<p>Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) / Esdm.go.id</p>
Industri

Bisnis Geothermal Tinggi Risiko, Bagaimana Potensinya?

  • Bisnis pembangkitan listrik melaui geothermal dinilai memiliki investasi risiko tinggi karena padat modal, namun belum akan memperoleh imbal hasil yang tinggi. Artinya bisnis tersebut melawan konsep investasi high risk, high return.

Industri

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA - Bisnis pembangkitan listrik melaui geothermal dinilai memiliki investasi risiko tinggi karena padat modal, namun belum akan memperoleh imbal hasil yang tinggi. Artinya bisnis tersebut melawan konsep investasi high risk, high return.

Pengamat energi Moshe Rizal mengatakan bisnis geothermal memiliki risiko tinggi dalam proses operasional seperti rasio keberhasilan eksplorasi 50:50. Di sisi lain, keuntungan yang dihasilkan panas bumi tidak seberapa.

“Bisnis geothermal termasuk high risk, dalam jangka waktu panjang baru bisa menghasilkan return. Tergantung kesulitan di lapangan dan di subsurface-nya,” ujarnya kepada wartawan, Senin, 27 Maret 2023.

Rizal menyebut pembangunan proyek geothermal sendiri bisa mencapai 8 - 9 tahun sampai bisa dikomersialisasi. Selama kurun waktu itu juga, perusahaan seperti Pertamina Geothermal Energy (PGEO) belum mampu menghasilkan pendapatan dari proyek pembangunan itu, namun pengeluarannya terus bergulir.

Moshe menambahkan jika dirinya bukan orang yang menolak transisi energi mengingat potensi geothermal di Tanah Air cukup besar. 

Pandangan Rizal banyak disepakati oleh sejumlah kalangan, termasuk PGEO sebagai pemain industri ini. Jika dibaca dengan seksama dalam prospektus bisnis PGEO yang merupakan perusahaan geothermal nasional turut menyatakan ketidakpastian pada hasil eksplorasi panas bumi merupakan risiko usaha yang memengaruhi kondisi keuangan perseroan. 

Di sisi lain, perseroan hanya bergantung pada tiga wilayah kerja panas bumi (WKP) yakni Kamojang, Ulubelu dan Lahendong yang menjadi sebagian besar pendapatan. “Apabila salah satu dari area operasi tersebut tidak beroperasi atau tidak lagi mampu memproduksi listrik, maka akan berdampak pada pendapatan dan kondisi keuangan perseroan,” tulis manajemen PGEO dalam prospektusnya.

Menelisik laporan keuangannya, pendapatan usaha PGEO sejak 2019-2021 terpantau mengalami penurunan. Namun secara laba tahun berjalan pada 2021 mulai meningkat dibandingkan dengan 2020 kendati belum bisa mengejar laba pada tahun 2019.

Jika dilihat dari pertumbuhan pendapatan usaha, PGEO hanya naik 3,9% secara tahunan (yoy) dari US$276,61 juta per 30 September 2021 menjadi hanya US$287,40 juga pada periode yang sama tahun 2022.

Terkereknya pendapatan tersebut utamanya disebabkan oleh eskalasi harga jual listrik panas bumi yang dipengaruhi oleh naiknya Indeks Harga Produsen Amerika Serikat (US PPI) selama sembilan bulan pertama tahun lalu, yang melebihi kebutuhan untuk menutupi penurunan total listrik yang diproduksi pada periode yang sama pada 2021.