Ilustrasi aset kripto Bitcoin.
Bursa Saham

Bitcoin Tembus US$82.000, Apa Sebenarnya yang Terjadi?

  • Harga Bitcoin yang terus melonjak disebabkan euforia pasar. Situasi ini membuat masyarakat yakin Bitcoin bisa menyentuh angka US$100.000.

Bursa Saham

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Bitcoin (BTC) baru saja menembus level tertinggi sepanjang sejarah, yakni US$82.000 per BTC atau setara Rp1,28 miliar (kurs Rp15.691). Kenaikan terjadi setelah permintaan terhadap ETF BTC spot Amerika melonjak setelah Donald Trump menangi Pilpres AS.

Analis Tokocrypto Fyqieh Fachrur mengatakan selama lima minggu hingga 8 November 2024, aliran masuk dana ke ETF BTC spot tercatat mencapai US$7,56 atau setara Rp118,7 triliun. Tokocrypto adalah sebagai salah satu perusahaan fintech aset kripto di Indonesia.

Fyqieh menilai, harga Bitcoin yang terus melonjak disebabkan euforia pasar. Situasi ini membuat masyarakat yakin Bitcoin bisa menyentuh angka US$100.000 atau setara Rp1,57 miliar.

“Sikap Trump yang mendukung BTC ini diyakini menciptakan keseimbangan pasokan dan permintaan baru, yang berpotensi mendongkrak permintaan terhadap Bitcoin,” kata Fyqieh dalam keterangan resmi  dikutip Selasa 12 November 2024.

Apa itu ETF Bitcoin? Disebut juga sebagai Exchange-Traded Fund Bitcoin ini adalah  produk keuangan yang memungkinkan investor untuk berinvestasi dalam Bitcoin tanpa harus membeli dan menyimpan mata uang kripto tersebut secara langsung.

Menurut Fyqieh, dampak kemenangan Trump bagi industri aset digital di AS menyatakan 54 dari 58 kandidat yang didukung super PAC kripto memenangkan kursi mereka. Ini artinya, Kongres Amerika akan segera dipenuhi oleh para legislator yang menganggap kripto sebagai kelas aset unik yang seharusnya tidak diatur seperti saham dan obligasi.

Fyqieh menambahkan pada 10 November lalu, Bitcoin naik 4,61 persen dan ditutup di US$80.153. Ini  memperpanjang tren kenaikannya menjadi enam hari berturut-turut. Aliran masuk ke ETF BTC-spot pada 11 November 2024 bisa menjadi penentu penting.

“Jika aliran masuk kembali melonjak, Bitcoin bisa segera mencapai level 90.000 dolar AS, bahkan menuju 100.000 dolar AS. Banyak analis percaya bahwa permintaan institusi menjadi pendorong utama dalam kenaikan ini, dengan investor ritel kemungkinan ikut bergabung saat harga Bitcoin terus naik,” jelasnya.

Meskipun semikian, Fyqieh menuturkan para pelaku pasar kripto juga memantau beberapa indikator ekonomi penting, khususnya data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang akan dirilis pekan ini, tepatnya pada 13 November 2024.

Data ini akan memberikan gambaran mengenai tekanan inflasi dan dapat mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral AS alias The Fed di masa mendatang.

Kemudian, keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) AS minggu lalu untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) memberikan sinyal kemungkinan pemotongan suku bunga lagi pada Desember, dengan probabilitas sekitar 65 persen.

Selain itu, data Indeks Harga Produsen (PPI) AS yang akan dirilis pekan ini juga perlu menjadi perhatian karena memberikan gambaran lebih lanjut tentang kesehatan ekonomi negara tersebut.

“Pidato Ketua Fed Jerome Powell pada 14 November mendatang akan menjadi sorotan jika Powell mengisyaratkan kebijakan yang lebih ketat, hal ini dapat mempengaruhi sentimen pasar secara signifikan,” tutur Fyqieh.

Selain Powell, beberapa pejabat the Fed seperti Christopher Waller, Tom Barkin, dan Patrick Harker juga akan berbicara pekan ini, menambah masukan bagi investor yang sedang mencari petunjuk mengenai arah kebijakan bank sentral.