Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Bos Garuda Indonesia Tanggapi Rencana Kejagung Usut Dugaan Korupsi 4 Jenis Pesawat

  • Kejaksaan Agung mulai menyelidiki dugaan korupsi dalam penyewaan empat jenis pesawat Garuda Indonesia.
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Manajemen maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menanggapi rencana Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyelidiki dugaan korupsi dalam penyewaan empat jenis pesawatnya.

Keempat jenis pesawat yang akan diselidiki, selain pesawat ATR yang kini sedang ditangani Kejagung, yakni Bombardier, Air Bus, Boeing, dan Rolls Royce.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pihaknya mendukung rencana tersebut dan terbuka untuk dilakukan penyelidikan lebih jauh mengenai dugaan korupsi yang terjadi dalam pembelian empat jenis pesawatnya di masa lalu.

"Kita tunggu ya," katanya singkat kepada TrenAsia.com, Kamis, 20 Januari 2022.

Sementara itu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo belum menjawab pertanyaan TrenAsia.com mengenai rencana penyelidikan Kejagung.

Tiko, demikian sapaannya, adalah anak buah Menteri BUMN Erick Thohir yang dikenal cukup mengetahui permasalahan yang terjadi di tubuh Garuda Indonesia.

Pada November 2021 lalu, dia mendampingi manajemen GIAA untuk menjelaskan kepada DPR RI mengenai rencana restrukturisasi emiten penerbangan dan strategi pemulihan bisnis GIAA di masa depan.

Kemarin, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, setelah status perkara dugaan korupsi sewa pesawat ATR 72600 dinaikkan ke tahap penyidikan, pihaknya akan mendalami dugaan korupsi yang terjadi di beberapa pengadaan jenis pesawat lainnya.

"Kami sedang menangani perkara ini dan hari ini kita naikkan jadi penyidikan umum dan tahap pertama kita dalami pesawat ATR 72600 dan tidak akan sampai di situ saja," kata Burhanuddin di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu, 19 Januari 2022.

Dia mengatakan perkara korupsi dalam tubuh maskapai penerbangan nasional ini terjadi di masa Direktur Utama Emirsyah Satar yang menjabatnya pada 2014-2015.

Jaksa Eksekutor pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menjebloskan Emirsyah ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat, pada Februari 2021.

Dia dihukum delapan tahun penjara lantaran terbukti menerima suap terkait pengadaan dan perawatan pesawat Garuda senilai Rp87,46 miliar dan USS2,11 juta.

Emirsyah terbukti menerima suap dari Airbus SAS, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc.

Burhanuddin menegaskan, dalam perkara korupsi pesawat ATR, pihaknya akan lebih mudah karena akan merujuk pada hasil penyidikan yang dilakukan KPK sebelumnya.

Dugaan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi pesawat ATR ditaksir mencapai Rp3,6 triliun, menurut perhitungan Kejagung.

Adapun indikasi dugaan korupsi dalam tubuh Garuda Indonesia mencuat dari hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menunjukkan aktivitas leasing terhadap pesawat jenis ATR 72600, sehingga menimbulkan kerugian.

Kejagung akan terus berkomunikasi dengan BPKP, untuk melihat apakah tindak pidana korupsi atau malah kelalaian serta resiko bisnis yang terjadi dalam perkara menyangkut maskapai BUMN itu.

"Apakah ini memang tindak pidana korupsi atau memang adanya kelalaian bisnis atau mungkin risiko bisnis kita masih masih di dalam pembicaraan antara kami dengan BPKP dan dalam waktu dekat, ini akan kami sampaikan," kata Burhanuddin.

Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh mantan Komisaris Garuda Indonesia Peter F. Gintha beberapa waktu lalu, memang ada indikasi tindak pidana korupsi dalam pengadaan beberapa jenis pesawat Garuda Indonesia.

Dengan Boeing, salah satu masalahnya adalah penyewaan pesawat jenis Boeing 737 Max 8 yang hendak didatangkan sebanyak 50 buah dengan nilai kontrak US$3 miliar setara Rp42,6 triliun.

Pembelian puluhan pesawat dari Boeing tersebut dinilai tidak wajar karena hanya dilakukan dalam sehari alias 1x24 jam dan tidak melalui evaluasi yang komprehensif.

Selain itu, penyewaan pesawat jenis Bombardier Canadair Regional Jet (CRJ) yaitu sebuah pesawat regional yang diproduksi oleh Bombardier sebanyak 17 buah tetapi akhirnya tidak terpakai dan kini sudah ditarik kembali oleh lessor tersebut.

Kemudian, ada juga penggelembungan jumlah pesawat yang total mencapai 142 unit pesawat dari kebutuhan riil hanya mencapai 41 unit.  Tidak hanya itu, ada dugaan penggelembungan harga sewa dari US$750.000 menjadi US$1,4 juta per bulan yang kemudian menyandera kinerja Garuda Indonesia hingga saat ini.

Erick Thohir menegaskan bahwa proses bisnis yang salah pada tubuh Garuda Indonesia harus segera dibersihkan agar tidak menjadi "batu sandungan" bagi pengembangan bisnis yang lebih akuntabel dan bernilai tambah bagi masyarakat.

"Kami fokus mentransformasi Garuda agar lebih akuntabel, profesional, dan transparan. Sudah bukan eranya menuduh, kami bertindak berdasarkan bukti," katanya.

Baru-baru ini, Erick telah melaporkan dugaan korupsi sewat pesawat ATR kepada Kejagung yang berjanji akan menuntaskan perkara tersebut dalam rangka "bersih-bersih" BUMN.

"Memang dalam proses pengadaan pesawat terbangnya, leasing-nya itu ada indikasi korupsi, dengan merek yang berbeda-beda. Khususnya hari ini (dengan merek) ATR 72-600," katanya.