Bos Baru ID FOOD Ungkap Strategi Atasi Krisis Industri Gula di Indonesia
- Kesenjangan antara kebutuhan dan produksi gula nasional masih cukup lebar.
Industri
JAKARTA – Pemerintah berupaya mendorong pelaku usaha meningkatkan produksi dan kualitas gula guna mengatasi masalah kesenjangan antara kebutuhan dan produksi gula nasional yang masih cukup lebar sehingga defisit gula terus membengkak.
Setelah membentuk Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan pada 13 Januari 2022, pemerintah melalui induk holding ID FOOD, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) bersama Asosiasi Gula Indonesia (AGI) dan Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) merumuskan arah dan kebijakan industri gula nasional melalui acara National Sugar Summit (NSS) yang terselenggara belum lama ini.
Direktur Utama ID FOOD sekaligus Ketua Dewan Pengarah AGI Arief Prasetyo Adi mengatakan beberapa hasil rumusan NSS, diantaranya resiliensi sektor pangan di era pandemi mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional, dengan pertumbuhan sebesar 14%. Dari situ, subsektor perkebunan menyumbang 26,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian secara keseluruhan.
Rumusan lainnya adalah melalui penyediaan lahan tebu untuk pengembangan areal. Di samping melalui kemitraan dengan petani tebu, juga dimungkinkan untuk memanfaatkan lahan Area Penggunaan Lain (APL), lahan Hak Guna Usaha (HGU), lahan hutan produksi PT Perhutani (Persero) atau Inhutani dan lahan adat atau ulayat.
"Upaya peningkatan perlu terus ditingkatkan melalui perluasan lahan, revitalisasi sarana produksi, kemitraan dan sinergi BUMN. Selain itu, pembentukan Holding Pangan diharapkan dapat terus bersinergi dengan pemangku kepentingan dalam menciptakan ekosistem pangan nasional, termasuk memberdayakan BUMDES untuk meningkatkan nilai tukar petani tebu," ujar Arief dalam keterangan pers, Minggu, 16 Januari 2022.
Solusi Krisis Produksi Gula
Dia menjelaskan isu industri gula nasional yang masih dihadapi antara lain produktivitas yang rendah di kisaran 72 ton/ha; rendemen tebu rendah di kisaran 7,3%; dan tidak tercapainya optimalisasi kapasitas giling khususnya pabrik-pabrik gula di Jawa karena pasokan tebu yang kurang, keterbatasan kemampuan pendanaan dan inefisiensi produksi.
Guna mengatasi masalah tersebut, para pelaku industri gula yakni asosiasi maupun BUMN yang bergerak di industri gula baik ID FOOD maupun PT Perkebunan Nusantara III (Persero) perlu melakukan transformasi dalam upaya menciptakan ekosistem gula yang terintegrasi melalui sinergi industri gula dalam mengoptimalisasi lahan tebu.
Selain itu, perlu peningkatan peran petani tebu rakyat melalui perbaikan hubungan kemitraan, penerapan inovasi dan teknologi future practices berbasis teknologi digital sepanjang rantai nilai industri gula, serta dukungan kemampuan pendanaan bagi industri gula, antara lain dengan mengimplementasikan PP No. 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan (PDP).
Arief menerangkan masalah lainnya juga terkait dukungan kelancaran penyediaan pupuk, benih tebu unggul, dan alat dan mesin pertanian (alsintan), peningkatan diversifikasi, dan hilirisasi produk gula dan turunannya.
Dalam penguatan ketahanan pangan khususnya pada industri gula, Arief menambahkan, hasil rumusan dengan para pelaku industri gula perlu dukungan dari lembaga riset dalam pengembangan varietas unggul sesuai tipologi lahan yang memiliki potensi produktivitas dan rendemen yang tinggi disertai program sosialisasi dan pemberian insentif kepada pabrik gula dan petani untuk melakukan perubahan varietas sesuai rekomendasi hasil uji.
Selain dukungan lembaga riset, perlu dikembangkan aplikasi sistem berbasis teknologi digital untuk memperkirakan produksi dan permintaan gula, produksi tanaman tebu dengan dukungan citra satelit dan citra drone pada setiap tahap pertumbuhan tanaman di seluruh wilayah Indonesia dengan mempertimbangkan pengaruh cuaca dan iklim.
Peran BUMN
Sementara itu, Direktur Komersial ID FOOD Frans Marganda Tambunan menambahkan, sebagai salah satu BUMN yang bergerak di industri gula, ID FOOD akan terus melakukan perbaikan kinerja dan pembenahan basic operation baik di budidaya tebu maupun di pabrik pengolahan.
"Perbaikan ini dilakukan melalui pemurnian varietas penggunaan pupuk berimbang untuk meningkatkan produktivitas tebu perhektar. Perbaikan pada peralatan mesin juga dilakukan berkala untuk tetap menjaga performa giling tebu," paparnya.
Frans melanjutkan bahwa pada 2021 PT RNI, PTPN dan BUMN sektor lain seperti Bank BRI, Perhutani, PT Pupuk Indonesia (PIHC), Askrindo dan Jasindo bersinergi melakukan kegiatan pertanian terpadu, yang melibatkan semua stakeholder di setiap mata rantai, mulai dari pemilihan lahan, jenis komoditi, pendampingan teknis budidaya, permodalan, dan pemasaran.
Tidak berhenti di situ, mata rantai kerja sama tersebut akan sampai pada asuransi pertanian dalam Program Makmur, dengan tujuan peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas produk serta peningkatan kapabilitas petani untuk mencapai kecukupan ketersediaan pangan.
Adapun, hasil musim giling tebu tahun 2021, PT RNI mampu menurunkan biaya produksi gula menjadi Rp9.890/kg atau turun 6,2% dari musim giling 2020. Pada musim giling 2022 ini, RNI menargetkan efisiensi biaya produksi gula menjadi Rp9.300/kg.
"Efisiensi ini akan dilakukan melalui perbaikan di sisi budidaya untuk meningkatkan potensi rendemen serta serta program-program perbaikan di bidang tebang dan angkut tebu demikian juga kesiapan pabrik sehingga kelancaran giling dan pasokan tebu terus dapat dioptimalkan," ungkap Frans.