Ilustrasi termometer yang menggambarkan suhu panas.
Nasional

BMKG: 2023 Bisa Jadi Tahun Terpanas dalam Sejarah Pencatatan Iklim

  • Menurutnya, kondisi tersebut tidak terlepas dari dampak perubahan iklim yang juga memberi tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah langka dan menghasilkan apa yang dikenal dengan water hotspot.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut cuaca panas melanda berbagai wilayah di belahan dunia tidak hanya di Indonesia saja. Cuaca panas tersebut mencatatkan 2023 menjadi tahun dengan penuh rekor temperatur. 

BMKG menyebut tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan tahun 2016. “Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana heatwave (gelombang panas) terjadi banyak tempat secara bersamaan,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip Senin, 20 November 2023. 

Ia menyebut suhu udara mencapai 53 derajat celcius saat heat wave melanda Amerika Barat pada bulan Juli lalu. “Juni hingga Agustus merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas,” ungkapnya. 

Menurutnya, kondisi tersebut tidak terlepas dari dampak perubahan iklim yang juga memberi tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah langka dan menghasilkan apa yang dikenal dengan water hotspot.

Dwikorita menambahkan ada proyeksi suhu udara permukaan Indonesia di masa depan akan terus naik. Oleh karenanya, dirinya mengajak masyarakat dan pemerintah untuk melakukan mitigasi secara bersama dan bergotong royong. 

Hal itu dapat diimplementasikan dengan melakukan penghematan listrik, air, pengelolaan sampah, mengurangi penggunaan energi fosil dan menggantinya dengan kendaraan listrik, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menanam pohon, restorasi mangrove, dan lain sebagainya. 

Strategi mitigasi dan adaptasi tersebut harus digencarkan di seluruh Indonesia tanpa terkecuali. Pada kesempatan tersebut, Kepala BMKG juga menjelaskan peran penting BMKG dalam hal aksi mitigasi dan adaptasi. 

Selain menjadi penyedia data, BMKG memiliki informasi-knowledge-dan wisdom terkait iklim di Indonesia. Hal tersebut penting untuk kepentingan perencanaan pembangunan sehingga BMKG harus dilibatkan guna mendukung aksi tersebut.

Dwikorita menyatakan BMKG juga mendorong pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat selain dengan menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi terkait dengan sistem peringatan dini. “Kolaborasi diantara keduanya dapat semakin memperkuat early warning yang berdampak pada early action,” pungkas Dwikorita.

Sebelumnya, BMKG telah membeberkan soal fenomena El Nino. Dwikorita menyebut kombinasi El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif menjadi pemicu terjadinya kekeringan di Indonesia.

Menurut BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia, fenomena El-Nino diprediksi akan terus bertahan pada level moderat hingga periode Desember 2023-Januari dan Februari 2024. Sementara IOD Positif akan terus bertahan hingga akhir tahun 2023. 

BMKG menyebut sebagian besar wilayah Indonesia mengalami kondisi curah hujan sangat rendah pada bulan Juli, Agustus September dan Oktober 2023. Menurut pantauan BMKG, beberapa wilayah telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) berturut-turut antara 21 - 60 hari. Bahkan, beberapa wilayah paling ekstrem mengalami HTH lebih dari 60 hari, bahkan ada yang sampai 176 hari.