
Bola Salju Efisiensi Anggaran: TVRI dan RRI PHK Pegawai
- Pemangkasan anggaran pemerintah berdampak langsung pada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan RRI. Kedua lembaga ini santer diberitakan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja kontrak.
Nasional
JAKARTA - Kebijakan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun yang digulirkan oleh Presiden Prabowo Subianto mulai menunjukkan dampaknya di berbagai sektor. Pemangkasan anggaran ini memengaruhi lembaga pemerintah, proyek infrastruktur, hingga operasional sehari-hari di kantor-kantor pemerintahan.
Berikut adalah dampaknya terhadap ketenagakerjaan di Kementrian/Lembaga:
PHK di Lembaga Penyiaran Publik: TVRI dan RRI
Pemangkasan anggaran pemerintah berdampak langsung pada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan RRI. Kedua lembaga ini santer diberitakan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja kontrak.
Sejak 4 Februari 2025, TVRI memberhentikan seluruh kontributor di seluruh Indonesia akibat pemotongan anggaran lebih dari 50%. Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno, menegaskan karyawan TVRI berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak terkena PHK. “Mana bisa ASN di-PHK,” ujarnya.
Iman menjelaskan TVRI hanya menghentikan pemakaian jasa kontributor. "Pemakaian jasa kontributor di TVRI Daerah distop dulu. Hal itu merupakan kebijakan TVRI Daerah. Kalau beritanya ditayangkan, baru dibayar dari anggaran daerah. Jadi semacam freelance', kata dia.
Setali tiga uang, RRI juga melakukan PHK massal terhadap karyawan kontrak dan menonaktifkan pemancar AM 801 Khz serta FM 88,2 Mhz di Semarang. Pendengar dialihkan ke platform digital RRI mulai 10 Februari 2025.
Badan Kepegawaian Negara
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menerapkan sistem kerja baru untuk menghemat biaya operasional dengan skema Work From Anywhere (WFA) dan Work From Office (WFO), di mana Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja dari rumah selama dua hari dan di kantor selama tiga hari dalam seminggu.
Selain itu, BKN juga menerapkan 10 langkah efisiensi anggaran, termasuk peniadaan jam kerja fleksibel, pemberlakuan skema WFA dan WFO, pembatasan perjalanan dinas, efisiensi penggunaan energi, serta optimalisasi kerja sama dengan mitra dengan tetap menjaga tata kelola yang baik (good governance).
Pengawasan Kantor Regional juga diperketat, dengan penyelesaian konsultasi kepegawaian dilakukan di wilayah kerja masing-masing. Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan menghemat anggaran, tetapi juga menguji efektivitas Sistem Informasi ASN (SIASN) dalam mendukung kinerja pegawai.
“Untuk menyikapi efisiensi anggaran sesuai instruksi Presiden ini, diperlukan skema kerja yang lebih adaptif agar tugas dan pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien,” jelas Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh, di Jakarta, dikutip Selasa, 11 Februari 2025.
Pemblokiran Anggaran Pembangunan IKN
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) terhambat akibat pemangkasan anggaran. Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, menyatakan bahwa anggaran IKN belum terealisasi karena diblokir. Anggaran Kementerian PU dipangkas drastis dari Rp110,95 triliun menjadi Rp29,57 triliun.
Anggaran Infrastruktur
Anggaran belanja infrastruktur dipotong lebih dari 75%, menyisakan hanya Rp22,3 triliun. Hal ini berdampak pada pembangunan proyek-proyek strategis di berbagai daerah yang kemungkinan akan ditiadakan pada tahun ini.
Dampak di Daerah
Pemangkasan anggaran juga dirasakan di tingkat daerah. Contohnya, di Kabupaten Aceh Tengah, sejumlah tenaga kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) paruh waktu diperkirakan tidak akan menerima gaji hingga Juli 2025. Meski demikian, beberapa pegawai kontrak tetap bertahan meski tidak digaji selama beberapa bulan.
"Jika ingin tetap honor di instansi atau dinas tersebut, kami tidak akan digaji sampai beberapa bulan ke depan. Dijanjikan pada Juli baru akan mulai menerima gaji kembali. Daripada tidak ada tempat lain, jadi ditahan dulu saja," terang Seorang tenaga kontrak di salah satu instansi di Aceh Tengah, dikutip RRI.
Efisiensi Operasional di Gedung Pemerintah
Pemerintah pusat juga melakukan penghematan dalam operasional sehari-hari di gedung-gedung pemerintahan dengan berbagai langkah efisiensi. Pengurangan penggunaan listrik, air, telepon, dan jasa pengiriman surat menjadi salah satu upaya untuk menekan biaya operasional.
Selain itu, beberapa kantor pemerintah membatasi operasional lift dan penggunaan AC, yang menyebabkan suasana kerja dengan penerangan redup dan suhu ruangan yang lebih panas.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bahkan mengakui bahwa penghematan listrik di kantornya merupakan simbol pemotongan anggaran yang lebih luas. “Untuk menunjukkan simbol bahwa kita dipotong memang lampu dimatikan. Supaya wartawan berasa,” ungkap Airlangga.
Anggaran Kemenko Perekonomian sendiri mengalami pemangkasan lebih dari setengah, dari Rp459,76 miliar menjadi Rp218 miliar, sebagai bagian dari kebijakan efisiensi yang lebih besar.
Komisi Yudisial
Komisi Yudisial (KY) menghadapi keterbatasan anggaran yang berdampak langsung pada gaji pegawai, yang diperkirakan hanya cukup hingga Oktober 2025. Selain itu, beberapa kebutuhan operasional juga terganggu akibat pemangkasan anggaran.
KY mengalami efisiensi anggaran sebesar 54%, dengan total pagu anggaran tahun 2025 hanya sekitar Rp184 miliar. Kondisi ini menyebabkan berbagai gangguan operasional, termasuk pegawai yang harus mulai membeli BBM sendiri mulai bulan depan serta semakin sulitnya menjalankan operasional harian dengan anggaran terbatas.
"Gaji pegawai saja, itu hanya cukup sampai Oktober. Saya tadi dapat kabar, BBM kami mulai bulan depan beli sendiri. Keteteran kami," jelas Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Meskipun terdampak, KY tetap berkomitmen untuk mengikuti kebijakan pemerintah. Situasi serupa juga dialami oleh kementerian dan lembaga lain yang mengalami pemangkasan anggaran.
Kebijakan efisiensi anggaran Rp306,69 triliun oleh Presiden Prabowo Subianto membawa dampak signifikan di berbagai sektor. Meski bertujuan untuk menghemat keuangan negara, langkah ini menimbulkan konsekuensi seperti PHK massal, pemblokiran proyek strategis, dan pengetatan operasional di kantor pemerintah.
Dampak ini menunjukkan betapa kompleksnya tantangan yang dihadapi dalam upaya menyeimbangkan anggaran negara tanpa mengorbankan pelayanan publik dan kesejahteraan pegawai.