sudah mengirimkan surat elektronik resmi ke Bio Farma, yang memastikan bahwa informasi dalam pemberitaan tentang kontrak pembelian 46 juta dosis dengan nilai kontrak US$90 juta dengan pemerintah Brasil tidak tepat,” kata dia.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, dalam penentuan harga vaksin COVID-19, ada beberapa faktor yang menentukan. Tergantung pada investasi studi klinis fase 3 terutama dalam uji efikasi skala besar.

“Demikian juga dengan penentuan harga di Indonesia, mengikuti prinsip-prinsip tadi. Dengan kata lain, skema pemberian harga vaksin COVID-19 ini, tidak dapat disamakan,” terang dia.

Penandatanganan kerja sama antara PT Bio Farma dan Sinovac Biotech China dalam pengadaan vaksin COVID-19. / Bumn.go.id
Jaminan Kualitas

Adapun Untuk menjaga dan menjamin kualitas vaksin COVID-19 mulai dari bahan baku dan lainnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan terbang ke Sinovac China untuk melakukan audit secara langsung. Proses pengembangan dan produksi vaksin corona akan ditengok langsung di fasilitas Sinovac di Beijing, China. Dalam hal ini, LP POM Majelis Ulama Indonesia (MUI) diikutsertakan untuk melaksanakan audit halal.

Selain itu, BPOM juga bakal memastikan fasilitas dan proses produksi Vaksin COVID-19 di Bio Farma memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)/Good Manufacturing Practice (GMP).

Saat ini, sambung dia, uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 masih terus dilakukan. Data terakhir menunjukkan sampai 9 Oktober 2020, sebanyak 843 relawan sudah mendapat penyuntikan kedua, Sisanya, 449 relawan dalam tahap pengambilan darah pasca penyuntikan kedua atau masuk periode monitoring.

“Hingga saat ini Uji Klinis tajap 3 berjalan lancar dan belum ada dilaporkan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serius akibat pemberian suntikan calon vaksin COVID-19,” pungkas dia. (SKO)