Black Eagle Buatan Indonesia Tak Kalah Dibanding Drone Amerika
JAKARTA – Tipe drone MQ-9 Reaper menjadi topik perbincangan hangat setelah aksinya yang berhasil membunuh Jenderal Iran, Qasem Soleimani. Dilansir dari Military.com (07/01) Amerika Serikat (AS) resmi menggunakan tipe ini sebagai senjata pada 2007. Drone ini menggantikan MQ-1 Predator yang sudah tua. MQ-9 Reaper adalah serangan ofensif utama kendaraan udara tak berawak yang memiliki rentang […]
JAKARTA – Tipe drone MQ-9 Reaper menjadi topik perbincangan hangat setelah aksinya yang berhasil membunuh Jenderal Iran, Qasem Soleimani.
Dilansir dari Military.com (07/01) Amerika Serikat (AS) resmi menggunakan tipe ini sebagai senjata pada 2007. Drone ini menggantikan MQ-1 Predator yang sudah tua.
MQ-9 Reaper adalah serangan ofensif utama kendaraan udara tak berawak yang memiliki rentang dan waktu terbang yang signifikan, sensor jangkauan luas, rangkaian komunikasi multi-mode, dan senjata presisi.
Segala keunggulan tipe ini memberikan kemampuan unik untuk melakukan serangan, koordinasi, dan pengintaian terhadap target bernilai tinggi, cepat, dan sensitif terhadap waktu.
Konsep utama operasinya adalah operasi jarak jauh, operasi membutuhkan lebih sedikit personel yang mengoperasikan unit mengkonsolidasikan kontrol dari penerbangan yang berbeda di satu lokasi, dan dengan demikian, menyederhanakan fungsi komando dan kontrol serta tantangan pasokan logistik untuk sistem senjata.
Angkatan Udara AS mengusulkan sistem Reaper MQ-9 dalam menanggapi arahan Departemen Pertahanan untuk mendukung inisiatif operasi kontinjensi luar negeri. Ini lebih besar dan lebih kuat daripada Predator MQ-1, dan dirancang untuk mengeksekusi target yang sensitif terhadap waktu dengan ketekunan dan presisi, dan menghancurkan atau menonaktifkan target tersebut.
Drone Lokal
Tidak kalah canggih dengan perkembangan drone asal AS, Indonesia (BPPT, Kemenhan, TNI AU, PT DI, PT Len, dan ITB) sedang mengembangkan prototipe pesawat drone bertipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) bernama ‘Black Eangle’ atau Elang Hitam.
Kepada media Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu Widodo Pandoe mengatakan unit drone MALE keluar hanggar PT DI pada akhir Desember lalu di Bandung adalah prototipe pertama dari rencana empat prototipe hingga 2022.
“Sekarang prototipe pertama untuk development, lalu kedua pada 2020 untuk kepentingan sertifikasi, prototipe ketiga uji struktur pada 2021, dan prototipe ke-empat pada 2022 untuk kombatan,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa pada prototipe kombatan, drone Male dapat membawa senjata antara lain rudal, bom, dan lainnya dengan bobot maksimal 300 kg. Drone Male ini akan diproduksi oleh PT DI, pihak BPPT hanya menyiapkan proses sampai tahap siap produksi massal termasuk memastikan lolos uji sertifikasi.
Drone Male ini mampu terbang selama 24 jam dan mencapai ketinggian 30.000 kaki, drone ini membawa kamera dan radar. Pesawat ini untuk pengawasan perbatasan yang difungsikan untuk pertahanan dan keamanan wilayah.
“Mampu terbang 30 jam, tergantung pilot, yang kita desain 24 jam,” tutupnya.