logo
Abdul Mu'ti
Nasional

Bongkar Pasang Kurikulum, Mengapa Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa Diberlakukan Lagi di SMA?

  • Siswa kelas 10 hingga 12 nantinya akan kembali dibagi ke dalam jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), dan Bahasa, sebagaimana yang pernah diberlakukan sebelum masa kebijakan Merdeka Belajar.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Dunia pendidikan menengah akan kembali mengalami perubahan besar. Pemerintah mengumumkan bahwa sistem penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA) akan dihidupkan kembali.

Siswa kelas 10 hingga 12 nantinya akan kembali dibagi ke dalam jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), dan Bahasa, sebagaimana yang pernah diberlakukan sebelum masa kebijakan Merdeka Belajar.

Kebijakan ini dikonfirmasi langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, yang menyebut pengembalian sistem penjurusan dilakukan demi mendukung pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA), bentuk baru dari ujian nasional yang saat ini tengah dirancang.

Penjurusan untuk Perkuat Tes Akademik Berbasis Mata Pelajaran

Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa TKA yang akan diterapkan nantinya berbasis mata pelajaran, sehingga siswa membutuhkan fokus dan pendalaman materi yang lebih spesifik. 

"TKA itu nanti berbasis mata pelajaran. Sehingga itu akan membantu para pihak terutama untuk murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi itu terlihat kemampuannya seperti apa," ungkap Abdul Mu'ti di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, dikutip Senin 14 April 2025.

Untuk itu, penjurusan dianggap penting agar siswa tidak mempelajari semua hal secara umum, tetapi dapat mengasah kompetensi sesuai dengan bidang yang mereka minati dan kuasai.

"Karena tesnya berbasis mata pelajaran. Sehingga di depan ini jurusan akan kita hidupkan lagi. Jadi nanti akan ada jurusan lagi. IPA, IPS dan Bahasa," kata Abdul Mu'ti.

Dalam struktur TKA, terdapat dua kategori mata pelajaran yang akan diujikan. Pertama, mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh seluruh siswa dari semua jurusan, yaitu Bahasa Indonesia dan Matematika.

Kedua, mata pelajaran pilihan yang disesuaikan dengan jurusan yang diambil oleh siswa. Untuk jurusan IPA, mata pelajaran pilihan meliputi Fisika, Kimia, dan Biologi.

"Dalam TKA itu nanti mulai itu ada tes yang wajib yaitu Bahasa Indonesia dan Matematika itu wajib untuk mereka yang ngambil IPA itu nanti dia boleh memilih tambahannya antara Fisika, Kimia atau Biologi," ungkap Abdul Mu'ti.

Sementara itu, jurusan IPS akan mencakup mata pelajaran seperti Ekonomi, Sejarah, Geografi, dan Sosiologi. Adapun jurusan Bahasa kemungkinan besar akan mencakup Bahasa Asing, Sastra, dan Linguistik, meskipun rincian pastinya masih menunggu konfirmasi dari pihak terkait.

"Untuk yang IPS juga begitu. Dia boleh ada tambahan apakah itu Ekonomi apakah itu Sejarah atau ilmu-ilmu lain yang ada dalam rumpun ilmu-ilmu," papar Abdul Mu'ti.

Penjurusan Pernah Dihapus Karena Dianggap Tidak Adil

Sebelumnya, sistem penjurusan telah dihapuskan sejak masa kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (2019–2024) lewat kebijakan Kurikulum Merdeka. 

Penghapusan ini didasari pada anggapan bahwa penjurusan menciptakan ketimpangan akses dan persepsi akan kualitas jurusan.

Menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, saat itu orang tua dan sekolah cenderung mendorong siswa memilih jurusan IPA, karena dianggap lebih menjanjikan untuk masa depan. 

Dampaknya, jurusan IPA menjadi penuh, sementara kuota untuk siswa IPS dan Bahasa menyusut. Ironisnya, lulusan IPA kemudian juga bersaing masuk program studi rumpun IPS dan Bahasa di perguruan tinggi, sehingga makin mempersempit peluang siswa yang benar-benar dari rumpun tersebut. Kondisi tersebut dinilai menciptakan ketidakadilan dalam distribusi kesempatan. 

Pemerintah sendiri menegaskan tujuan utama dari kebijakan ini untuk mendukung pengembangan minat dan potensi siswa, serta meningkatkan ketepatan asesmen berbasis akademik. 

Dengan sistem ini, diharapkan siswa bisa lebih fokus, guru bisa lebih terarah dalam mengajar, dan proses asesmen bisa mencerminkan kemampuan riil siswa di bidangnya masing-masing.

Meski pelaksanaannya belum diumumkan secara resmi, sinyal kuat dari Kementerian menunjukkan bahwa sistem ini akan mulai berlaku dalam waktu dekat. Pemerintah pun akan segera mengeluarkan panduan teknis dan sosialisasi kepada sekolah-sekolah.