<p>Warga mengakses salah satu platform e-commerce untuk berbelanja secara daring melalui gawai dalam rangka Hari Belanja Online Nasional atau &#8216;Harbolnas 11.11&#8217; di Tangerang, Banten, Rabu, 11 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Booming Tren Daring (Serial 4): Peluang Kerja di Era Digital

  • Digitalisasi dapat dipandang sebagai ‘pembunuh’ sejumlah profesi. Sebaliknya, profesi lainnya justru diburu dan digaji tinggi.

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Dalam kurun kurang dari dua tahun terakhir, tepatnya sejak pandemi COVID-19, konstelasi ekonomi di Indonesia berubah dalam sekejap termasuk bursa lapangan pekerjaan.

Bagai dua sisi mata uang, digitalisasi dapat dipandang sebagai ‘pembunuh’ sejumlah profesi. Sebaliknya, profesi lainnya justru diburu dan digaji tinggi.

Ditambah lagi COVID-19 membuat jumlah pengangguran di Indonesia bertambah 2,56 juta orang hingga Agustus 2020. Walhasil, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan jumlah pengangguran tahun lalu mencapai 10 juta orang.

Di sisi lain, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan sebanyak 202,6 juta masyarakat Indonesia atau 73,7% dari total populasi telah menggunakan internet per Januari 2021.

Dengan jumlah ​user base ​raksasa, studi yang dilakukan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company (2020) memprediksi bahwa total nilai transaksi (​Gross Merchandise Value​) yang dilakukan melalui platform ekonomi digital Indonesia akan mencapai US$124 miliar pada 2025, naik 23% dari US$44 miliar pada 2020.

Tak heran, World Economic Forum (WEF) bahkan lebih dulu memotret adanya pergeseran masa depan lapangan pekerjaan di dunia akibat pandemi. Dalam laporannya pada 2020, WEF menganalisis, sebagian besar pekerjaan menuntut pekerja untuk menguasai teknologi.

Pekerjaan yang Dibutuhkan dan Hilang
Nampak sejumlah peserta tengah mengikuti pelatihan fotografi menggunakan ponsel di Kecamatan Pinang Kota Tangerang , Jumat 9 April 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia

Riset WEF mencatat, 91,7% perusahaan yang disurvei mengakui telah mengadopsi sistem kerja jarak jauh sebagai bagian dari respons pembatasan mobilitas akibat COVID-19.

Dalam Survei Pekerjaan WEF 2020, perusahaan memperkirakan profesi baru tumbuh 5,7% dari 7,8% menjadi 13,5% pada 2025. Berdasarkan hal tersebut, WEF memperkirakan ada 85 juta pekerjaan yang berpotensi tergeser oleh pembagian kerja antara manusia dan mesin.

Sementara 97 juta peran baru mungkin muncul yang lebih disesuaikan untuk pembagian kerja baru antara manusia, mesin, dan algoritma.

Dalam riset yang sama, WEF mengidentifikasi 10 pekerjaan baru yang paling dibutuhkan saat ini. Kesepuluh pekerjaan tersebut adalah data analysts and scientists, big data specialists, artificial intellegiance and machine learning specialists, digital marketing and strategy specialists.

Kemudian, renewable energy engineers, process automation specialists, internet of things specialists, digital transformation specialists, business services and administration managers, dan business development professionals.

Berikut beberapa ringkasan profesi atau keahlian yang banyak dicari saat ini:

Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin, 27 Juli 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

UI/UX Designer

UI merupakan singkatan dari User Interface, sedangkan UX adalah singkatan dari User Experience. Keduanya berkaitan erat dengan tampilan pada sebuah website. Seorang UI/UX Designer bertugas untuk mendesain sebuah website ataupun aplikasi agar lebih mudah digunakan dengan tampilan yang mudah dipahami.

Data Analyst

Data Analyst memiliki tugas untuk menganalisis data yang nantinya dapat menjadi acuan bagi kemajuan sebuah bisnis di suatu perusahaan. Data-data tersebut nantinya bukan hanya dianalisis saja, namun juga harus mampu dijelaskan sebab akibatnya oleh seorang Data Analyst.

Social Media Specialist

Berkembangnya teknologi digital membuat media sosial memiliki peran yang penting bagi perusahaan untuk meningkatkan brand awareness dan membangun koneksi dengan pelanggan.

Oleh karena pentingnya media sosial sebagai platform pemasaran saat ini, banyak perusahaan mencari Social Media Specialist untuk mengelola seluruh akun media sosial perusahaan.

Selain itu, seorang Social Media Specialist juga memiliki tugas dalam perencanaan konten, penulisan caption, dan strategi penjadwalan materi.

Gaji Tinggi untuk Si Paham Teknologi

Berdasarkan, Laporan Gaji Indonesia (Glints, 2020), kebutuhan yang meningkat dan jumlah pekerja yang masih terbatas membuat sejumlah pekerjaan yang berhubungan dengan pengembangan teknologi digital dihargai lebih tinggi dari rata-rata pekerjaan di Indonesia.

Dari kelompok software engineering misalnya, Junior software engineer memiliki rerata gaji Rp6,25 juta per bulan hingga maksimal Rp15 juta. sementara mobile developer memiliki gaji rata-rata Rp7,5 juta hingga Rp15 juta per bulan.

Adapun untuk yang sudah berpengalaman, senior back end developer membuka rata-rata gaji di kisaran Rp12,5 juta dan maksimal Rp28 juta per bulan. Sama halnya dengan senior software engineer yang memiliki rata-rata gaji sebesar Rp13,5 juta dan maksimal Rp27 juta.

Kelompok marketing juga tak kalah menarik. Marketing communication memiliki rata-rata gaji sebesar Rp4 juta hingga Rp20 juta. Sedangkan digital marketing strategist bergaji rata-rata Rp5,75 juta sampai Rp10 juta per bulan.

Social media specialist juga membuka harga rata-rata di kisaran Rp5 juta sampai Rp20 juta. Sementara copywriter dan content writer bergaji rata-rata Rp5 juta sampai Rp12 juta per bulan.

Digitalisasi, UMKM Tak Boleh Mati
Pemilik showroom dan bengkel Gitar “music666”, Ridwan (kiri) dan Rudi (kanan) mendemonstrasikan gitar yang akan dijual secara daring di Ciledug, Tangerang, Banten, Rabu 22 Juli 2020. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terus mendorong 10 juta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhubung dengan platform digital atau “go online” hingga akhir tahun ini. Perubahan tren dan perilaku konsumen dengan membatasi interaksi fisik dan mengurangi aktivitas di luar rumah terbukti dapat memberi peluang lebih besar kepada UMKM yang sudah terhubung dengan ekosistem digital untuk bertahan atau bahkan melaju di pandemi COVID-19. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Tak hanya bagi profesi di atas, digitalisasi juga membuka ruang lebar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Seperti diketahui, UMKM menguasai setidaknya 61,07% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau setara Rp8.573 triliun pada 2020.

Dari potensi jumbo tersebut, pekerjaan rumah (PR) digitalisasi UMKM masih sangat besar. Pasalnya, UMKM yang sudah onboarding di ekosistem digital baru sekitar 21% pada Mei 2021.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menjelaskan berdasarkan data dari Indonesian E-Commerce Association (idEA) terdapat 13,7 juta UMKM Indonesia yang sudah tergabung dalam ekosistem digital hingga Mei 2021.

Padahal, Kemampuan adaptasi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di era digital menjadi salah satu kunci bertahan di persaingan bisnis yang makin terbuka.

Sayangnya, UMKM di Indonesia masih banyak mengalami kesulitan untuk beralih menjalankan bisnisnya secara daring.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pengusaha UMKM agar bisnis dan produknya bisa naik kelas. Langkah pertama, UMKM disarankan untuk berbagi tips inspiratif dengan calon konsumen.

Adapun berbagai tip inspiratif yang dibagikan untuk para pelaku UMKM antara lain pertama, bekerja sama dengan komunitas di media sosial. Pasalnya, Gen Z mengharapkan kolaborasi antara pelaku bisnis dengan komunitas.

Adanya kolaborasi ini juga bisa di sesuaikan dengan lini bisnis yang dimiliki. Bentuknya juga beragam seperti posting dan tags di media sosial untuk meningkatkan engagement.

Kedua, produksi konten yang inspiratif, informatif dan menyenangkan, tip ini menjadi pilihan untuk pelaku bisnis yang ingin menyasar kalangan anak muda. Berdasarkan riset yang dilakukan, sebanyak 57% generasi Z menyukai konten yang kreatif.

Ketiga adalah konten beriklan, selain secara organik pemasaran melalui media sosial juga dapat dilakukan dengan beriklan. Iklan ini akan membantu produk yang kita promosikan masuk ke halaman utama timeline pengguna yang sesuai.

Keempat, mencermati customer journey untuk meningkatkan penjualan melalui platform media sosial. Salah satunya juga dapat dilakukan dengan menentukan cycle ini. Adapun ini terdiri dari awareness, consideration, transaction dan retention & advocacy.

“Kami memahami bahwa di tengah ruang gerak yang terbatas saat ini, pelaku UMKM membutuhkan ruang untuk mempromosikan produk yang dimiliki dan meningkatkan skill untuk memenuhi kebutuhan pasar,” ujar Freddy Iman selaku EVP Commercial & SME BCA dalam keterangan resmi, Selasa 15 Juni 2021.

Tak hanya itu, video sharing merupakan platform yang membantu UMKM dapat bertumbuh, hal ini dapat diwujudkan melalui organik dan iklan. Video pendek terbukti menjadi jawaban untuk meningkatkan kepercayaan dan mempengaruhi behaviour pembeli.

Di samping itu terdapat pula empat pilar yang bisa mendukung perencanaan bisnis yaitu curation, community, conversation, dan commerce. (SKO)

Artikel ini merupakan serial laporan khusus yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Booming Tren Daring.”

  1. Booming Tren Daring (Serial 1): Menelisik Motor Penggerak Ekonomi Digital RI
  2. Booming Tren Daring (Serial 2): Mendadak Kaya Gara-Gara Ekonomi Digital
  3. Booming Tren Daring (Serial 3): Mereka yang Terjungkal karena Ekonomi Digital