Bos Pertamina Soal IPO Anak Usaha: Bukan Jual Aset Negara
JAKARTA – Permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir agar PT Pertamina (Persero) menjual saham 1-2 anak usaha di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dijawab oleh Direktur Utama Nicke Widyawati. Nicke yang kembali diangkat sebagai Direktur Utama Pertamina menegaskan pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) bukanlah […]
Industri
JAKARTA – Permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir agar PT Pertamina (Persero) menjual saham 1-2 anak usaha di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dijawab oleh Direktur Utama Nicke Widyawati.
Nicke yang kembali diangkat sebagai Direktur Utama Pertamina menegaskan pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) bukanlah penjualan aset negara.
“Jadi yang disampaikan, ditargetkan bukan privatisasi, ini bukan pelepasan saham negara. Ini IPO anak perusahaan Pertamina,” kata Nicke saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR dilansir Antara, Senin, 22 Juni 2020.
Dia mengatakan, IPO hanya akan berdampak pada pengelolaan aset dalam Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas (migas). “Di upstream itu asetnya milik negara. Jadi WK yang diserahkan Pertamina dan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) adalah pengelolaan,” ucapnya.
Setelah jangka waktu pengelolaan WK yang disepakati selesai, aset itu akan dikembalikan ke negara. “Jadi tidak ada yang dijual, ini hanya hak pengelolaan,” kata dia.
Nicke menegaskan aset tetap dimiliki pemerintah sesuai dengan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba). “Sekarang ini banyak dikerjasamakan. Saat ini yang dikelola Pertamina 29%-30%,” tuturnya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan Pertamina tidak berniat menjual atau privatisasi saham Pertamina sebagai Holding BUMN Migas.
Dia menegaskan, Pertamina adalah BUMN yang 100% sahamnya milik Pemerintah Indonesia. Untuk IPO subholding atau anak perusahaan, masih perlu kajian yang mendalam juga prosesnya akan sangat panjang.
Terkait restrukturisasi, dia menegaskan sampai saat ini tidak ada perpindahan aset dari Pertamina ke subholding maupun anak perusahaan. Sehingga, status aset-aset strategis seperti kilang tetap digenggam Pertamina. Demikian pula dengan aset migas tetap dikelola oleh KKKS Grup Pertamina yang ditunjuk pemerintah.
Dukungan Akademisi
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi mendukung rencana IPO anak usaha Pertamina lantaran bakal meraup dana segar.
“Melalui IPO, subholding Pertamina ini akan meraup dana segar dengan cost of capital yang paling murah dibanding pendanaan dari utang perbankan atau global bonds,” kata dia.
IPO, sambungnya, akan menjadikan anak usaha Pertamina sebagai perusahaan publik yang lebih transparan dan akuntabel. Dengan tata kelola yang transparan usai IPO, akan mencegah potensi mafia migas berburu rente.
Fahmy menambahkan, penjualan saham BUMN Pertamina sebagai holding memang tidak diperkenankan karena melanggar amanat UUD 1945. Namun, penjualan sebagian saham anak usaha atau subholding Pertamina tidak melanggar konstitusi dan perundangan yang berlaku, asal mayoritas sahamnya masih dikuasai negara.
Dia berharap pada gelaran IPO subholding Pertamina kelak, tidak terjadi praktik aksi goreng-menggoreng harga saham, namun sesuai dengan harga pasar.
“Indikasi praktik goreng-menggoreng dengan menetapkan nilai saham yang over value pernah terjadi pada IPO beberapa BUMN sebelumnya,” tegasnya.
Kalau terjadi over value, kata dia, harga saham perdana akan menimbulkan sentimen negatif bagi harga saham subholding Pertamina ke depan.
Terpisah, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menilai rencana IPO subholding Pertamina bukan merupakan penjualan BUMN tersebut. Sebab, IPO subholding sama sekali tidak mengurangi kepemilikan saham negara terhadap BUMN tersebut, yang tetap 100%.
“Tidak benar (dijual), kalau yang IPO adalah subholding-nya. Dalam hal ini, kepemilikan negara di Pertamina, tetap. Sama sekali tidak berkurang,” urainya.
Kalaupun subholding Pertamina masuk lantai bursa, sambungnya, maka saham yang ditawarkan kepada publik adalah anak perusahaan. Rencana IPO subholding juga dinilai tidak melanggar aturan lantaran yang diatur dalam UU BUMN adalah Pertamina sebagai induk, begitupun di UU Perseroan Terbatas.
“Sebagai perusahan, tentu Pertamina bisa melakukan aksi korporasi apapun, sepanjang mengikuti prosedur yang ada,” kata Toto yang juga Associate Director BUMN Research Group LMUI.
Aksi korporawsi semacam ini menurut dia adalah hal yang jamak dilakukan oleh badan usaha, termasuk BUMN. Misalnya, IPO dilakukan oleh PT Waskita Beton Tbk. yang merupakan anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk., dan PT PP Presisi Tbk. yang merupakan anak usaha PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
Sejumlah anak perusahaan Pertamina juga sudah go public sejak lama. Misalnya, PT Elnusa Tbk., PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk., dan bahkan salah satu subholding Pertamina juga sudah IPO lebih dulu, yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Rencana IPO subholding Pertamina, kata Toto, justru sesuai dengan kebutuhan Pertamina sebagai holding. Sebab, perusahaan pelat merah itu harus terus mengembangkan perusahaan. Sedangkan di sisi lain, financing internal Grup Pertamina memiliki keterbatasan lantaran hanya mengandalkan ekuitas grup holding.
“Go public adalah salah satu cara untuk ekspansi bisnis, yaitu dengan mengambil dana dari publik. Dengan go public, ekspansi akan lebih cepat, misal untuk eksplorasi sumber-sumber minyak baru,” tegasnya.
Setali tiga uang, pakar hukum UI Profesor Hikmahanto Juwana menegaskan tidak ada UU yang dilanggar dalam restrukturisasi dan rencana IPO subholding Pertamina, baik UU Migas maupun UU PT. “Justru restrukturisasi dan reorganisasi akan membuat operasional BUMN energi tersebut menjadi lebih lincah dan efisien. Menurut saya, tidak ada yang dilanggar. Masih masuk koridor aturan tersebut,” kata dia.
Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menurut dia, Pertamina merupakan operator yang menjalankan usaha. Kondisi Pertamina saat ini berbeda dengan sebelumnya yang berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1971. Dengan UU itu, Pertamina merupakan perusahaan negara yang mewakili negara.
“Sebagai operator sesuai UU Nomor 20 Tahun 2001, tentu saja Pertamina boleh mencari untung. Tetapi, keuntungan tersebut selain untuk pengembangan Pertamina sendiri, juga masuk sebagai dividen kepada negara,” urainya.
Dikaitkan dengan restrukturisasi dan IPO subholding, ujarnya, memang bertujuan untuk mencari keuntungan. Keuntungan subholding tersebut akhirnya akan disetorkan juga kepada perusahaan yang kemudian BUMN itu bakal menyetorkan kepada negara. (SKO)