kf215.jpg
Tekno

Bos KF-21 Ragu Indonesia Bisa Bangun Jet Tempur Sendiri

  •  SEOUL-Keikutsertaan Indonesia dalam program pembangunan jet tempur KF-21 dengan Boramae kembali dipertanyakan oleh Korea Selatan. Direktur Umum Program KF

Tekno

Amirudin Zuhri

SEOUL-Keikutsertaan Indonesia dalam program pembangunan jet tempur KF-21 dengan Boramae kembali dipertanyakan oleh Korea Selatan. Direktur Umum Program KF-21 Jung Gwang-seon meragukan Indonesia pada akhirnya mampu membangun jet tempur itu di dalam negeri. 

Hal itu diungkapkan Jung dalam sebuah wawancara yang diunggah di YouTube. Menurutnya, membangun jet tempur bukan persoalan sederhana. Butuh proses yang panjang.  Dan Indonesia disebut belum memiliki pengalaman sama sekali dalam membangun platform yang sangat kompleks tersebut.

Jung mencontohkan Korea Selatan sebelum membangun T-50, mereka telah membangun sedikitnya 300 pesawat tempur dengan lisensi. Bahkan dengan pengalaman itu, Korea Aerospace Industries harus mendapatkan bantuan penuh dari Lockheed Martin.

Hal lain yang membut Jung ragu Indonesia bisa membangun KF-21 sendiri adalah sedikitnya jumlah teknisi yang saat ini sedang berlatih di Korea Selatan. Mantan pilot tempur Angkatan Udara Korea Selatan ini mengatakan saat ini ada 40 insinyur Indonesia sedang menjalani pelatihan di KAI. Dia menyebut jumlah itu sangat sedikit. “Apa yang bisa dilakukan dengan 40 insinyur?” katanya.

Pernyataan Jung ini berbeda dengan apa yang dia sampaikan kepada wartawan peserta program Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea awal November 2022 lalu.

Saat itu Jung mengatakan lewat kerja sama ini, Indonesia bisa mendapat pengetahuan tentang pengembangan jet tempur dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan Korea Selatan yang perlu waktu lebih lama mempelajarinya.  Dia menyebut Indonesia akan punya daya saing kelas dunia dalam dunia dirgantara.

Jung menambahkan bakal ada potensi ekspor bersama KF-21 Boramae. Tentumya ketika pesawat sudah diproduksi.  Dia juga yakin Indonesia dan Korea Selatan bisa menembus pasar. Alasannya, ada kebutuhan mengganti jet tempur generasi 4 di sejumlah negara.

Dalam wawancara terbarunya Jung juga kembali memberikan sorotan terkait masalah pembayaran yang belum juga kunjung selesai juga mendapat sorotan. Dia mengingatkan Indonesia tidak akan akan menerima data teknis & teknologi apa pun terkait KF-21 sampai mereka menyelesaikan masalah pembayaran sepenuhnya.

Bahkan Indonesia tidak akan menerima prototipe pesawat kelima yang dikenal KF-21.005 jika masalah keuangan belum beres. Pernyataan ini juga hampir bersamaan dengan munculnya prototipe KF-21 kelima yang tidak dipasangi bendera Indonesia.

Dia juga menegaskan dengan saham 20 persen dalam program tersebut, Jakarta tidak akan menerima teknologi inti jet tempur. Menurutnya hal itu tidak pernah menjadi bagian dari kesepakatan antara pemerintah Korea Selatan dan Indonesia.

Ini bukan pertama kalinya sorotan negative dari sejumlah pihak di Korea Selatan muncul terkait keikutsertaan Indonesia dalam program pembangunan pesawat yang awalnya dikenal sebagai KF-X/IF-X tersebut. Bahkan sejak pembangunan prototipe belum dimulai, sejumlah pihak menyebut Indonesia menjadi beban dalam program tersebut. Ada juga desakan agar Seoul mengeluarkan Jakarta dari pembangunan KF-X.

Salah satu yang disoroti pada masa lalu adalah keengganan Amerika mentransfer sejumlah teknologi kunci seperti radar AESA, radi jammer dan IRST. Mereka menilai keberatan itu karena keberadaan Indonesia dalam program. 

Sorotan semakin tajam ketika terbukti Indonesia menunggak angsuran kewajiban hingga hampir Rp7 triliun. Namun kabar terakhir pada 2022 ini Indonesia sudah mulai mecicil kewajibannya itu.

Indonesia masih yakin

Indonesia sendiri masih yakin KF-21 pada akhirnya akan memperkuat Angkatan Udara Indonesia. Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra baru-baru ini pesawat itu akan menjadi bagian dari sistem pertahanan udara nasional.

Menurut Herindra, keberhasilan penerbangan perdana KF-21 Boramae merupakan bentuk nyata dari keberhasilan pengembangan pesawat tempur ini di Korea.

Hendra mengatakan Indonesia menargetkan akan mengirim 100 personel insinyur yang secara rotasi akan mengikuti program di Korea Selatan. Program ini sendiri telah dimulai sejak September 2021 dan diharapkan selesai pada pertengahan tahun 2026. Sedangkan pembangunan di dalam negeri akan dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia. Dia menyebut Indonesia sudah bisa membuat pesawat ringan. Meski tentu saja kemampuan itu perlu ditingkatkan karena jet tempur sekelas KF-21 jauh lebih kompleks.

Pengamat militer dan pertahanan dari Forum Komunikasi Industri Pertahanan Marsekal Madya Purn Eris Herryanto beberapa waktu lalu mengatakan   sebenarnya, Indonesia dan Korea Selatan Selatan sudah beberapa kali mengadakan kerja sama pengadaan alat utama sistem pertahanan. Hanya saja kerja sama kali ini berbeda. Apalagi pengembangan jet tempur nantinya juga untuk memenuhi kebutuhan alutsista di dalam negeri.

Eris menuturkan, kerja sama itu merupakan waktu bagi Indonesia dalam mempelajari teknologi pesawat tempur. Dijelaskan, selama ini Indonesia selalu membeli pesawat tempur dari luar negeri sehingga platform yang dimiliki pesawat selalu sesuai pabrikan negara pembuat. 

Dia menyebut jika bisa mengembangkan jet tempur sendiri, Indonesia bisa membuat platform yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis. Membeli pesawat dari luar pun memiliki risiko, salah satunya jika negara tersebut memberlakukan embargo karena suatu keadaan, Indonesia bisa terdampak.

Saat ini pembangunan KF-21 terus bergerak maju dengan prototipe kedua baru saja melakukan penerbangan perdananya. Sebanyak enam prototipe rencananya akan dibangun dnegan Indonesia akan mendapatkan pesawat kelima. 

Indonesia dan Korea sejauh ini masih memegang rencana awal akan memproduksi hingga 168 unit pesawat tempur dua msin itu. Korea Selatan berencana membeli 120 unit, sementara Indonesia berharap bisa mendapatkan 48 unit.