Bitcoin Cenderung Stagnan setelah Halving, Ini Alasannya!
- Meskipun terjadi lonjakan singkat menuju rekor tertinggi baru di level US$73.680, namun kemudian terjadi penurunan tajam menuju level terendah di US$59.630.
Fintech
JAKARTA - Pergerakan harga Bitcoin mengalami stagnan sejak periode pasca-halving, yang terjadi pada 20 April lalu. Harga Bitcoin telah berada dalam kisaran sekitar US$62.000 sejak bulan Maret.
Meskipun terjadi lonjakan singkat menuju rekor tertinggi baru di level US$73.680, namun kemudian terjadi penurunan tajam menuju level terendah di US$59.630.
Fyqieh Fachrur, trader dari Tokocrypto, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kestabilan ini.
- Tawarkan Hunian Mewah Ramah Lingkungan AMMAIA Ecoforest Raih Sertifikasi Greenship Neighborhood
- Saham PTMP Anjlok Usai Terdepak dari LQ45 dan IDX80
- Hindari Jeratan Pinjol Ilegal, UOB Indonesia Gelar Diskusi Membangun Budaya Keuangan Sehat
Salah satu faktor utama yang memengaruhi pergerakan harga Bitcoin adalah ketidakpastian yang terjadi di pasar global. Antisipasi terhadap laporan pendapatan kuartal perusahaan teknologi di Amerika Serikat dan konflik geopolitik, seperti konflik Israel-Iran, turut memainkan peran dalam menentukan sentimen pasar.
Perubahan dalam pasar saham AS, peningkatan krisis di Timur Tengah, dan berkurangnya kepercayaan terhadap perekonomian China juga mempengaruhi pergerakan harga Bitcoin.
“Selain itu, tingkat pendanaan yang berubah menjadi negatif untuk pertama kalinya tahun ini, tepat sebelum peristiwa halving baru-baru ini. Tingkat pendanaan negatif menunjukkan bahwa sentimen pasar telah berubah ke arah bearish ketika posisi short lebih besar daripada posisi long," ujar Fyqieh kepada TrenAsia, dikutip Jumat, 26 April 2024.
Hal ini tercermin dari fakta bahwa posisi short melebihi posisi long, mengindikasikan ketidakpastian di kalangan investor.
Fyqieh juga menjelaskan bahwa siklus halving pada tahun ini mungkin sedikit berbeda dari peristiwa sebelumnya. Halving Bitcoin telah terjadi empat kali sejak awal, dengan yang terbaru pada 20 April, sebelumnya terjadi pada 11 Mei 2020, 9 Juli 2016, dan 28 November 2012.
Halving kali ini mengurangi imbalan penambangan Bitcoin sebesar 50%, dari 6,25 BTC menjadi 3,125 BTC. Sebagai akibatnya, jumlah Bitcoin yang beredar menjadi semakin langka, yang dapat menyebabkan lonjakan permintaan di antara investor.
Baca Juga: Bitcoin Diperkirakan Akan Habis Ditambang pada Tahun 2140
Namun, pergerakan harga Bitcoin setelah halving tahun ini tampaknya lebih terkompresi dibandingkan dengan siklus sebelumnya, karena Bitcoin telah mengalami lonjakan yang signifikan sebelum halving terjadi.
Selain faktor-faktor internal, faktor eksternal juga berpengaruh terhadap pergerakan harga Bitcoin pasca-halving. Salah satunya adalah kebijakan moneter Federal Reserve AS (The Fed).
Kenaikan harga pasca-halving pada tahun 2020 dapat diatribusikan dalam beberapa hal kepada kebijakan moneter yang longgar dari The Fed pada saat itu, di mana suku bunga relatif rendah.
Namun, kali ini, The Fed belum memberikan sinyal kuat untuk penurunan suku bunga, yang mungkin juga berdampak pada kestabilan harga Bitcoin.
Meskipun banyak yang mengharapkan lonjakan harga yang signifikan setelah halving, namun hal ini mungkin tidak terjadi secara instan.
Efek dari halving sebenarnya mungkin dirasakan dalam jangka waktu 2-4 bulan setelahnya. Untuk mengatasi ketidakpastian di pasar saat ini, beberapa investor mungkin memilih untuk menerapkan teknik Dollar Cost Averaging (DCA), di mana mereka secara teratur membeli aset kripto seperti Bitcoin dengan jumlah tetap dalam jangka waktu tertentu, tanpa memperhatikan fluktuasi harga.
- Rencana Manuver Bukit Asam (PTBA) di Bisnis PLTS
- Saham GOTO dan EXCL Top Gainers LQ45 Saat IHSG Dibuka Menguat
- Jelang Putusan MK, Saham Adaro (ADRO-ADMR) Terpantau Gacor
Fyqieh memperkirakan bahwa harga maksimum Bitcoin yang masih mungkin dicapai hingga akhir tahun ini adalah sekitar US$100.000 atau sekitar Rp 1,6 miliar. Namun, pencapaian ini juga bergantung pada sentimen pasar dan potensi permintaan dari institusi-institusi besar.
Melihat kembali sejarah, halving pada tahun 2012 menandai awal dari kenaikan Bitcoin yang signifikan, yang mendorong harga Bitcoin naik sebesar 92 kali lipat pasca-halving. Peristiwa halving berikutnya pada tahun 2016 dan 2020 juga menunjukkan peningkatan yang signifikan masing-masing sebesar 30 dan 8 kali lipat.
Dengan demikian, kestabilan harga Bitcoin pasca-halving dapat dianggap sebagai fenomena yang wajar, dan para investor perlu mempertimbangkan berbagai faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pasar kripto secara keseluruhan sebelum membuat keputusan investasi.