Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat pada Libur Nataru untuk Genjot pariwisata.
Bursa Saham

Bos Garuda Indonesia (GIAA): Saya Bisa Jual Tiket Pesawat Rp500 Ribu

  • Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menanggapi isu mahalnya tiket pesawat domestik dengan menjelaskan faktor-faktor seperti pajak, biaya terminal, dan avtur.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra, berkelakar bahwa pihaknya mampu menjual tiket pesawat seharga Rp500 ribu. Hal ini disampaikannya di tengah keluhan harga tiket pesawat domestik setinggi langit. 

Namun, jika direalisasikan, akan berdampak pada fundamental perusahaan, khususnya profitabilitas. Irfan juga menjelaskan alasan mengapa harga tiket penerbangan domestik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penerbangan internasional.

“Kalau hanya ingin terlihat menarik bagi banyak orang, itu mudah, Pak. Misalnya, saya bisa jual tiket Garuda Indonesia ke pasar dengan harga Rp500 ribu. Tapi kalau begitu, kita langsung tidak untung, bukan? Kalau tidak untung, apa akibatnya?” ujar Irfan dalam Paparan Publik Garuda Indonesia secara daring pada Senin, 11 November 2024.

Irfan juga menjelaskan beberapa alasan yang menyebabkan harga tiket penerbangan domestik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penerbangan internasional. Ia menekankan bahwa sejak 2019, Garuda Indonesia tidak pernah menaikkan harga tiket pesawat sesuai regulasi pemerintah yaitu Tarif Batas Atas (TBA). Namun, berbagai faktor eksternal seperti pajak dan biaya tambahan turut memengaruhi harga akhir tiket yang dibayar penumpang.

Komponen Biaya dan Pajak 

Menurut Irfan, salah satu faktor utama yang memengaruhi harga tiket adalah pajak. Ia mencontohkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Bahkan, biaya lain seperti airport tax atau biaya terminal juga menjadi beban yang tak bisa dihindari.

“Misalnya, di Terminal 3 domestik, kita bayar Rp168 ribu ke Angkasa Pura, di Terminal 2 Rp120 ribu, dan di Halim hanya Rp70 ribu. Biaya-biaya ini dapat naik kapan saja, tetapi yang sering disalahkan adalah maskapai,” jelas Irfan.

Selain itu, kata Irfan, avtur untuk penerbangan domestik dikenakan pajak, sedangkan penerbangan internasional, seperti ke Singapura, bebas pajak avtur. Oleh sebab itu, menurutnya, ini membuat maskapai sering mendapat kritik yang kurang adil di kalangan masyarakat.

Kendati begitu, Irfan menegaskan bahwa Garuda Indonesia berkomitmen untuk tetap menjaga keuntungan perusahaan tanpa melanggar regulasi. “Komitmen kami jelas, Pak. Sesuai dengan janji kami kepada rakyat dan para investor, perusahaan ini harus untung. Namun, bagaimana memastikan bahwa Anda sebagai penumpang yang membayar harga tinggi mendapatkan layanan yang pantas?” ucapnya.

Irfan juga memberikan saran kepada masyarakat untuk memilih hari-hari tidak ramai jika ingin mendapatkan tiket lebih murah. “Kalau bicara harga tiket, kami sarankan kepada Bapak Ibu sekalian: jika ingin tiket lebih murah, pilihlah hari-hari yang tidak ramai untuk terbang,” pungkasnya.

Prabowo Serius Turunkan Tiket Pesawat

Mahalnya harga tiket pesawat domestik menjadi perhatian serius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah sedang merumuskan kebijakan agar tarif tiket lebih kompetitif untuk mendukung pariwisata domestik.

"Kami sedang membahas program terkait harga tiket penerbangan yang lebih kompetitif sebagai bagian dari upaya mendukung pariwisata dalam negeri,” ujar Airlangga dalam Konferensi Pers Pembahasan Usulan Program Quick Win di Hotel Four Seasons, Jakarta, Minggu, 3 November 2024. 

Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk pada pemerintahan sebelumnya di bawah koordinasi Menteri Luhut Binsar Pandjaitan akan tetap dilanjutkan untuk merumuskan kebijakan terkait tarif penerbangan domestik.

Pandangan KPPU dan Harga Avtur

Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga memberikan perhatian terhadap mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia. Menurut Anggota KPPU, Budi Joyo Santoso, beberapa faktor utama penyebab tingginya harga tiket adalah mahalnya avtur, monopoli distribusi avtur, komponen pajak, dan perilaku pelaku usaha.

Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah bahwa harga avtur di Indonesia adalah yang termahal di ASEAN. Pernyataan tersebut diperkuat oleh PT Pertamina Patra Niaga yang menyebutkan bahwa harga avtur di Indonesia kompetitif dan mengikuti regulasi yang berlaku.

“Harga publikasi avtur di Indonesia cukup kompetitif, bahkan lebih rendah dibandingkan negara dengan kondisi geografis serupa,” ujar Corporate Secretary Pertamina, Heppy Wulansari, pada September lalu.