
Bitcoin: Solusi Finansial di Tengah Inflasi Global?
- Bitcoin bukan hanya sekadar aset digital, tetapi sebuah revolusi yang mengubah cara manusia memahami uang dan informasi.
Fintech
JAKARTA – Di tengah meningkatnya inflasi dan ketidakpastian sistem keuangan global, Bitcoin semakin dilihat sebagai alternatif penyimpan nilai yang potensial. Investor dan content creator edukasi kripto, Timothy Ronald, menyoroti bagaimana inflasi terus menggerus daya beli masyarakat dan bagaimana Bitcoin dapat menjadi solusi di era digital ini.
Timothy membuka narasinya dengan pertanyaan mendasar: Mengapa masyarakat saat ini harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan daya beli mereka? Ia mencontohkan bagaimana para profesional, seperti dokter, kini harus mengalokasikan waktu mereka untuk memahami investasi.
“Kenapa dokter harus menghabiskan 60% waktunya untuk bekerja dan 40% waktunya untuk memantau pasar layaknya seorang hedge fund manager?” kata Timothy dikutip dari kanal YouTube miliknya, Jumat, 14 Februari 2025.
- Dugaan Intervensi Asing, DPR Diminta Bergerak Cepat Urai Polemik PP 28/2024
- OJK Beberkan Update Perburuan Mantan CEO Investree dan Fraud KoinWorks
- Link Live Streaming Timnas Indonesia Vs Iran di Piala Asia U-20 2025
Dahulu, menabung di deposito dengan bunga 5-7% sudah cukup untuk menjaga nilai uang, tetapi sekarang suku bunga hanya sekitar 3,5% setelah pajak, yang tidak sebanding dengan tingkat inflasi.
Menurutnya, inflasi bekerja seperti pencuri yang perlahan-lahan mengurangi nilai uang tanpa disadari. “Kalau uang di tabunganmu diambil Rp2.000 setiap hari, kamu mungkin tidak sadar. Tapi kalau diambil Rp50.000, baru terasa. Itulah inflasi,” jelasnya.
Dampak Inflasi terhadap Properti dan Generasi Muda
Salah satu dampak nyata inflasi adalah kenaikan harga properti yang signifikan, membuat generasi muda semakin sulit memiliki rumah.
“Dulu rumah di sinetron seharga Rp1 miliar, sekarang harga Rp1 miliar hanya cukup untuk rumah di pinggiran kota,” kata Timothy. Generasi sebelumnya lebih mudah membeli properti karena mereka bisa menabung dengan bunga tinggi, sedangkan saat ini masyarakat harus mencari alternatif lain untuk mempertahankan nilai uang mereka.
Ia juga menjelaskan bahwa banyaknya investasi ke sektor properti oleh generasi sebelumnya menyebabkan harga rumah terus melonjak. Akibatnya, generasi muda kini harus mencari cara lain untuk melindungi kekayaan mereka dari inflasi.
Baca Juga: Industri Kripto Kian Matang: Bursa Ungkap Target dan Inovasi di Tahun 2025
Bitcoin: Revolusi Digital yang Tak Terhentikan
Melihat kondisi ini, Timothy mengajukan Bitcoin sebagai solusi terhadap permasalahan moneter global. Menurutnya, Bitcoin bukan hanya sekadar aset digital, tetapi sebuah revolusi yang mengubah cara manusia memahami uang dan informasi.
“Ini pertama kalinya dalam sejarah manusia, informasi bisa menjadi uang. Kita bisa menyimpan kekayaan dalam bentuk enkripsi berbasis informasi. Bahkan, cukup menghafal 12 kata kunci, seseorang bisa membawa seluruh hartanya tanpa batasan geografis,” jelasnya.
Bitcoin juga berbeda dari aset lainnya karena dikunci oleh dimensi waktu melalui mekanisme proof of work, yang memastikan bahwa setiap 10 menit, blok baru akan terbentuk, menjaga keamanan jaringan Bitcoin dari manipulasi.
“Bitcoin itu seperti matahari terbit atau ombak di laut. Mau bagaimana pun opini orang, Bitcoin akan tetap ada, tetap beroperasi, dan terus bertumbuh,” kata Timothy.
Bitcoin vs. Perusahaan Teknologi: Perbandingan yang Tidak Relevan
Banyak yang membandingkan Bitcoin dengan perusahaan besar seperti Apple atau Microsoft. Namun, menurut Timothy, perbandingan ini tidak tepat.
“Bitcoin bukan perusahaan, melainkan lapisan dasar (base layer) seperti internet. Apple dibangun di atas internet, sedangkan Bitcoin bisa disandingkan dengan penemuan angka, api, atau roda,” jelasnya.
Karena sifatnya yang terdesentralisasi dan tidak dikendalikan oleh satu pihak, Bitcoin tidak bisa dihentikan oleh negara mana pun. Inilah yang membuatnya semakin menarik sebagai alternatif penyimpan nilai.
Perjalanan Investor Bitcoin: Dari Skeptis hingga Edukator
Timothy menjelaskan bahwa seseorang biasanya melalui beberapa tahapan sebelum benar-benar memahami Bitcoin:
- Skeptis – Awalnya, banyak orang menganggap Bitcoin sebagai scam atau skema ponzi.
- Trader – Setelah mengenal lebih jauh, mereka mencoba mencari keuntungan dengan trading.
- Investor – Seiring waktu, mereka menyadari nilai Bitcoin sebagai aset penyimpan nilai jangka panjang.
- Edukator – Terakhir, mereka berbagi pemahaman kepada orang lain dan membantu adopsi Bitcoin semakin luas.
“Jangan musuhi orang yang belum memahami Bitcoin. Justru, semakin banyak orang yang teredukasi dan menyimpan Bitcoin, semakin kuat jaringan ini,” ujar Timothy.
- Prediksi Setlist Konser Wave to Earth di Jakarta Februari 2025
- Bukan di LK21, Layarkaca21 dan LokLok, Berikut Cara Nonton Drama Korea Terbaru My Dearest Nemesis
- LK21-Layarkaca21 Ilegal, Berikut 6 Situs Streaming yang Aman dan Resmi
Masa Depan Bitcoin: Menuju Adopsi yang Lebih Luas
Timothy percaya bahwa Bitcoin akan terus berkembang dan mencapai nilai yang lebih tinggi di masa depan.
“Dulu saya pikir membeli Bitcoin di harga Rp100 juta itu sudah telat. Sekarang harga Bitcoin lebih dari Rp1,5 miliar. Apakah sudah telat? Tidak. Saya yakin Bitcoin bisa mencapai Rp10 miliar per koin, mungkin bukan di siklus ini, tapi nanti,” katanya dengan optimisme.
Dengan konsep yang kuat, adopsi yang terus meningkat, dan kesadaran masyarakat terhadap inflasi yang semakin besar, Bitcoin berpotensi menjadi pilar utama dalam sistem keuangan masa depan. Namun, seperti investasi lainnya, pemahaman yang mendalam tetap diperlukan sebelum mengambil keputusan finansial.