<p>Warga memilih buah-buahan di lapak sayuran dan  buah hasil sortiran penjual sayur online di kawasan Ragunan, Jakarta, Selasa, 10 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

BMSI Naik Jadi 84,2, Dirut BRI Sebut Sinyal UMKM Pulih

  • JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI meluncurkan BRI Macro dan SMI Indeks (BMSI) untuk menilai pergerakan aktivitas bisnis nasabah. Penilaian terhadap perkembangan usaha usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini terdiri dari dua indeks, yakni indeks aktivitas bisnis (IAB) untuk melihat situasi sekarang, dan IAB yang mengukur ekspektasi bisnis selama tiga […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI meluncurkan BRI Macro dan SMI Indeks (BMSI) untuk menilai pergerakan aktivitas bisnis nasabah.

Penilaian terhadap perkembangan usaha usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini terdiri dari dua indeks, yakni indeks aktivitas bisnis (IAB) untuk melihat situasi sekarang, dan IAB yang mengukur ekspektasi bisnis selama tiga bulan ke depan.

Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, apabila dibandingkan dengan kuartal II-2020, kondisi saat ini sudah menunjukkan perbaikan dan mulai memasuki masa recovery.

Ini terlihat dari hasil survei aktivitas bisnis UMKM yang dilakukan oleh tim BRI pada kuartal III 2020.

“Hasil survei mengindikasikan bahwa kegiatan usaha mulai menggeliat kembali dan memiliki optimisme perbaikan lebih tinggi,” ujarnya dalam paparan kinerja BRI sekaligus peluncuran BMSI secara virtual, Rabu, 11 November 2020.

Sunarso mengatakan, indeks BMSI mengalami kenaikan dari 65,5 menjadi 84,2 pada kuartal III 2020. Sementara itu, perkembangan ini diekspektasikan meningkat menjadi 109,3 pada kuartal IV-2020.

“Hasil tersebut kami simpulkan bahwa UMKM mulai menunjukkan titik kebangkitannya setelah diterpa pandemi,” ungkapnya.

Publikasi Rutin sebagai Pedoman

Ia menambahkan, BMSI bakal digunakan sebagai leading indikator yang mengukur aktivitas UMKM.

Ke depan, BMSI akan dipublikasikan secara rutin setiap kuartal sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan atau pemasukan bagi pengambil kebijakan publik, khususnya di bidang UMKM.

Sunarso juga menegaskan, platform ini tidak akan menjadi bisnis baru karena pihaknya tidak memungut dana bagi para pembaca.

Ia lebih menekankan bahwa BMSI merupakan pedoman bagi BRI sendiri dalam menumbuhkan UMKM. Dengan indeks tersebut, perseroan dapat merespons dan mengatur pengelolaan portofolio nasabah.

“Indeks ini mencerminkan keuangan nasabah BRI. Jika indeksnya menyatakan positif, maka kondisi bisnisnya membaik,” ujarnya.

Kinerja BRI Kuartal III-2020

Kendati demikian, pada periode ini BRI mencatat penurunan laba yang cukup dalam.

Secara konsolidasi, laba perseroan minus hingga 42,7% year-on-year (yoy) menjadi Rp14,15 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, laba bank pelat merah ini tercatat sebesar Rp24,7 triliun.

Sunarso mengungkapkan, pihaknya memang tidak mengambil semua pendapatan menjadi laba. Sebab, BRI lebih memilih untuk melakukan pencadangkan untuk antisipasi situasi ekonomi yang belum pasti.

“Kami menjalankan strategi, salah satunya melalui pencadangan, sehingga pendapatan tahun ini tidak semua kami ambil sebagai laba,” jelas Sunarso.

Di sisi lain, penyaluran kredit BRI secara konsolidasi masih tumbuh 4,86% yoy, tercatat sebesar Rp935,35 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp891,97 triliun.

Pertumbuhan kredit ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri perbankan yang sebesar 0,12% per September 2020.

Adapun penyokong utama pertumbuhan kredit adalah segmen mikro dan retail menengah. Kredit mikro pada periode ini tumbuh 8,91% yoy dan kredit retail menengah tumbuh 9,93% yoy.

Penyaluran kredit tersebut dilakukan seiring dengan NPL yang terjaga di angka 3,12%. Secara konsolidasi, NPL coverage sebesar 203,47% dan bank only kurang lebih 215%.

Kemudian, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) per kuartal III 2020 tercatat Rp1.131 triliun, atau naik 18% yoy.

Dana murah atau CASA masih menjadi portofolio simpanan BRI yang mencapai 59,02% dari total DPK senilai Rp668,1 triliun.

Selain itu, total aset secara konsolidasi mencapai Rp1.447,85 triliun atau tumbuh 10,89% yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.305,6 triliun.

Likuiditas lainnya terlihat dari rasio LDR BRI sebesar 82,63%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 82,99%.

“Hal ini menunjukkan bahwa BRI memiliki likuiditas yang memadai untuk tetap tumbuh,” ujarnya.

Penurunan LDR ini, katanya, telah membuka ruang terhadap penurunan cost of fund, dengan rasio permodalan atau CAR di level 20,92%.