<p>Ilustrasi properti</p>
Industri

Bogor Jadi Lokasi Favorit Pemburu Properti, Harga Jadi Pertimbangannya

  • Perusahaan PropTech, Lamudi.co.id melaporkan wilayah Bogor menjadi lokasi favorit para pemburu properti.
Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA - Perusahaan PropTech, Lamudi.co.id melaporkan wilayah Bogor menjadi lokasi favorit para pemburu properti.

Berdasarkan hasil riset tren pasar properti yang dirilis Lamudi.co.id, tahun ini Bogor mencatat penurunan harga rata-rata rumah, dari Rp600 juta menjadi Rp579 juta. 

“Dengan harga properti rata-rata Rp6,25 juta per meter persegi, Bogor sangat cocok untuk para pembeli rumah pertama karena lebih terjangkau,” tulis riset tersebut. 

Selain itu, Bogor juga menjadi lokasi favorit karen banyaknya akses untuk menuju pusat kota Jakarta. Dengan pembangunan yang konstan dan kemudahan akses tersebut, hunian di wilayah Bogor menjadi daya tarik bagi mereka yang ingin mencari rumah untuk istirahat pada akhir pekan.

Di sisi lain, Bogor juga menarik minat pengembang, terbukti dari menjamurnya proyek perumahan yang menawarkan beragam kelebihan.

Adapun selain Bogor, dua wilayah favorit yang dicari adalah Jakarta Selatan dan Bekasi. Kota satelit tersebut diminati oleh para pembeli pencari properti, khususnya untuk rumah.

Secara perlahan, permintaan konsumen sendiri mengalami  peningkatan pada awal 2021. Menurut Lamudi.co.id, peningkatan ini terjadi karena dukungan kebijakan dari pemerintah dalam hal kredit.

Kebijakan pemerintah yang pertama diimplementasikan dengan menahan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) 3,5 persen sejak  Mei 2021.

Kedua, berupa pemberian  stimulus pajak yang berupa Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas properti melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 103/PMK.010/2021 yang diperpanjang hingga Desember 2021.

Hal ini membuat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) pada kuartal II-2021 tumbuh positif sebesar 1,3% dan 1,9%. Padahal, lima bulan sebelumnya presentasinya masih negatif.

“Kredit hunian berkontribusi sekitar 33 persen dari total kredit konsumsi. Hal ini menunjukkan progres pemulihan yang positif dan perlu dijaga momentumnya,” tulis hasil riset tersebut.