Bioskop Boleh Buka di PSBB Transisi, Ini Kata Pengelola
JAKARTA – Mulai Senin, 12 Oktober 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi jilid II. Lewat beleid tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal mengizinkan bioskop kembali beroperasi. Anies menyebutkan meski diizinkan buka kembali, jumlah pengunjung bioskop dibatasi maksimal 25% dari kapasitas normal. Pengelola bioskop juga diminta untuk mengatur […]
Industri
JAKARTA – Mulai Senin, 12 Oktober 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi jilid II. Lewat beleid tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal mengizinkan bioskop kembali beroperasi.
Anies menyebutkan meski diizinkan buka kembali, jumlah pengunjung bioskop dibatasi maksimal 25% dari kapasitas normal. Pengelola bioskop juga diminta untuk mengatur jarak tempat duduk minimal 1,5 meter.
“Jam operasional (aktivitas indoor) sesuai persetujuan teknis, pengajuan permohonan dilakukan oleh pengelola gedung,” ujar Anies lewat aturan PSBB transisi, Minggu, 11 Oktober 2020. Artinya, jam operasional bioskop akan diatur berdasarkan pengajuan pengelola gedung.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Merespon hal ini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafrudin mengatakan pelaku industri tidak keberatan terkait aturan tersebut dan akan mematuhinya dengan baik.
“Kalau ada peraturannya yang jelas kami pengusaha pasti ikuti,” tutur Dojonnya.
Djonny menyebutkan pemerintah diharapkan dapat menerapkan asa berkeadilan terkait kebijakan buka-tutup tempat komersial. Pasalnya, selama ini ia mengaku bioskop dianggap tidak layak. Padahal tempat komersial lainnya diperbolehkan beroperasi. Misalnya, ritel dan restoran.
“Gedung bioskop itu kan bukan tanpa otoritas. Sebagai tuan rumah kami pasti bisa me-manage bagaimana tidak ada kerumunan dan penerapan social distancing bisa terjaga,” sebutnya.
Menurutnya, pengelola bioskop sudah sangat tertekan dengan kondisi krisis akibat pandemi COVID-19 ini. Sejak ditutup pada Maret 2020, tak sedikit karyawan yang dirumahkan. Pengelola bioskop juga harus membayar biaya operasional meski tidak beroperasi.
Ia menyebutkan perawatan gedung bioskop juga memakan biaya yang besar. Paling tidak sekitar Rp50 juta per bulan untuk satu gedung bioskop. Pengelola bioskop juga harus tetap membayar biaya listrik, perawatan mesin dan gedung, serta upah karyawan.
Djonny menyatakan pelaku industri sempat membuka beberapa bioskop baru di daerah-daerah meski belum dapat menutupi kerugian yang diperoleh selama pandemi berlangsung. Hal ini dilakukan demi bertahan di tengah krisis.