Konferensi pers kinerja PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk yang berlangsung secara online,Senin 30 Mei 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

Bisnis GOTO Disebut Sudah On Track untuk Raih Untung, Begini Penjelasannya

  • Cara menilai perusahaan teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) berbeda dengan perusahaan pada umumnya. Hal ini yang membuat perusahaan ekosistem digital terbesar di Indonesia ini dinilai positif meskipun masih mengalami rugi bersih pada pos bottom line.

Korporasi

Octavia Tunggal Dewi

JAKARTA – Cara menilai perusahaan teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) berbeda dengan perusahaan pada umumnya. Hal ini yang membuat perusahaan ekosistem digital terbesar di Indonesia ini dinilai positif meskipun masih mengalami rugi bersih pada pos bottom line.

Direktur PT Indovesta Utama Mandiri, Rivan Kurniawan, menjelaskan cara menilai perusahaan teknologi memang masih merupakan hal baru. Maka dibutuhkan edukasi sehingga bisa lebih bijaksana dalam menilainya, terutama sebagai pertimbangan investor dalam berinvestasi.

”Kita bisa lihat meskipun GOTO masih mencatatkan rugi bersih secara bottom line akan tetapi dengan rugi EBITDA margin dan juga persentase Contribution Margin (CM) yang semakin kecil maka GOTO sudah di jalur yang tepat untuk mencapai profit,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari video edukasi yang juga diunggah di akun YouTube Rivan Kurniawan, Kamis, 29 September 2022.



Maka perlu memahami matriks apa saja yang digunakan untuk memahami perusahaan teknologi seperti GOTO. Matriks pertama dikenal sebagai GTV (Gross Transaction Value). ”Di perusahaan lain ada juga yang menggunakan istilah GMV (Gross Merchandise Value) atau TPV (Total Processing Value). Pengertiannya mirip-mirip meskipun ada perbedaan sedikit,” terangnya.

Secara sederhana, kata dia, GTV di GOTO adalah total transaksi yang diproses dalam ekosistem GOTO. Khusus pada kuartal kedua tahun 2022 saja, GTV GOTO tercatat meningkat 39% menjadi sebesar Rp151 triliun dibandingkan semester pertama tahun 2021. Secara total, setengah tahun ini GTV GOTO tercatat sebesar Rp290,5 triliun atau naik 42% dari Rp204,3 triliun pada setengah tahun sebelumnya.

GTV ini turut mendorong peningkatan pendapatan bruto GOTO yang naik signifikan yaitu hampir 100% dari Rp5,37 triliun pada semester I 2021 menjadi Rp10,73 triliun pada semester I 2022. Adapun pendapatan bersih naik 73,3% dari Rp1,96 triliun menjadi Rp3,39 triliun.

Matriks penting lainnya dalam menilai perusahaan teknologi terutama dalam hal ini GOTO adalah CM (Contribution Margin). Secara sederhana CM adalah perhitungan dari revenue (pendapatan) setelah dikurangi biaya-biaya variabel atau variable expenses dari GOTO.

”Apa bedanya CM dengan Operating Profit Margin yang sudah lebih familiar? Variable cost yang dimaksud di sini tidak sama dengan operating expenses atau beban bisnis. Beban bisnis terdiri atas variable cost dan non-variable cost dimana variable cost adalah beban-beban yang akan meningkat seirama dengan peningkatan skala bisnis GOTO. Misalnya biaya jasa IT, biaya pemrosesan, biaya marketing atau advertising, atau biaya promosi,” ulasnya.

Hasil dari matriks CM ini bisa memperlihatkan kepada investor apakah sumber pendapatan (revenue stream) dari GOTO bisa tumbuh melampaui VC (Variable Cost) ke depannya. Saat ini terdapat tiga segmen bisnis sebagai revenue stream GOTO yaitu segmen bisnis on-demand, e-Commerce, dan Financial Technology (Fintech).

”Jika CM GOTO ke depannya positif maka hal ini menandakan VC yang dikeluarkan oleh perusahaan sudah lebih kecil daripada pendapatan yang berhasil didapatkan perusahaan. Membuktikan perusahaan sudah bisa scale-up semua lini bisnisnya secara lebih efisien,” kata Rivan yang juga aktif sebagai Indonesia Value Investor.

Dalam laporan keuangan GOTO pada semester I 2022, secara persentase, CM terhadap GTV-nya sudah meningkat 47 basis poin (BPs) menjadi minus 1,3% dibandingkan minus 1,8% pada semester I tahun sebelumnya. ”Kenapa membandingkan CM terhadap GTV adalah supaya kita bisa mengukur seberapa besar GOTO bisa memonetisasi bisnis mereka di dalam ekosistem GOTO. Kondisi CM GOTO yang masih negatif sekarang menandakan bahwa sebenarnya bisnis GOTO memang masih merugi jika dibandingkan VC yang sudah dikeluarkan,” terusnya.

Faktanya, pada setengah tahun ini GOTO memang masih tercatat rugi bersih sebesar Rp13,64 triliun atau meningkat 117% dibandingkan rugi bersih Rp6,28 triliun pada setengah tahun pada 2021. Meskipun pembengkakan kerugian ini juga sebagai akibat mulai dikonsolidasikannya kinerja Gojek dan Tokopedia pasca merger kedalam laporan keuangan GOTO.

Meski begitu, kata Rivan, mulai mengecilnya persentase CM terhadap GTV ini memperlihatkan bahwa GOTO sedang berada di jalur yang positif.

Dalam Earnings Call-nya, GOTO memprediksi CM secara keseluruhan akan menyentuh angka positif pada kuartal pertama 2024. Akan dimulai dari positifnya CM terhadap GTV dari segmen bisnis on-demand pada kuartal pertama 2023. Disusul kemudian dari segmen bisnis e-Commerce pada kuartal keempat 2023.

”Tapi perlu tahu juga CM yang nantinya positif bukan berarti bottomline perusahaan akan langsung hijau,” kata Rivan.

Maka perlu dipahami juga matriks lainnya yaitu EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization). Dalam dua kuartal berturut-turut yaitu kuartal pertama dan kedua tahun 2022, GOTO mampu memperkecil rugi EBITDA dari negatif 4,6% pada kuartal empat 2021 menjadi negatif 3,4% pada kuartal pertama 2022, dan negatif 2,8% pada kuartal kedua 2022. 

”Artinya lini (segmen) bisnis GOTO semakin efisien dan monetisasi pada segmen on-demand, e-Commerce juga semakin meningkat seiring kenaikan persentase take rate,” tuturnya.

Di segmen bisnis on-demand misalnya, GOTO mencatatkan take rate sebesar 21,6% pada semester I tahun 2022 dibandingkan 19,9% pada semester I tahun 2021. Begitu juga di segmen bisnis e-Commerce, take ratenya meningkat menjadi 3,1% pada setengah tahun ini dibandingkan 2,4% pada setengah tahun sebelumnya.

Pada matriks EBITDA, GOTO menggunakan metode EBITDA yang disesuaikan atau adjusted EBITDA. 

Beberapa faktor yang akan mendukung pertumbuhan GOTO terutama dari sisi CM dan EBITDA Marginnya, kata Rivan, salah satunya datang dari sinergi cross selling platform seperti diperlihatkan antara Gojek dengan Tokopedia. Dimulai dari GoSend yang bisa digunakan di Tokopedia sebagai layanan jasa kirimnya sehingga meningkatkan permintaan on-demand gojek secara signifikan. Disusul pembayaran lewat Gopay. Lalu GoFood yang jadi layanan terbaru di Tokopedia.

Selain itu adalah dari pilar bisnis Fintech yang dimiliki GOTO. Baru-baru perseroan merilis inovasi berupa GoPayLater Cicil di Tokopedia. Selanjutnya adalah GOTO mulai fokus meningkatkan value added services. Salah satu layanan data Credit Scoring. ”Terakhir dari GTV GOTO yang masih terus tumbuh agresif,” tutupnya.