<p>Pemilik sekaligus Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk. Susilo Wonowidjojo menempati posisi kedua orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes.  / Foto: Dok. Gudang Garam</p>
Korporasi

Bos Gudang Garam Susilo Wonowidjojo Terus Mangkir dari Kasus Kredit Macet OCBC NISP

  • Susilo Wonowidjojo cs berusaha melepaskan diri dari tanggung jawab kasus kredit macet OCBC NISP.

Korporasi

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Susilo Wonowidjojo, sosok yang dikenal sebagai bos dari PT Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam Tbk (GGRM) terus mangkir dari kasus kredit macet PT Bank OCBC NISP Tbk.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan melalui keterangan tertulis yang diterima TrenAsia, Jumat, 12 Mei 2023.

Hasbi menyampaikan bahwa Susilo Wonowidjojo dan para koleganya yang menjadi tergugat dalam kasus kredit macet dari OCBC NISP kepada PT Hair Star Indonesia (HSI) terus berusaha melepaskan diri dari tanggung jawab.

Sebagai pemilik 99,9% saham PT Hari Mahardika Utama (HMU) yang memiliki 50% saham HSI, Susilo pun tercatut sebagai tokoh sentral pencairan kredit OCBC NISP senilai Rp232 miliar kepada HSI sejak 2016.

Pada lanjutan kasus gugatan perdata di Pengadilan Sidoarjo yang berlangsung secara elektronik, Rabu, 10 Mei 2023, para pihak tergugat melontarkan nota jawaban.

Dalam dokumen yang dikirimkan secara daring, pihak tergugat menyatakan penolakan terhadap seluruh materi gugatan OCBC NISP.

Beberapa tergugat menilai bahwa Pengadilan Negeri Sidoarjo tidak berwenang atau tidak memiliki kompetensi yang berkorelasi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.

Susilo selaku tergugat 1 dan HMU sebagai tergugat 2 beserta yang lainnya menganggap bahwa domisili persidangan seharusnya berada di Jakarta Selatan karena menyesuaikan dengan lokasi OCBC NISP yang telah memberikan kredit kepada HSI. Sementara itu, Sidoarjo adalah lokasi pabrik HSI yang memproduksi rambut palsu.

"Para penggugat terus konsisten untuk melepaskan diri dari tanggung jawab kredit yang telah diberikan oleh Bank OCBC NISP selama bertahun-tahun yang perjanjiannya selalu diperbarui tiap tahun. Sayang sekali, Pak Susilo yang sebenarnya punya reputasi baik harus berakhir seperti ini. Jawaban para tergugat tidak materiel dan dasar hukumnya juga sangat lemah," ujar Hasbi.

Hasbi menambahkan bahwa secara faktual, Susilo adalah faktor utama Bank OCBC NISP dan enam banka nasional lainnya untuk memberikan fasilitas kredit kepada HSI dengan total nilai lebih dari Rp1,1 triliun.

Dalam perjanjian kredit yang ditandatangani pihak bank dan HSI pun terdapat pernyataan bahwa setiap perubahan kepemilikan saham di HSI harus mendapat persetujuan dari bank.

Akan tetapi, OCBC NISP mendapatkan informasi adanya transaksi penjualan saham HMU Di HSI setelah adanya gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dari kreditur yang memiliki piutang sekitar Rp4 miliar.

"Sampai akhirnya HSI pailit di akhir tahun 2021, banyak informasi yang tidak jelas terhadap perusahaan ini. Dari prosesnya yang cepat sampai ke putusan pailit, kami menduga memang ada upaya untuk melepaskan diri dari kewajiban kredit ke sejumlah bank, ini sudah didesain secara matang," lanjut Hasbi.

Dikatakan oleh Hasbi, para tergugat pun menyampaikan bahwa kerugiaan materiel yang didalilkan oleh Bank OCBC NISP adalah kerugian yang tidak pasti atau tidak nyata sehingga wajib ditolak.

Bahkan, tergugat 4 (Hadi Kristanto) yang kemudian menjadi 50% pemegang saham HSI, mengatakan bahwa perjanjian kredit OCBC NISP kepada HSI dilakukan dengan tidak bersandar pada unsur kehati-hatian dan profesionalitas.

Pembelaan yang berbeda disampaikan oleh tergugat 3 (PT Surya Multi Flora) yang memegang juga 50% saham HSI.

Dalam jawabannya, Surya Multi Flora menegaskan bahwa kerugian materiil dan imaterial yang diterima oleh penggungat tidak berlandaskan kepada fakta sehingga tergugat 3 yang hanya berstatus sebagai pemegang saham HSI pun ikut memikul kerugian dengan adanya putusan pailit yang menimpa HSI.

Dengan demikian, penggugat tidak bisa meminta uang paksa kepada tergugat 3 ataupun para tergugat lainnya.

Kendati Hasbi melihat adanya upaya para tergugat untuk mangkir dari gugatan, ia mengatakan bahwa pihaknya tetap menghormati langkah-langkah hukum yang dilakukan para tergugat.

"Kami akan buktikan bahwa Bank OCBC NISP memiliki dasar dan bukti hukum yang kuat untuk meminta tanggung jawab kepada para pemilik dan pengurus HSI yang nyata-nyata sudah menerima pinjaman Rp232 miliar serta didukung perjanjian kredit yang sah," kata Hasbi.

Untuk diketahui, dalam kasus kredit macet ini pihak-pihak yang tergugat yaitu Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT Hari Mahardika Utama (PT.HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), dan Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5).

Kemudian, tergugat lainnya adalah Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT. Hair Stair Indonesia (PT. HSI) (turut tergugat 1), dan Ida Mustika S.H (turut tergugat 2).

Susilo Wonowidjojo yang menjadi tergugat 1 dalam kasus ini diketahui sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes.

Konglomerasinya tersebar ke berbagai sektor, termasuk sebagai pemegang saham pengendali HSI melalui HMU yang akhirnya dinyatakan pailit pada September 2021.