<p>Pegawai menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Rabu (4/3/2020). Cadangan devisa di Bank Indonesia merosot demi stabilisasi nilai tukar rupiah.. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.</p>
Dunia

Bisakah Menggeser Dominasi Dolar?

  • Dolar Amerika Serikat telah menguasai dunia keuangan selama hampir delapan dekade sejak akhir Perang Dunia II.
Dunia
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

JAKARTA- Dolar Amerika Serikat telah menguasai dunia keuangan selama hampir delapan dekade sejak akhir Perang Dunia II. Sekarang, perang lain menyiapkan panggung bagi banyak negara untuk mengeksplorasi perpindahan dari dolar untuk perdagangan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang dominasi mata uang di masa depan. 

Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 memicu gelombang sanksi keuangan pimpinan Amerika terhadap Moskow. Dari begitu banyak sanksi, dua yang  paling kuat. Yang pertama adalah  keputusan pemerintah Barat untuk membekukan hampir setengah cadangan mata uang asing Rusia.  Seperti dilaporkan Al Jazeera 7 Maret 2023, cadangan yang dibekukan nilainya mencapai US$300 miliar. Dan yang kedua  adalah penghapusan bank-bank besar Rusia dari SWIFT, layanan  antar bank yang memfasilitasi pembayaran internasional.

Sanksi-sanksi ini oleh beberapa orang disebut sebagai “persenjataan” dolar. Dan  diprediksi akan membuat Rusia dan China, dua saingan geopolitik terbesar Amerika  mempromosikan infrastruktur keuangan alternatif mereka.

Tetapi itu sebenarnya bukan hanya Beijing dan Moskow. Dari India hingga Argentina, Brasil hingga Afrika Selatan dan Timur Tengah hingga Asia Tenggara, negara-negara dan kawasan dalam beberapa bulan terakhir telah mempercepat upaya menuju pengaturan  yang bertujuan mengurangi ketergantungan mereka pada dolar.

 Inti dari inisiatif de-dolarisasi ini adalah ketakutan di banyak ibu kota bahwa Amerika suatu hari nanti dapat menggunakan kekuatan mata uangnya untuk menargetkan mereka. Seperti  yang telah dirasakan oleh Rusia.

Pertanyaannya, bisakah langkah ini benar-benar melengserkan dolar? Jawaban singkatnya: Dominasi dolar tidak mungkin berubah dalam waktu dekat. Dan dolar  akan tetap menjadi mata uang utama perdagangan dan transaksi internasional.

Sejumlah pakar menilai tidak ada mata uang lain yang saat ini bisa  menggantikannya. Namun pengaruh dolar  pada sistem keuangan global dapat melemah. Jika  semakin  banyak negara mulai berdagang dalam mata uang lain dan mengurangi keterpaparan mereka terhadap dolar.

Sejarah Dominasi Dolar AS

Tetapi bagaimana sejarahnya hingga  dolar menjadi mata uang yang menguasai perdagangan global? 

Sejarahnya dimulai pada tahun 1944. Saat itu  perwakilan dari 44 negara bertemu di Bretton Woods, New Hampshire. Pertemuan ini untuk memperbaiki perekonomian dunia setelah perang.  Mereka bersepakat bahwa Amerika  sebagai ekonomi terbesar di dunia akan menetapkan nilai dolar dengan standar nilai emas. Dan  negara lain pada gilirannya akan mematok mata uang mereka terhadap dolar. Sejak saat itu negara-negara lain  harus menyimpan dolar sebagai cadangan untuk mempertahankan nilai tukar mereka. Ini  menjadikannya dolar sebagai mata uang global yang dominan.

Rezim Bretton Woods runtuh pada tahun 1970-an. Penyebabnya  karena Amerika tidak lagi memiliki cukup emas untuk menopang dolarnya. Namun pada saat itu dolar telah tertanam kuat sebagai mata uang cadangan yang digunakan oleh negara lain. 

Pasar keuangan Amerika yang dalam dan fleksibel, norma-norma tata kelola perusahaan yang relatif transparan, dan stabilitas dolar memastikan bahwa mata uang tetap dominan. Meskipun negara-negara lain tidak lagi wajib menetapkan mata uang mereka ke dolar.

Yang pasti, pembicaraan tentang de-dolarisasi bukanlah hal baru. Pertanyaan tentang dominasi dolar sudah muncul ketika sistem Bretton Woods runtuh. Kemudian  ketika Uni Eropa meluncurkan euro pada 1999. Dan  sekali lagi setelah krisis keuangan 2008-2009.

Dominasi dolar selamat dari badai itu. Saat ini hampir 60 persen cadangan devisa yang dikelola oleh bank sentral dunia disimpan dalam dolar.

Namun, itu juga menandai penurunan dari sekitar 70 persen pada tahun 2000. Situasi yang menunjukkan pergeseran bertahap dalam tatanan keuangan global. Sementara pangsa euro hanya naik sedikit sejak diluncurkan. Angkanya naik 18 persen menjadi hanya di bawah 20 persen saat ini. Mata uang China yang dikenal sebagai yuan memang telah tumbuh paling cepat sejak 2016. Tetapi tetap  kurang dari 3 persen cadangan global disimpan dalam mata uang itu.

Alicia García Herrero, seorang peneliti senior di think tank Bruegel yang berbasis di Brussels  kepada Al Jazeera mengatakan dunia  jelas bergerak untuk melepaskan diri dari dolar. Selama setahun terakhir, keinginan  ini semakin meningkat.

“Sanksi yang dipimpin Amerika telah membuat banyak negara ketakutan. Ini  memberikan dorongan baru untuk upaya de-dolarisasi,” katanya.

Sedangkan Zongyuan Zoe Liu, peneliti   di Dewan Hubungan Luar Negeri yang berbasis di New York menggambarkan,   keputusan untuk mengeluarkan Rusia dari sistem SWIFT  seperti menggunakan opsi nuklir di dunia keuangan.

Dia mengatakan sentralitas SWIFT dalam perbankan internasional sering dibandingkan dengan Gmail dalam bidang komunikasi email.  “Dalam sistem keuangan global yang terintegrasi,  memotong Rusia dari penggunaan SWIFT  berarti merampas pembuluh darah mereka,” katanya.

China Aktif Menjauh

Negara-negara seperti China, yang sudah berada di garis bidik sanksi Amerika   khawatir tindakan seperti itu dapat digunakan terhadap mereka di masa depan. Dan tentu akan  berdampak pada fungsi ekonomi mereka.

Itulah mengapa ekonomi terbesar kedua di dunia itu  mencoba untuk secara aktif menjauh dari dolar Amerika. Ahmadi Ali, pakar sanksi dan peneliti di Pusat Kebijakan Keamanan Jenewa mengatakan  begitu keluar dari SWIFT,  sebuah negara kehilangan kemampuan untuk bertransaksi lintas batas dengan mudah.  “Negara itu akan  berisiko terputus dari rantai pasokan global dan itu bisa merusak ekonomi   secara keseluruhan.” 

China telah menyingkirkan obligasi Treasury Amerika nya. Ini  merupakan salah satu alat yang digunakan sebuah negara untuk menyimpan cadangan dolar. Sekarang Chna memegang US$870 miliar obligasi Amerika. Ini adalah  jumlah terendah sejak 2010. China juga telah menegosiasikan kesepakatan dengan negara lain untuk berdagang menggunakan yuan.

Pada bulan Februari, bank sentral Irak mengumumkan akan mengizinkan perdagangan dengan China menggunakan dalam yuan untuk pertama kalinya.  Ini penting mengingat Irak adalah salah satu pemasok minyak utama dunia.

Bank sentral Bangladesh juga membuat pengumuman serupa pada bulan September. Pada bulan yang sama, anggota Organisasi Kerjasama Shanghai yang didominasi China setuju untuk meningkatkan perdagangan dalam mata uang lokal mereka. 

Selain China, blok tersebut terdiri dari Rusia, India, Pakistan, Uzbekistan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Kyrgyzstan. Dan pada bulan Desember, China dan Arab Saudi melakukan transaksi pertama mereka dalam yuan.

Sementara Rusia  telah memutuskan untuk menyimpan semua pendapatan surplus minyak dan gasnya pada tahun 2023 dalam yuan. Ini  karena Rusia semakin beralih ke mata uang China untuk cadangan devisanya.

Tidak Hanya Sanksi

Sebenarnya sanksi bukan satu-satunya cara di mana ketergantungan yang berlebihan pada dolar dapat merugikan negara.

Paparan utang berdenominasi dolar dari ekonomi yang lebih kecil,  dan rencana untuk meningkatkan perdagangan regional juga menyebabkan negara-negara menjauh dari dolar. Nilai dolar Amerika sekitar 10 persen lebih tinggi dari pada awal Ukraina pada Februari 2022. Dan  30 persen lebih tinggi dari satu dekade lalu. Pada satu titik di bulan Oktober 2022, dolar berada pada level tertinggi sejak tahun 2000.

Peningkatan  nilai mata uang itu membuat utang berdenominasi dolar jauh lebih mahal untuk dibayar. Untuk negara-negara yang membeli bahan bakar, makanan, dan komoditas penting lainnya dalam jumlah besar dari negara lain, ini juga secara dramatis meningkatkan tagihan impor mereka.

Itulah mengapa bukan hanya China dan Rusia yang mencoba untuk mengurangi eksposur mereka terhadap dolar. Tetapi  banyak negara, termasuk teman dekat Amerika yang mencari alternatif.

Baru-baru ini  duta besar Uni Emirat Arab  untuk India mengatakan kedua negara berusaha menyelesaikan kesepakatan untuk memperdagangkan mata uang mereka, dirham dan rupee.  Uni Emirat Arab adalah salah satu mitra dagang utama India.

Pada bulan Januari, seorang pejabat Kementerian Perdagangan India mengatakan  bahwa Rusia, Sri Lanka, Bangladesh, dan Mauritius  tertarik  berdagang dengan India dalam mata uang rupee.

Dan dalam pengumuman yang menjadi berita utama global, presiden Brasil dan Argentina pada bulan Januari 2023 mengatakan  mereka akan membentuk mata uang bersama untuk menyelesaikan transaksi perdagangan.

Hanya saja, terlepas dari berbagai upaya ini, para ahli tidak yakin bahwa mata uang apa pun dapat melengserkan dolar  dalam waktu dekat.  Satu-satunya mata uang yang dapat menggantikan dolar Amerika dalam jangka panjang adalah Yuan. Tetapi  untuk mengambil peran itu, mata uang harus sepenuhnya dapat dikonversi. 

Suatu mata uang menjadi sepenuhnya dapat dikonversi ketika dapat ditukar secara bebas ke mata uang lain untuk semua tujuan . Entah itu  di pasar keuangan, perdagangan, atau di pasar valuta asing global. Sementara yuan hanya dapat dikonversi untuk tujuan terbatas, seperti perdagangan. Ini membatasi daya pikatnya meskipun dampak China terhadap ekonomi global terus meningkat.

Beberapa ahli percaya bahwa sementara langkah menuju de-dolarisasi tidak akan menggantikan dolar dengan mata uang dominan lainnya.  Negara-negara seperti Argentina dan Brasil misalnya. Mereka  adalah ekonomi berbasis komoditas. Dan   dolar Amerika mendominasi perdagangan komoditas. 

Saat berhadapan dengan negara lain  mereka akan tetap bergantung pada dolar. Dan banyak negara, seperti Arab Saudi dan UEA masih memiliki mata uang yang dipatok terhadap dolar. Melarikan diri dari cengkeraman bagi negara-negara ini dolar tidak akan mudah.

Save Haven

Secara global, dolar dipandang sebagai aset safe haven oleh investor. Terutama selama krisis ekonomi. Ini karena kepercayaan yang tinggi terhadap ekonomi Amerika. Kepastian itu terlihat dari meningkatnya permintaan dolar pada saat-saat seperti itu.

Tetapi permintaan itu juga yang menyebabkan devaluasi sebagian besar mata uang terhadap dolar pada tahun 2022 selama perang di Ukraina.

Bagaimanapun harus diakui ada  keuntungan tak terhindarkan ketika melakukan perdagangan dalam satu mata uang seperti dolar.  Ini membantu mengurangi biaya transaksi dan bertanggung jawab atas sifat yang sangat terintegrasi dari sistem keuangan global. Berdagang dalam berbagai mata uang meningkatkan risiko volatilitas mata uang.

Sistem perdagangan internasional yang terfragmentasi akan membuat transaksi menjadi tidak efisien. Namun jika meningkatnya penggunaan sanksi yang memotong ekonomi dari mekanisme keuangan global dan rantai pasokan, fragmentasi itu mungkin tak terelakkan.

Jika pertanyaannya adalah apakah sistem mata uang yang lebih terdiversifikasi itu baik atau buruk, maka memiliki satu mata uang standar untuk melakukan bisnis karena sejauh ini telah bekerja dengan baik. Tetapi hampir semua ahli bersepakat syaratnya  Amerika Serikat tidak bisa seenaknya mempersenjatai dolar.