
Bisnis Gadai Swasta Harus Punya Izin OJK Mulai Juli 2019
Deadline bagi para pelaku usaha gadai sudah di depan mata. Semua “pemain” di bisnis yang dulu hanya dijalankan PT Pegadaian (Persero) itu harus terdaftar dan berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2019. Kenapa Juli 2019? Itu amanah dari Peraturan OJK nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. Diundangkan alias dirilis pada 29 Juli 2016. Pasal […]
Nasional & Dunia
Deadline bagi para pelaku usaha gadai sudah di depan mata. Semua “pemain” di bisnis yang dulu hanya dijalankan PT Pegadaian (Persero) itu harus terdaftar dan berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2019.
Kenapa Juli 2019? Itu amanah dari Peraturan OJK nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. Diundangkan alias dirilis pada 29 Juli 2016.
Pasal 8 ayat 1 menyebutkan bagi pelaku usaha pergadaian yang telah terdaftar wajib mengajukan permohonan izin usaha sebagai Perusahaan Pergadaian dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak Peraturan OJK ini diundangkan.
Ayat 3 pasal yang sama memberikan keringanan berupa: Pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar dan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi, pada saat mengakukan izin usaha dikecualikan dari ketentuan Modal Disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2.
Pasal 4 ayat 2 tentang Modal Disetor mensyaratkan paling sedikit Rp500 juta untuk lingkup wilayah usaha kabupaten/kota. Sebesar Rp2,5 miliar untuk lingkup wilayah usaha provinsi.
Tapi, meski bebas dari Modal Disetor, pasal 8 ayat 4 meminta syarat bahwa PT atau koperasi yang mengajukan izin usaha Pergadaian harus memenuhi ekuitas sebesar: Rp500 juta untuk lingkup wilayah usaha kabupaten/kota dan Rp2,5 miliar untuk lingkup wilayah usaha provinsi.
Jika para pihak terdaftar belum juga mengajukan izin sampai deadlinepada Juli 2019 maka pendaftaran yang sudah terjadi dinyatakan batal dan tidak berlaku.
Sudah berapa banyak perusahaan terdaftar dan berizin di OJK sampai saat ini? Data OJK mencatat terdapat 14 entitas mulai dari PT, CV, hingga Koperasi yang sudah terdaftar.
Sedangkan yang sudah berizin terdapat sebanyak 10 entitas dan seluruhnya berbadan hukum PT.
POJK itu menjadi satu-satunya payung hukum bisnis Gadai saat ini. Sebab aturan tertinggi dalam bentuk Undang Undang (UU) sudah dinilai usang dan sedang diupayakan dibahas di parlemen. Namun belum ada tanda-tanda akan masuk pembahasan pada 2019.
UU dimaksud adalah UU Pegadaian tahun 1928. Masih zaman penjajahan Belanda. Praktik pergadaian memang sudah terjadi lama di negeri ini.
Bank van Leening namanya. Cikal bakal PT Pegadaian itu didirikan pemerintah Belanda (VOC) di Batavia (sekarang Jakarta) pada 20 Agustus 1746.
Wikipedia mencatat, Pegadaian yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi didirikan 1 April 1901 di Sukabumi, Jawa Barat.
Kini, praktik pergadaian sudah menjamur dan dengan POJK itu penertiban baru akan dilakukan. Sedangkan payung hukum tertinggi berupa UU masih “diparkir” belum ada pembaruan.
Maka selama ini, setidaknya sampai POJK Pegadaian itu diterbitkan, praktik usaha gadai melenggang tanpa aturan.
Padahal Pergadaian adalah bisnis triliunan rupiah dan semestinya padat regulasi. Sebagai contoh, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 mengatur praktik atau teknis kerja Pegadaian.
Disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh seorang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untung melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Praktik gadai semestinya juga punya misi mulia. Membantu masyarakat yang sedang membutuhkan likuiditas dana.(*)