Gedung Bank Mayapada di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta.
Perbankan

Bisnis Bank Mayapada Milik Dato Sri Tahir di Luar Jawa Masih Rugi Rp1 Triliun

  • Bisnis Grup Mayapada di Kalimantan, Sumatra, dan kluster Sulawesi, Maluku, serta Papua konsisten merugi.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Konglomerat Dato Sri Tahir, pemilik Grup Mayapada, kembali membuat gebrakan hebat. Kali ini lewat jejaring bisnis rumah sakitnya, menantu Taipan Mochtar Riady ini membangun rumah sakit Mayapada di Ibu Kota Nusantara (IKN). Proses groundbreaking rumah sakit yang diperkirakan menghabiskan investasi sekitar Rp 500 miliar itu dilakukan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu,1 November 2023.

Rencananya, rumah sakit Mayapada akan menjadi green hospital. Ini sejalan dengan konsep pembangunan IKN sebagai forest city. "Mayapada Hospital Nusantara juga akan mengusung konsep efisiensi dan konservasi energi. Jadi kalau pasien sakit di sini, lihat ke kanan hijau, lihat ke kiri hijau, ke depan hijau, keluar dari ruangan juga hijau, cepat sembuhnya," ucap Jokowi dalam sambutannya.

Bisnis Grup Mayapada di bumi Borneo sejatinya tidak hanya lewat rumah sakit. Di sektor perbankan, lewat jaringan Bank Mayadapa, grup bisnis ini juga memiliki sejumlah cabang di Kalimatan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sayangnya, kontribusi cabang-cabang di bumi borneo itu belum menggembirakan.

Mengutip dari laporan keuangan PT Bank Mayapada Tbk kuartal III-2023 di Bursa Efek Indonesia, bisnis bank Mayapada di Kalimantan merugi sebesar Rp 239,60 miliar. Sumber utama kerugian tersebut akibat rendahnya pendapatan bunga yang diperoleh bank, yaitu hanya senilai Rp16,99 miliar.

Sementara beban bunga yang harus ditanggung bank mencapai Rp 288,77 miliar. Belum lagi, biaya gaji dan tunjangan serta umum dan adminstrasi yang mencapai Rp 27,08 miliar.

Tak hanya di Kalimantan, bisnis Bank Mayapada di luar Jawa terutama kluster Sumatra dan kluster Sulawesi, Maluku, dan Papua juga konsisten merugi.

Di Sumatra, kerugian yang dialami Bank Mayapada mencapai Rp 635,25 miliar, sedangkan kerugian bisnis di Sulawesi, Maluku, dan Papua sebesar Rp155,27 miliar. Seperti halnya di area Kalimantan, di dua kluster luar Jawa itu bisnis Bank Mayapada mengalami besar pasak daripada tiang.

Sebagai contoh, pendapatan bunga di Sumatra hanya Rp 13,51 miliar dengan beban bunga Rp 588,49 miliar. Adapun di Sulawesi, Maluku dan Papua, Bank Mayapada hanya memperoleh pendapatan bunga sebesar Rp 2,34 miliar sementara beban bunganya mencapai Rp 133,67 miliar.

Sehingga jika diakumulasikan, bisnis Bank Mayapada di luar Jawa, tidak termasuk Bali dan Lombok yang masuk kluster Jawa, sampai kuartal III-2023 merugi hingga Rp 1,03 triliun.

Beruntung melalui bisnisnya di Jawa, Bali dan Lombok, semua kerugian di tiga kluster luar Jawa tadi tertutupi. Total keuntungan Mayapada di kluster Jawa, Bali dan Lombok mencapai Rp 1,09 triliun, sehingga di akhir periode ini bank Mayapada bisa mencatatkan laba berjalan sebesar Rp 66,02 miliar.

Nilai keuntungan Bank Mayapada selama 9 bulan awal tahun 2023 tersebut setara dengan 0,06% dari total kredit yang berhasil disalurkan oleh bank ini yang mencapai Rp 100,08 triliun.

Kinerja bisnis Bank Mayapada di luar kluster Jawa Bali dan Lombok memang konsisten merah. Pada periode sama tahun 2022, kluster Sumatera merugi Rp 584,91 miliar, kluster Kalimantan rugi Rp 186,79 miliar dan bisnis di Sulawesi, Maluku dan Papua juga minus Rp 154,54 miliar.

Sementara itu bisnis di Jawa, Bali dan Lombok mencatat untung Rp 1,03 triliun. Sehingga di akhir periode ini bank Mayapada bisa mencatatkan laba berjalan bank sebesar Rp 109,74 miliar. Angka tersebut setara dengan 0,1% dari kredit yang disalurkan Bank Mayapada sampai kuartal III-2022 sebesar Rp 92,77 triliun.